Setelah mengadakan upacara mepamit pada keluarga, Ni Kesumasari ( Nama Bu Lana ditanggalkan karena sudah cerai) kemudian mengikuti calon suami ke sebuah masjid untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Kini, dia telah sah menjadi penganut agama Islam dan siap untuk menikah secara Islam.
Sore itu suasana sangat indah dan teduh, warna jingga semburat di ufuk barat segera menenggelamkan sang raja siang. Perlahan langit mulai gelap, satu persatu bintang bertaburan di angkasa, berkelip-kelip tertimpa cahaya rembulan. Sebuah tenda hajatan telah berdiri di tengah halaman.
Pelaksanaan ijab kabul akan dilaksanakan esok pagi di rumah Ni Kesumasari. Sebagian keluarga pihak pengantin pria ada yang menginap di sana. Mereka membantu persiapan pernikahan di pihak wanita.
Untuk pernikahan ini Ni Kesumasari dan calon suami sepakat dijadikan satu di rumah mempelai wanita sekaligus acara resepsi. Seluruh perangkat desa diundang oleh Ni Kesum
Sang pria seketika berlari ke arah kamar. Dia khawatir dengan keadaan calon istrinya. Langkah pria itu terhenti depan pintu yang jebol lalu berdiri terpaku. Dalam ruangan telah dipenuhi asap pekat hingga tak tampak lagi apa yang ada di dalam.Dia perlahan memasuki kamar sembari meraba dinding mencari keberadaan sakelar lampu. Beberapa kerabat telah berkerumun di depan kamar. Salah seorang menyalakan senter untuk membantu Bang Deni—calon suami Ni Kesuma—agar bisa menemukan sakelar.Akhirnya Bang Dani telah menghidupkan lampu kamar dan betapa terkejut melihat keadaan kamar yang porak poranda. Tiba-tiba pria tubuh pria berambut gondrong itu lunglai lalu bersimpuh di lantai.“Astaghfirullah ... Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Ni?”Pria ini menangis terisak-isak sembari menatap nanar tubuh hangus terpanggang di depannya. Demi mendengar teriakan Bang Deni seketika para ke
Dari tim dokter akhirnya diketahui mayat gosong yang diketemukan di kamar Ni Kesumasari terindikasi sebagai mayat Dadong Canangsari, yang selama ini diduga raib. Seketika Wayan Suri tersenyum lebar mengetahui hal itu.Wanita itu bahagia, akhirnya mayat sang meme bisa diketemukan dan akan segera menghubungi Ningsih, kakaknya. Soal keberadaan Ni Kesumasari tak terindikasi sama sekali dalam ruangan kamarnya yang gosong.Mereka keluar dari ruangan dokter dengan rasa penasaran dan juga bahagia. Rasa penasaran karena mayat Dadong ada dalam kamar, sedang Ni Kesumasari tak diketahui keberadaannya.Mereka harus segera melaksanakan ngaben untuk jenazah Dadong akan segera diaben agar dapat berinkarnasi. Kini mereka sedang berdiskusi di ruang tunggu.“Saya usul jika tak keberatan. Bagaimana jika kita cari tau keberadaan Ni Kesuma lewat Balian?”Pak Lana menatap satu persatu para
Sehabis salat Magrib diadakan acara pengajian. Para undangan yang hadir terdiri dari umat muslim warga sekitar, jamaah masjid tempat Ni Kesumasari membaca syahadat, teman-teman muslim Bang Deni, dan warga muslim yang dengan suka rela hadir karena simpati terhadap sesama.Lek Dirman, Mak Nah sudah dari pagi membantu Ningsih dan Bang Beni. Meski Wayan Suri beragama Hindu, dia tampak sibuk membantu memasak dan menerima para tamu undangan.Pak Lana dan Sarti datang menjelang Magrib dengan membawa kue, buah dan minuman dalam kemasan. Dalam acara pengajian ini semua anggota keluarga terlibat dan terlihat rukun.Saat ini mereka sedang duduk di teras sembari menunggu tim forensik yang baru selesai mengindentifikasi gundukan tanah di belakang rumah. Mereka butuh kepastian tentang telur, lontar berajah dan sobekan kain untuk dimusnahkan demi ketenangan bersama.“Bang Deni, sobekan kain dan lontar berajah
“Ni!” panggil Bang Deni lirih saat mendekati tubuh wanita berpakaian serba putih tersebut.Pria berbadan tegap berpeci itu pun perlahan menyingkirkan rambut yang menutupi wajah wanita di hadapannya.“Oh, Ni Sayang,” ucap Bang Deni sembari memegang tangan sang wanita lalu memeriksa denyut nadinya.“Alhamdulillah, dia masih hidup!” teriak pria itu bahagia.Tak lama kemudian, Pak Kyai mendekat dengan yang lain.“Bang, tolong, bisikkan azan di sebelah kanan dan ikamah di sebelah kiri,” ucap Pak Kyai memberi saran yang lalu dilaksanakan pria berambut gondrong tersebut.Perlahan tubuh wanita yang tak lain Ni Kesumasari mulai bernapas teratur dan tubuh mulai menghangat. Seketika tubuh wanita itu digendong oleh Bang Deni lalu ditidurkan di kamar sebelah yang lebih bersih.Ningsih, Wayan Suri dan Mak
“Ni Kesuma, mari kita pulang!”Ningsih yang telah dipegang oleh Wayan Suri dan Mak Nah serta para ustaz masih berteriak memanggil nama Bang Deni dan Ni Kesumasari. Lek Dirman segera masuk dan bergabung dengan Bang Deni untuk mengaji bersama.“Ada apa ini, Bang? Lek Dirman?”“Alhamdulillah,” ucap kedua pria yang duduk di kedua tepi pintu berbarengan.“Ni, kuat ambil wudu? Kalo gak kuat, bisa tayamum,” ucap Bang Deni selanjutnya sembari berdiri menghampiri wanita bergamis putih tersebut.“Aku ambil wudu aja, Bang.”Ni Kesumasari berdiri lalu melangkah ke arah toilet yang ada di dalam kamar tersebut. Bang Deni yang khawatir kemudian menghampiri toilet yang sudah tertutup.“Ni, sebelum ambil wudu, ganti baju dulu, ya. Biar suci.”“Oh, ya. Abang
“Assalammu'alaikum.”“Wa'alaikummusalam.”Wajah dengan senyum manis Bang Deni muncul di ambang pintu. Ni Kesumasari segera bangkit lalu berbicara berbisik pada calon suaminya.“Bang, barusan Dadong datang lagi.”“Aneh! Ngomong apa dia?”“Mungkin ada pesan yang ingin disampaikan.”“Nggak perlu didengar. Kita bacain ayat suci lagi. Kasian Ningsih!”“Dia kembali pasti ada urusan yang belum selesai. Aku akan tanyain maunya apa.”“Nggak usah! Biarin aja!”“Baaang?”Ni Kesumasari berusaha merajuk pria berpeci di hadapannya tapi tangannya malah ditarik, hingga langkahnya terhenti seketika.“Nggak usah dipedulikan! Teruskan baca doa. Besok waktu ngaben
Mak Nah yang kerasukan roh Dadong, tahu keberadaan keempat ustaz. Wanita separuh baya itu mengibaskan tangan kirinya beberapa kali dan seketika muncul pusaran angin mengelilingi tubuhnya.Tanpa diduga, Ni Kesumasari cekatan berlari dan merebut kotak yang dipegang wanita separuh baya itu. Ia kemudian masuk dapur, beberapa menit keluar dengan kayu dan botol minyak tanah. Wanita bergamis kuning gading ini pun membuat perapian kecil dan memasukkan kotak itu dalam kobaran api.“Audzubillahiminasyaitonirrojim. Bismillahirahmanirahim!”“Ini jalan yang kau pilih, Bik Tut!” teriak Ni Kesumasari berapi-api, tampak sekali amarah di raut wajahnya.“Auch ... panaaas!”Secara mengejutkan, tubuh Mak Nah mengejang beberapa saat lalu seluruh tubuh diselimuti asap. Sebentuk bayangan berwarna merah keluar dari kepala wanita separuh baya itu lalu mel
“Suri, Lek Dirman tadi dengar pembicaraan kita gak, ya?” tanya Ningsih was-was.“Kayaknya, sih. Gak dengar.”“Moga aja, gak dengar. Mbok jadi khawatir juga kalo Lek Dirman dengar. Moga aja kalo pun dengar, bisa jaga rahasia.”“Moga aja. Kita liat Mbok Yan, yuk!” ajak Wayan Suri segera bangkit dari kursi.Kemudian kakak beradik tersebut melangkah menuju tempat Ni Kesumasari mendapat tindakan. Saat mereka sampai, Pak Lana berpamitan akan pulang. Setelah kepergian pria tersebut, keduanya mendekati pembaringan Ni Kesumasari. Sedangkan Bang Deni tampak serius berunding dengan Lek Dirman. Sejurus kemudian kedua wanita itu menghampiri kedua pria berpeci.“Bang, Lek! Gimana kata perawat?” tanya Ningsih sembari menoleh ke arah tirai yang tertutup.“Kayaknya harus diambil tindakan operasi hari ini juga,&