“Assalammu'alaikum.”
“Wa'alaikummusalam.”
Wajah dengan senyum manis Bang Deni muncul di ambang pintu. Ni Kesumasari segera bangkit lalu berbicara berbisik pada calon suaminya.
“Bang, barusan Dadong datang lagi.”
“Aneh! Ngomong apa dia?”
“Mungkin ada pesan yang ingin disampaikan.”
“Nggak perlu didengar. Kita bacain ayat suci lagi. Kasian Ningsih!”
“Dia kembali pasti ada urusan yang belum selesai. Aku akan tanyain maunya apa.”
“Nggak usah! Biarin aja!”
“Baaang?”
Ni Kesumasari berusaha merajuk pria berpeci di hadapannya tapi tangannya malah ditarik, hingga langkahnya terhenti seketika.
“Nggak usah dipedulikan! Teruskan baca doa. Besok waktu ngaben
Mak Nah yang kerasukan roh Dadong, tahu keberadaan keempat ustaz. Wanita separuh baya itu mengibaskan tangan kirinya beberapa kali dan seketika muncul pusaran angin mengelilingi tubuhnya.Tanpa diduga, Ni Kesumasari cekatan berlari dan merebut kotak yang dipegang wanita separuh baya itu. Ia kemudian masuk dapur, beberapa menit keluar dengan kayu dan botol minyak tanah. Wanita bergamis kuning gading ini pun membuat perapian kecil dan memasukkan kotak itu dalam kobaran api.“Audzubillahiminasyaitonirrojim. Bismillahirahmanirahim!”“Ini jalan yang kau pilih, Bik Tut!” teriak Ni Kesumasari berapi-api, tampak sekali amarah di raut wajahnya.“Auch ... panaaas!”Secara mengejutkan, tubuh Mak Nah mengejang beberapa saat lalu seluruh tubuh diselimuti asap. Sebentuk bayangan berwarna merah keluar dari kepala wanita separuh baya itu lalu mel
“Suri, Lek Dirman tadi dengar pembicaraan kita gak, ya?” tanya Ningsih was-was.“Kayaknya, sih. Gak dengar.”“Moga aja, gak dengar. Mbok jadi khawatir juga kalo Lek Dirman dengar. Moga aja kalo pun dengar, bisa jaga rahasia.”“Moga aja. Kita liat Mbok Yan, yuk!” ajak Wayan Suri segera bangkit dari kursi.Kemudian kakak beradik tersebut melangkah menuju tempat Ni Kesumasari mendapat tindakan. Saat mereka sampai, Pak Lana berpamitan akan pulang. Setelah kepergian pria tersebut, keduanya mendekati pembaringan Ni Kesumasari. Sedangkan Bang Deni tampak serius berunding dengan Lek Dirman. Sejurus kemudian kedua wanita itu menghampiri kedua pria berpeci.“Bang, Lek! Gimana kata perawat?” tanya Ningsih sembari menoleh ke arah tirai yang tertutup.“Kayaknya harus diambil tindakan operasi hari ini juga,&
Ningsih sudah menghabiskan porsi makannya sembari menunggu sang adik yang lemot menyantap makanan, iseng-iseng ia bermain ponsel. Dalam sebuah laman sosial media tanpa sadar matanya dibuat takjub lalu menyodorkan tangkapan layar ponselnya kepada Wayan Suri.“Apa ini, Mbok? Kok bisa?”Seketika wanita polos dan selalu baik hati pada siapa pun itu menghentikan aktivitas mengunyah. Mata belognya tak berkedip menatap layar ponsel di hadapan.“Ini Mbok Yan? Tapi kok, namanya lain? Kok ....”Belum tuntas rasa penasaran Wayan Suri terpaksa terputus gara-gara ada panggilan masuk dari Bang Deni. Akhirnya ponsel pindah tangan ke kakaknya. Ningsih segera memasang speaker aktif saat menjawab panggilan masuk agar sang adik bisa ikut mendengarnya.“Ada apa, Bang?” tanya Ningsih.“Udah selesai sarapan?”&ld
“Operasi sekarang? Emang Mbok Yan kenapa?”Pertanyaan itu seketika meluncur dari mulut Mak Nah, saat Ningsih memberitahu keperluannya pulang bersama sang adik. Ningsih menceritakan semua mengenai Ni Kesumasari berdasar hasil rontgen.“Nggak menyangka seserius ini,” sahut Lek Dirman kemudian.“Minta doanya aja, buat Mbok Yan,” ucap Ningsih sembari meminum teh hangat yang disodorkan oleh Mak Nah.Wayan Suri yang sudah tak sabaran ingin mencicipi jajanan yang dibikin para kerabat, langsung menyelonong ke dapur dengan membawa minumannya.“Mak Nah, izin ke dapur, ya? Aromanya menggoda cacing perut,” ucap Wayan Suri setengah teriak.“Silakan, Mbok Gek,” jawab Mak Nah sembari tersenyum.Wanita separuh baya ini sangat bahagia melihat kerukunan di antara mereka. Padahal hubungan mereka be
“Katamu belum tuntas, apa itu?”tanya Pak Lana sembari menatap ke arah Wayan Suri.“Tyang belum bakar rambut di atas jasad Meme, Bli.”“Kok bisa gitu?” Ningsih makin dibuat penasaran dengan jawaban sang adik.“Dulu Meme pernah lakukan itu saat We sakit agar segera meninggal dan tak bisa reinkarnasi. Meme menginginkan ilmu We.”*We: Bibi“Itu sama dengan membunuh We,” ucap Ningsih dengan berapi-api.Wanita keturunan Jawa ini tak menyangka memenya bisa bertindak sekejam itu. Dalam bayangan Ningsih, memenya adalah wanita berhati lembut dan sayang keluarga dan nyatanya seperti itu.“Yaudah, Bli pergi dulu. Petugas udah datang.”“Tunggu, Bli! Ada yang ingin aku tanyakan,”sahut Ningsih sembari berdiri menghampiri Pak Lana yang b
“Bliii ...!”teriak Wayan Suri kepada Pak Lana.Pak Lana justru berpura-pura tak mendengar nada protes dari kedua mantan sepupunya itu. Pria hitam manis itu melangkah ke arah kulkas lalu mengambil air mineral, membuka tutup dan segera meneguk separuh isinya.Tingkah laku pria tersebut dalam tatapan tajam dua pasang mata kerabat wanitanya. Pak Lana bahkan tersenyum manis ke arah keduanya diiringi derai tawa kecil Lek Dirman dan Mak Nah.“Bliii ...!” teriak Wayan Suri saat Pak Lana akan keluar dari dapur.“Nanti aja, Bli Yan lagi buru-buru,” balas Pak Lana berlalu ke arah depan.“Udahlah! Bli Lana mungkin mau ke kantor polisi. Tanya Lek Dirman aja,” sahut Ningsih sembari memakai jaket.“Mbok, pake jaket, mau ke mana?”“Lah, Gek Bali ini udah amnesia.”
Ningsih dan Wayan Suri kemudian segera beranjak menuju tempat penyimpanan jenazah. Saat akan masuk, mereka melihat jenazah sudah diletakkan dalam peti, tinggal menunggu ambulans yang akan mengantar ke rumah. Pak Lana ikut membantu mengangkat peti bersama tiga petugas.“Bli, tyang boleh ikut naik ambulans? Tungguin peti,” ucap Wayan Suri mendekati Pak Lana yang baru selesai masukan peti bersama petugas.“Bli bukan petugas, Suri. Coba tanyain beliau,” ucap Pak Lana sembari menoleh ke arah yang dimaksud.Petugas yang dimaksud segera mengangguk sambil tersenyum lalu membuka kembali pintu bagian belakang ambulans dan mempersilakan Wayan Suri masuk. Wanita berpakaian adat itu kemudian naik dengan berhati-hati.Ningsih gegas mengambil motor lalu mengikuti iringan dua mobil yang ada di depan. Pak Lana tersenyum melihat Ningsih dari kaca spion mobil. Pria ini tahu benar mantan sepupuny
Ningsih mendengar perkataan sang adik dengan terharu. Tak terasa buliran air mata menetes dari kedua pelupuk mata. Ia balas menggenggam erat jari jemari Wayan Suri lalu mengusap-usap dengan penuh kasih.Ningsih merasa berterima kasih dengan apa yang sudah dilakukan oleh sang adik. Tindakan nekad Wayan Suri demi keselamatan keluarga besar mereka. Segala tindakan apa pun di atas bumi selalu ada berefek samping, baik positif maupun negatif.Apalagi ini adalah ilmu hitam, pasti bagi para penganutnya, tindakan Wayan Suri adalah bentuk pembangkangan pada junjungan sesembahan mereka Ratu Calon Arang. Mereka akan jengkel dan timbul dendam pada garis keturunan yang berusaha memusnahkan ilmu warisan tersebut.Tindakan Wayan Suri adalah imbas dari rasa jenuh dan kalut, pasti juga dirasakan oleh anggota keluarga uang yang lain. Ningsih merasa bangga dengan tindakan yang telah dilakukan sang adik dan akan kasih support.Wanita keturunan Jawa itu berjanji pada ad