“Ni!” panggil Bang Deni lirih saat mendekati tubuh wanita berpakaian serba putih tersebut.
Pria berbadan tegap berpeci itu pun perlahan menyingkirkan rambut yang menutupi wajah wanita di hadapannya.
“Oh, Ni Sayang,” ucap Bang Deni sembari memegang tangan sang wanita lalu memeriksa denyut nadinya.
“Alhamdulillah, dia masih hidup!” teriak pria itu bahagia.
Tak lama kemudian, Pak Kyai mendekat dengan yang lain.
“Bang, tolong, bisikkan azan di sebelah kanan dan ikamah di sebelah kiri,” ucap Pak Kyai memberi saran yang lalu dilaksanakan pria berambut gondrong tersebut.
Perlahan tubuh wanita yang tak lain Ni Kesumasari mulai bernapas teratur dan tubuh mulai menghangat. Seketika tubuh wanita itu digendong oleh Bang Deni lalu ditidurkan di kamar sebelah yang lebih bersih.
Ningsih, Wayan Suri dan Mak
“Ni Kesuma, mari kita pulang!”Ningsih yang telah dipegang oleh Wayan Suri dan Mak Nah serta para ustaz masih berteriak memanggil nama Bang Deni dan Ni Kesumasari. Lek Dirman segera masuk dan bergabung dengan Bang Deni untuk mengaji bersama.“Ada apa ini, Bang? Lek Dirman?”“Alhamdulillah,” ucap kedua pria yang duduk di kedua tepi pintu berbarengan.“Ni, kuat ambil wudu? Kalo gak kuat, bisa tayamum,” ucap Bang Deni selanjutnya sembari berdiri menghampiri wanita bergamis putih tersebut.“Aku ambil wudu aja, Bang.”Ni Kesumasari berdiri lalu melangkah ke arah toilet yang ada di dalam kamar tersebut. Bang Deni yang khawatir kemudian menghampiri toilet yang sudah tertutup.“Ni, sebelum ambil wudu, ganti baju dulu, ya. Biar suci.”“Oh, ya. Abang
“Assalammu'alaikum.”“Wa'alaikummusalam.”Wajah dengan senyum manis Bang Deni muncul di ambang pintu. Ni Kesumasari segera bangkit lalu berbicara berbisik pada calon suaminya.“Bang, barusan Dadong datang lagi.”“Aneh! Ngomong apa dia?”“Mungkin ada pesan yang ingin disampaikan.”“Nggak perlu didengar. Kita bacain ayat suci lagi. Kasian Ningsih!”“Dia kembali pasti ada urusan yang belum selesai. Aku akan tanyain maunya apa.”“Nggak usah! Biarin aja!”“Baaang?”Ni Kesumasari berusaha merajuk pria berpeci di hadapannya tapi tangannya malah ditarik, hingga langkahnya terhenti seketika.“Nggak usah dipedulikan! Teruskan baca doa. Besok waktu ngaben
Mak Nah yang kerasukan roh Dadong, tahu keberadaan keempat ustaz. Wanita separuh baya itu mengibaskan tangan kirinya beberapa kali dan seketika muncul pusaran angin mengelilingi tubuhnya.Tanpa diduga, Ni Kesumasari cekatan berlari dan merebut kotak yang dipegang wanita separuh baya itu. Ia kemudian masuk dapur, beberapa menit keluar dengan kayu dan botol minyak tanah. Wanita bergamis kuning gading ini pun membuat perapian kecil dan memasukkan kotak itu dalam kobaran api.“Audzubillahiminasyaitonirrojim. Bismillahirahmanirahim!”“Ini jalan yang kau pilih, Bik Tut!” teriak Ni Kesumasari berapi-api, tampak sekali amarah di raut wajahnya.“Auch ... panaaas!”Secara mengejutkan, tubuh Mak Nah mengejang beberapa saat lalu seluruh tubuh diselimuti asap. Sebentuk bayangan berwarna merah keluar dari kepala wanita separuh baya itu lalu mel
“Suri, Lek Dirman tadi dengar pembicaraan kita gak, ya?” tanya Ningsih was-was.“Kayaknya, sih. Gak dengar.”“Moga aja, gak dengar. Mbok jadi khawatir juga kalo Lek Dirman dengar. Moga aja kalo pun dengar, bisa jaga rahasia.”“Moga aja. Kita liat Mbok Yan, yuk!” ajak Wayan Suri segera bangkit dari kursi.Kemudian kakak beradik tersebut melangkah menuju tempat Ni Kesumasari mendapat tindakan. Saat mereka sampai, Pak Lana berpamitan akan pulang. Setelah kepergian pria tersebut, keduanya mendekati pembaringan Ni Kesumasari. Sedangkan Bang Deni tampak serius berunding dengan Lek Dirman. Sejurus kemudian kedua wanita itu menghampiri kedua pria berpeci.“Bang, Lek! Gimana kata perawat?” tanya Ningsih sembari menoleh ke arah tirai yang tertutup.“Kayaknya harus diambil tindakan operasi hari ini juga,&
Ningsih sudah menghabiskan porsi makannya sembari menunggu sang adik yang lemot menyantap makanan, iseng-iseng ia bermain ponsel. Dalam sebuah laman sosial media tanpa sadar matanya dibuat takjub lalu menyodorkan tangkapan layar ponselnya kepada Wayan Suri.“Apa ini, Mbok? Kok bisa?”Seketika wanita polos dan selalu baik hati pada siapa pun itu menghentikan aktivitas mengunyah. Mata belognya tak berkedip menatap layar ponsel di hadapan.“Ini Mbok Yan? Tapi kok, namanya lain? Kok ....”Belum tuntas rasa penasaran Wayan Suri terpaksa terputus gara-gara ada panggilan masuk dari Bang Deni. Akhirnya ponsel pindah tangan ke kakaknya. Ningsih segera memasang speaker aktif saat menjawab panggilan masuk agar sang adik bisa ikut mendengarnya.“Ada apa, Bang?” tanya Ningsih.“Udah selesai sarapan?”&ld
“Operasi sekarang? Emang Mbok Yan kenapa?”Pertanyaan itu seketika meluncur dari mulut Mak Nah, saat Ningsih memberitahu keperluannya pulang bersama sang adik. Ningsih menceritakan semua mengenai Ni Kesumasari berdasar hasil rontgen.“Nggak menyangka seserius ini,” sahut Lek Dirman kemudian.“Minta doanya aja, buat Mbok Yan,” ucap Ningsih sembari meminum teh hangat yang disodorkan oleh Mak Nah.Wayan Suri yang sudah tak sabaran ingin mencicipi jajanan yang dibikin para kerabat, langsung menyelonong ke dapur dengan membawa minumannya.“Mak Nah, izin ke dapur, ya? Aromanya menggoda cacing perut,” ucap Wayan Suri setengah teriak.“Silakan, Mbok Gek,” jawab Mak Nah sembari tersenyum.Wanita separuh baya ini sangat bahagia melihat kerukunan di antara mereka. Padahal hubungan mereka be
“Katamu belum tuntas, apa itu?”tanya Pak Lana sembari menatap ke arah Wayan Suri.“Tyang belum bakar rambut di atas jasad Meme, Bli.”“Kok bisa gitu?” Ningsih makin dibuat penasaran dengan jawaban sang adik.“Dulu Meme pernah lakukan itu saat We sakit agar segera meninggal dan tak bisa reinkarnasi. Meme menginginkan ilmu We.”*We: Bibi“Itu sama dengan membunuh We,” ucap Ningsih dengan berapi-api.Wanita keturunan Jawa ini tak menyangka memenya bisa bertindak sekejam itu. Dalam bayangan Ningsih, memenya adalah wanita berhati lembut dan sayang keluarga dan nyatanya seperti itu.“Yaudah, Bli pergi dulu. Petugas udah datang.”“Tunggu, Bli! Ada yang ingin aku tanyakan,”sahut Ningsih sembari berdiri menghampiri Pak Lana yang b
“Bliii ...!”teriak Wayan Suri kepada Pak Lana.Pak Lana justru berpura-pura tak mendengar nada protes dari kedua mantan sepupunya itu. Pria hitam manis itu melangkah ke arah kulkas lalu mengambil air mineral, membuka tutup dan segera meneguk separuh isinya.Tingkah laku pria tersebut dalam tatapan tajam dua pasang mata kerabat wanitanya. Pak Lana bahkan tersenyum manis ke arah keduanya diiringi derai tawa kecil Lek Dirman dan Mak Nah.“Bliii ...!” teriak Wayan Suri saat Pak Lana akan keluar dari dapur.“Nanti aja, Bli Yan lagi buru-buru,” balas Pak Lana berlalu ke arah depan.“Udahlah! Bli Lana mungkin mau ke kantor polisi. Tanya Lek Dirman aja,” sahut Ningsih sembari memakai jaket.“Mbok, pake jaket, mau ke mana?”“Lah, Gek Bali ini udah amnesia.”