Aku pulang sendiri. Sebelum pulang aku belanja makanan di sebuah restoran, aku ingin bawakan oleh-oleh untuk Orang Tuaku sebagai permintaan maaf. Selama menunggu makanan yang ku pesan selesai di masak. Aku duduk di salah satu kursi di restoran itu yang lumayan ramai oleh pengunjung. Hal mengejutkan tiba-tiba datang. Fernan terlihat masuk ke restoran dengan seorang gadis. Aku berusaha tidak buruk sangka dan tetap di tempat dengan sabar untuk melihat mereka berdua sambil menyembunyikan wajahku dengan kertas daftar menu makanan.
Aku memperhatikan Fernan yang sedang duduk di meja yang sama dengan seorang gadis yang wajahnya tidak ku kenal. Banyak sekali gadis disekitar Fernan, aku harus kuat mental. Terlihat mereka berdua sedang bicara serius. Tiba-tiba Fernan beranjak pergi dan gadis itu berteriak, “Ku mohon jangan tinggalkan aku!!!”
Seketika semua pengunjung di restoran itu melihat ke arah mereka berdua.
Tapi Fernan tetap melangkahkan kakinya pergi. Dengan cepa
Di luar rumah aku menghirup udara segar untuk menenangkan diri sekaligus berpikir untuk mencari alasan agar aku bisa pergi dari sini tanpa membuat Fernan marah. Dengan cemas aku menghadap Fernan sambil memasang muka polos, "Aku baru ingat, ibu menyuruhku jangan lama-lama di luar rumah."Fernan kemudian membalasnya, "Kalau begitu, aku akan antar kamu pulang."Aku mengangguk seakan tidak berani membantahnya.Fernan mengantarku sampai ke rumah menggunakan mobilnya. Dia lalu pamit pulang. Semenjak kejadian itu. Aku tidak menghubungi atau bertemu Fernan lagi. Selama seminggu ini Fernan tidak menghubungiku. Mungkin karena banyaknya gadis di sekitar Fernan, jadi dia melupakanku. Itu membuatku senang. Tapi suasana di Sekolah menjadi hampa. Tidak ada lagi sesuatu yang ku tunggu untuk dilakukan setelah pulang Sekolah seperti menemui Fernan yang ku suka. Tapi sekarang Fernan membuatku takut dengan kemisteriusannya. Saat aku melamun di kelas. Tiba-tiba Guru masuk dan me
Kata-kata Fernan yang menyatakan dapat membunuh Padli tanpa menyentuhnya tentu membuatku takut apalagi saat Fernan kembali bilang, “Ikutlah, aku akan tunjukan caranya!” Dia lalu menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalam hutan. Itu membuatku semakin cemas dan berusaha melawan Fernan tapi aku malah tidak berani dengannya. Seakan aku tidak sanggup melepaskan tanganku. Aku takut dia marah lalu berbuat kasar denganku. Jadi aku mencoba membuat alasan, “Orang tuaku akan mencariku, Fernan!” Alangkah tercengangnya aku saat Fernan menjawab, “Aku sudah hubungi Orang Tuamu untuk mengajakmu jalan-jalan setelah pulang Sekolah.” Aku tidak menyangka Fernan sudah mempersiapkan rencananya matang-matang untuk membunuhku, aku pun menangis. Sampai di dalam hutan, Fernan baru sadar aku menangis, “Kenapa air matamu menetes?” Sambil mengusap air mata, aku menjawab, “Tidak apa Fernan, ini cuma kelilipan. Lanjutkan yang ingin kamu lakukan. Membunuhku tanpa menyentu
Fernan masih bicara tenang sambil mengeluarkan ponselnya, "Aku merekam pembicaran kita di sini sejak awal!" Nawa berteriak, "Percuma. Setelah aku menghabisimu. Aku akan hancurkan ponsel itu." Fernan tersenyum, "Ini rekaman panggilan suara, aku menelpon Ponselku satunya. Kamu tahu, jika telpon tidak diangkat, maka kita bisa meninggalkan pesan suara. Orang terdekatku akan mengambil ponsel itu, jika terjadi apa-apa denganku dan menjadikannnya barang bukti. Dan masa mudamu, akan dihabiskan di penjara." Nawa terlihat pasrah dan lalu melepaskan pisaunya. Kemudian dia tertunduk menangis. Akhirnya aku tahu, maksud Fernan memberitahu Ponsel rahasianya ke aku. Dia benar-benar cerdas telah siap sedia atas segala kemungkinan yang ada dengan merencanakan semua ini. Alangkah terkejutnya aku. Sedikit saja aku lengah. Fernan kembali menghilang. Segeraku menghampiri Nawa, "Mau tanya dik, cowok yang tadi aku lihat di dekatmu! Dia ada di mana?" Jawaban N
Entah aku harus bingung atau gimana? Terjadi perampokan di rumah Fernan. Tapi Fernan tidak ditemukan hanya ada darah yang berceceran di beberapa sudut rumah dan barang-barang yang berantakan. Begitu penjelasan Kakek yang ku temui di dekat rumah Fernan. Saat aku pergi dengan putus asa. Kakek itu memanggilku, "Hei, Cucu..."Aku menengok ke belakang dan dia bilang, "Maafkan kami, tidak bisa menolong dia saat terjadi perampokan. Rumahnya yang jauh dari pemukiman warga membuat kami kesulitan mengetahui yang terjadi secara cepat."Aku membalasnya sambil tersenyum, "Gak apa-apa kek. Aku yakin dia masih hidup. Karena jasadnya pun tidak ditemukan." Sampai di rumah, perasaanku masih campur aduk. Apalagi saat Ibuku bertanya, "Kenapa Fernan sekarang jarang kelihatan?"Aku bingung harus jawab apa, jadi ku menjawabnya asal, "Tidak tahu Bu!" Jawabku sambil emosi. Dan Ayah yang mendengar langsung memarahiku, "Ayah tidak suka dengan cowok yang tidak serius. Jika dia
Aku kaget saat tahu yang menyapa ku adalah Yuri, dia kemudian membantuku berdiri. Mungkin karena melihatku kebingungan. Yuri bicara kembali untuk menjelaskannya, “Ini adalah Sekolah populer di Kota ini, jadi mereka semua sombong dan akan mengabaikan pelajar lain apalagi jika dari Sekolah paling tidak populer, maaf, seperti Sekolahmu. Jadi mereka seakan-akan menganggap kamu tidak ada dan pura-pura tidak melihat kamu saat melihat baju seragammu yang merupakan baju seragam Sekolah tidak populer.” Tidak masalah aku direndahkan tapi setidaknya aku dapat berlepas lega karena tahu mereka tidak melihatku bukan karena aku hantu. Ada yang janggal dan aku mengutarakannya ke Yuri, ”Tapi aku masih tidak percaya jika Fernan sama seperti mereka.” Yuri menjawab dengan wajah murung, “Fernan beda, dia bukan sombong tapi menghindari semua orang karena suatu alasan.” Aku penasaran dengan alasan Fernan, "Kenapa dia tidak mau didekati?" Tapi Yuri malah pergi tidak menjawab p
Dia terlihat meragukan ucapanku, itu membuatku cemas dan memillih untuk segera pergi meninggalkannya.Saat aku berbalik, tiba-tiba pandanganku kabur dan semua tampak gelap. Tanganku merasakan tanah, aku ketakutan, “Apakah aku ada di dalam kubur!”Saatku terbangun, kepalaku sangat sakit. Apakah aku dipukul? Perlahan aku membuka mata, pandangan yang buram sedikit demi sedikit tampak jelas. Dan terlihat ada dua pria di depanku, itu sungguh sangat mengejutkanku. Tapi ketika aku mau bergerak tidak bisa. Aku langsung Syok… Saat tahu sedang terikat dikursi.Aku tak bisa mengucapkan satu patah katapun dan hanya gemetar. Salah satu dari dua pria itu kemudian bicara, “Hai cantik! Kami sudah menunggu lama, seseorang yang disayangi oleh Malaikat Hitam itu. Dan akhirnya kami menemukanmu. Dia tidak bisa dilawan dengan kemampuan anehnya itu, jadi kami mustahil bisa membalas dendam langsung. Jika kami tidak bisa menyakiti fisiknya maka kami akan menyaki
Tok...tok...tok..."Iya! bentar." ucap Indi, gadis kuliahan yang tinggal sendirian di rumah peninggalan kakeknya.Dia membuka pintu tanpa melihat dulu lewat jendela."Siapa kamu?" tanya Indi kepada pemuda berjaket dan celana panjang putih.Tapi pemuda itu tidak menjawab dan masuk begitu saja.Membuat Indi panik. "Keluar!" teriaknya.Tapi si pemuda semakin masuk. Indi kemudian berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Mengambil HPnya. Berkali-kali dia mencoba membuka kode HPnya selalu salah."Sial, kenapa aku bikin kode rumit sekali sih." keluh Indi.Kemudian dia teringat masa lalu saat temannya melihat dia sedang membuka kode HPnya. Si teman bertanya, "Yang benar aja. Kok kamu bikin kode gitu." Di jawab oleh Indi, "Kehidupanku sudah rumit. Jadi gak masalah bikin kode rumit. Aku bakalan ingat kok, asal gak panik aja." Dari masa lalu itu, Indi sadar."Aduh!" sambil menepuk jidat.Suara langkah pemuda itu semakin mendekat.Indi mengam
Brakkk. Sebuah mobil berbelok menuju terotoar untuk menabrak Indi. Dia pun terkapar. Mobil itu berusaha melarikan diri. Si pemuda dengan cepat naik ke mobilnya dan mengejar mobil yang menabrak Indi. Si pemuda menghentikan mobilnya, ketika melihat di kaca spion kirinya, Indi yang bergerak sambil menatap ke arahnya. Indi terbangun, sambil memegang kepalanya yang pusing."Kamu, gak bosan-bosannya masuk rumah sakit!" ucap perawat di sampingnya sambil sibuk mengganti kantong darah dengan yang baru."Aku transfusi darah?" tanya Indi langsung."Iya, kebetulan cowo yang membawa kamu punya darah sama denganmu!" Balas perawat itu lagi.Indi benar-benar kaget. Langsung dia melepaskan selang inpusnya."Kamu gak punya perasaan? Dia sampai pucat hanya untuk memberikan kamu darah agar tetap hidup." Marah si perawat."Siapa dia? cowo itu!""Ya, kami gak terpikiran minta namanya saat itu kamu kritis." Indi tetap memilih meninggalkan rumah sakit dengan kep