Ningsih sudah menghabiskan porsi makannya sembari menunggu sang adik yang lemot menyantap makanan, iseng-iseng ia bermain ponsel. Dalam sebuah laman sosial media tanpa sadar matanya dibuat takjub lalu menyodorkan tangkapan layar ponselnya kepada Wayan Suri.
“Apa ini, Mbok? Kok bisa?”
Seketika wanita polos dan selalu baik hati pada siapa pun itu menghentikan aktivitas mengunyah. Mata belognya tak berkedip menatap layar ponsel di hadapan.
“Ini Mbok Yan? Tapi kok, namanya lain? Kok ....”
Belum tuntas rasa penasaran Wayan Suri terpaksa terputus gara-gara ada panggilan masuk dari Bang Deni. Akhirnya ponsel pindah tangan ke kakaknya. Ningsih segera memasang speaker aktif saat menjawab panggilan masuk agar sang adik bisa ikut mendengarnya.
“Ada apa, Bang?” tanya Ningsih.
“Udah selesai sarapan?”
&ld
“Operasi sekarang? Emang Mbok Yan kenapa?”Pertanyaan itu seketika meluncur dari mulut Mak Nah, saat Ningsih memberitahu keperluannya pulang bersama sang adik. Ningsih menceritakan semua mengenai Ni Kesumasari berdasar hasil rontgen.“Nggak menyangka seserius ini,” sahut Lek Dirman kemudian.“Minta doanya aja, buat Mbok Yan,” ucap Ningsih sembari meminum teh hangat yang disodorkan oleh Mak Nah.Wayan Suri yang sudah tak sabaran ingin mencicipi jajanan yang dibikin para kerabat, langsung menyelonong ke dapur dengan membawa minumannya.“Mak Nah, izin ke dapur, ya? Aromanya menggoda cacing perut,” ucap Wayan Suri setengah teriak.“Silakan, Mbok Gek,” jawab Mak Nah sembari tersenyum.Wanita separuh baya ini sangat bahagia melihat kerukunan di antara mereka. Padahal hubungan mereka be
“Katamu belum tuntas, apa itu?”tanya Pak Lana sembari menatap ke arah Wayan Suri.“Tyang belum bakar rambut di atas jasad Meme, Bli.”“Kok bisa gitu?” Ningsih makin dibuat penasaran dengan jawaban sang adik.“Dulu Meme pernah lakukan itu saat We sakit agar segera meninggal dan tak bisa reinkarnasi. Meme menginginkan ilmu We.”*We: Bibi“Itu sama dengan membunuh We,” ucap Ningsih dengan berapi-api.Wanita keturunan Jawa ini tak menyangka memenya bisa bertindak sekejam itu. Dalam bayangan Ningsih, memenya adalah wanita berhati lembut dan sayang keluarga dan nyatanya seperti itu.“Yaudah, Bli pergi dulu. Petugas udah datang.”“Tunggu, Bli! Ada yang ingin aku tanyakan,”sahut Ningsih sembari berdiri menghampiri Pak Lana yang b
“Bliii ...!”teriak Wayan Suri kepada Pak Lana.Pak Lana justru berpura-pura tak mendengar nada protes dari kedua mantan sepupunya itu. Pria hitam manis itu melangkah ke arah kulkas lalu mengambil air mineral, membuka tutup dan segera meneguk separuh isinya.Tingkah laku pria tersebut dalam tatapan tajam dua pasang mata kerabat wanitanya. Pak Lana bahkan tersenyum manis ke arah keduanya diiringi derai tawa kecil Lek Dirman dan Mak Nah.“Bliii ...!” teriak Wayan Suri saat Pak Lana akan keluar dari dapur.“Nanti aja, Bli Yan lagi buru-buru,” balas Pak Lana berlalu ke arah depan.“Udahlah! Bli Lana mungkin mau ke kantor polisi. Tanya Lek Dirman aja,” sahut Ningsih sembari memakai jaket.“Mbok, pake jaket, mau ke mana?”“Lah, Gek Bali ini udah amnesia.”
Ningsih dan Wayan Suri kemudian segera beranjak menuju tempat penyimpanan jenazah. Saat akan masuk, mereka melihat jenazah sudah diletakkan dalam peti, tinggal menunggu ambulans yang akan mengantar ke rumah. Pak Lana ikut membantu mengangkat peti bersama tiga petugas.“Bli, tyang boleh ikut naik ambulans? Tungguin peti,” ucap Wayan Suri mendekati Pak Lana yang baru selesai masukan peti bersama petugas.“Bli bukan petugas, Suri. Coba tanyain beliau,” ucap Pak Lana sembari menoleh ke arah yang dimaksud.Petugas yang dimaksud segera mengangguk sambil tersenyum lalu membuka kembali pintu bagian belakang ambulans dan mempersilakan Wayan Suri masuk. Wanita berpakaian adat itu kemudian naik dengan berhati-hati.Ningsih gegas mengambil motor lalu mengikuti iringan dua mobil yang ada di depan. Pak Lana tersenyum melihat Ningsih dari kaca spion mobil. Pria ini tahu benar mantan sepupuny
Ningsih mendengar perkataan sang adik dengan terharu. Tak terasa buliran air mata menetes dari kedua pelupuk mata. Ia balas menggenggam erat jari jemari Wayan Suri lalu mengusap-usap dengan penuh kasih.Ningsih merasa berterima kasih dengan apa yang sudah dilakukan oleh sang adik. Tindakan nekad Wayan Suri demi keselamatan keluarga besar mereka. Segala tindakan apa pun di atas bumi selalu ada berefek samping, baik positif maupun negatif.Apalagi ini adalah ilmu hitam, pasti bagi para penganutnya, tindakan Wayan Suri adalah bentuk pembangkangan pada junjungan sesembahan mereka Ratu Calon Arang. Mereka akan jengkel dan timbul dendam pada garis keturunan yang berusaha memusnahkan ilmu warisan tersebut.Tindakan Wayan Suri adalah imbas dari rasa jenuh dan kalut, pasti juga dirasakan oleh anggota keluarga uang yang lain. Ningsih merasa bangga dengan tindakan yang telah dilakukan sang adik dan akan kasih support.Wanita keturunan Jawa itu berjanji pada ad
Pak Lana sangat paham dengan pemikiran kedua wanita tersebut. Pria hitam manis itu tahu, baik Wayan Suri maupun Ningsih tak ingin membuat malu Ni Kesumasari. Namun, memang tak ada cara lain lagi untuk mengatasi segala kemelut yang tejadi akibat dari ilmu leak yang telah melekat.“Bli, ngerti, maksud kalian baik. Coba ajak diskusi Bang Deni, siapa tau punya solusi,” kata Pak Lana kemudian.“Menurut Bli Yan, masih mau bertahankah Bang Deni, saat tahu segalanya?”“Coba ngomong pakai bahasa yang halus. Nanti Bli Yan bantu memberi penjelasan sedikit. Ayo, kita turun!”Kakak beradik itu pun akhirnya bisa tersenyum setelah mendapat dukungan mantan sepupu baik hati. Mereka turun dari mobil lalu beranjak masuk rumah sakit. Setiap langkah tergiring doa di sepanjang koridor panjang dengan ruang perawatan di sisi kanan dan kiri.Pak Lana dalam hati ikut berdoa bagi keselamatan Ni Kesumasari. Cinta pertamanya yang harus berak
“Tyang bersedia dirukiah,” ucap Ni Kesumasari sembari tersenyum ke arah adik-adiknya.“Demi Allah, Tuhan yang tyang sembah, dengan ikhlas dan atas izin Allah tyang ingin cabut ilmu. Ningsih, Suri tolong bantu Mbok Yan, ya,” ucap Ni Kesumasari dengan terisak-isak tampak sekali rasa penyesalan dari raut wajah wanita asli Bali itu.“Alhamdulillah,” sahut Ningsih.“Mbok, ampura. Tapi ... risikonya ....” Wayan Suri tak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia jadi serba salah, padahal hal itu yang terpenting harus diketahui si mbok. (Ampura: maaf)“Kenapa gak dilanjut? Risiko apaan, Suri?” tanya Ni Kesumasari seketika.“Mbok, mohon maaf. Kalo ilmu itu dicabut otomatis keistimewaan yang didapat dari ilmu itu pun lenyap,” sahut Ningsih berusaha menjelaskan.“Maksudmu?”“Gini, Sayang. Begitu ilmu dicabut, kamu akan jadi seperti asalnya. Badan dan kesegaran tub
“Terserah kalian aja. Yang penting, jangan ada korban lagi dan ilmu itu harus enyah dari keluarga besar kita,”ucap Pak Lana sembari geleng-geleng.Bertiga membahas langkah apa saja yang harus dilakukan untuk menyingkirkan ilmu leak dari silsilah keluarga besar. Sebenarnya, keluarga Pak Lana bukan termasuk keluarga besar keturunan Dadong Canangsari, berhubung proses penitisan ilmu telah dirusak oleh Ni Kesumasari, akhirnya ilmu bisa ke mana saja tanpa diketahui jejaknya.Hal tersebut bisa jadi ancaman bagi semua orang yang terhubung secara garis keluarga maupun tidak.Tak lama kemudian, Pak Lana berpamitan kepada keduanya akan ke toilet. Ningsih membuka laman facebook lalu memperlihatkan kepada sang adik.“Lalu ini siapa, Suri?”“Entar tyang beresin Mbok.”“Berarti, kamu udah tau, siapa dia?”“Ini jiwa murni Mbok Yan yang tersisih dari tubuhnya sekarang.”“Pake tubu