Malam ini Bu Lana telah mempersiapkan segala keperluan ritual secara komplit. Asu Bang Bungkem, Ayam Cemani hitam mulus, kelapa gading dengan sesaji yang lain. Kali ini harus bisa berhasil, dia tak mau gagal kedua kalinya dan tak ingin mendapat hukuman lagi.
Darah Asu Bang Bungkem dan Ayam Cemani telah dicampur jadi satu dalam kelapa gading yang telah dipotong sisi bagian atas, sebagian tulang belulang kedua hewan telah pula dimasukkan dalam kelapa sembari melantunkan matra pemujaan bagi Ratu Kegelapan.
Dirinya yang telah berbalut kain putih, mengolesi sekujur tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan darah tersebut. Setelah merasa sekujur tubuh telah terbalur dengan darah, dia pun bersila di depan meja sesaji.
Sebuah kemenyan dibakar menyusul sebuah dupa dihidupkan. Di atas meja sebuah lampu minyak bercahaya temaram, tangan wanita setengah baya ini terulur di atas bara api lampu, sesaat dari arah api tercium arom
Setelah merencanakan dari beberapa hari kedua pasangan yang beda usia ini pun memberanikan diri berkunjung ke rumah Pak Lana dan Sarti. Bu Lana dari dua hari yang lalu sudah menelepon suaminya untuk meminta izin bertemu. Tentu saja permintaan Bu Lana diterima dengan senang hati oleh Pak Lana.Pria itu tahu apa yang diinginkan sang istri pertama tersebut karena dia telah dapat kabar dari dokter yang memeriksanya. Pak Lana mempersilakan istrinya ini datang sore hari. Hari ini Bu Lana sudah bersiap-siap di depan teras menunggu pacarnya menjemput.Beberapa saat menunggu akhirnya sang pacar datang dan mereka segera berboncengan ke arah rumah baru Pak Lana. Jarak rumah mereka sekitar lima belas kilometer dan memakan waktu sekitar dua puluh menit perjalanan. Setelah melewati jalanan macet kedua orang tersebut sudah sampai di depan rumah baru.Bu Lana segera turun dari motor lalu memencet tombol bel di sebelah kiri pintu g
Tiba saatnya malam Kajeng Kliwon, Bu Lana melakukan berbagai persiapan untuk ritual. Dalam otaknya telah tersimpan bakal janin yang terpilih untuk dijadikan tumbal. Beberapa hari wanita itu telah mengamati calon tumbalnya.Kini, segala pelengkap sudah tersedia, ayam cemani, asu bang bungkem, banten khusus, tiga buah canang, kemenyan dan dupa. Tampak di atas meja terdapat dua arca kecil Dewi Durga dan Ratu Nating Girah/Calon Arang.Kedua arca sudah diusap dengan minyak wangi khusus, beraroma menyengat dan darah kental dari asu bang bungkem. Sebuah kalung dari rangkaian melati dilingkarkan pada kedua leher arca. Bunga tujuh rupa telah direndam dalam air, dupa dan menyan telah dihidupkan dibakar.Telur tembean ayam kampung telah ditulis rajah dua inisial nama pemilik janin. Tinta dari darah ayam cemani dipakai untuk menuliskannya. Ni Kesumasari—nama gadis Bu Lana—duduk menghadap meja persembahan.
Setelah mengadakan upacara mepamit pada keluarga, Ni Kesumasari ( Nama Bu Lana ditanggalkan karena sudah cerai) kemudian mengikuti calon suami ke sebuah masjid untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Kini, dia telah sah menjadi penganut agama Islam dan siap untuk menikah secara Islam.Sore itu suasana sangat indah dan teduh, warna jingga semburat di ufuk barat segera menenggelamkan sang raja siang. Perlahan langit mulai gelap, satu persatu bintang bertaburan di angkasa, berkelip-kelip tertimpa cahaya rembulan. Sebuah tenda hajatan telah berdiri di tengah halaman.Pelaksanaan ijab kabul akan dilaksanakan esok pagi di rumah Ni Kesumasari. Sebagian keluarga pihak pengantin pria ada yang menginap di sana. Mereka membantu persiapan pernikahan di pihak wanita.Untuk pernikahan ini Ni Kesumasari dan calon suami sepakat dijadikan satu di rumah mempelai wanita sekaligus acara resepsi. Seluruh perangkat desa diundang oleh Ni Kesum
Sang pria seketika berlari ke arah kamar. Dia khawatir dengan keadaan calon istrinya. Langkah pria itu terhenti depan pintu yang jebol lalu berdiri terpaku. Dalam ruangan telah dipenuhi asap pekat hingga tak tampak lagi apa yang ada di dalam.Dia perlahan memasuki kamar sembari meraba dinding mencari keberadaan sakelar lampu. Beberapa kerabat telah berkerumun di depan kamar. Salah seorang menyalakan senter untuk membantu Bang Deni—calon suami Ni Kesuma—agar bisa menemukan sakelar.Akhirnya Bang Dani telah menghidupkan lampu kamar dan betapa terkejut melihat keadaan kamar yang porak poranda. Tiba-tiba pria tubuh pria berambut gondrong itu lunglai lalu bersimpuh di lantai.“Astaghfirullah ... Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Ni?”Pria ini menangis terisak-isak sembari menatap nanar tubuh hangus terpanggang di depannya. Demi mendengar teriakan Bang Deni seketika para ke
Dari tim dokter akhirnya diketahui mayat gosong yang diketemukan di kamar Ni Kesumasari terindikasi sebagai mayat Dadong Canangsari, yang selama ini diduga raib. Seketika Wayan Suri tersenyum lebar mengetahui hal itu.Wanita itu bahagia, akhirnya mayat sang meme bisa diketemukan dan akan segera menghubungi Ningsih, kakaknya. Soal keberadaan Ni Kesumasari tak terindikasi sama sekali dalam ruangan kamarnya yang gosong.Mereka keluar dari ruangan dokter dengan rasa penasaran dan juga bahagia. Rasa penasaran karena mayat Dadong ada dalam kamar, sedang Ni Kesumasari tak diketahui keberadaannya.Mereka harus segera melaksanakan ngaben untuk jenazah Dadong akan segera diaben agar dapat berinkarnasi. Kini mereka sedang berdiskusi di ruang tunggu.“Saya usul jika tak keberatan. Bagaimana jika kita cari tau keberadaan Ni Kesuma lewat Balian?”Pak Lana menatap satu persatu para
Sehabis salat Magrib diadakan acara pengajian. Para undangan yang hadir terdiri dari umat muslim warga sekitar, jamaah masjid tempat Ni Kesumasari membaca syahadat, teman-teman muslim Bang Deni, dan warga muslim yang dengan suka rela hadir karena simpati terhadap sesama.Lek Dirman, Mak Nah sudah dari pagi membantu Ningsih dan Bang Beni. Meski Wayan Suri beragama Hindu, dia tampak sibuk membantu memasak dan menerima para tamu undangan.Pak Lana dan Sarti datang menjelang Magrib dengan membawa kue, buah dan minuman dalam kemasan. Dalam acara pengajian ini semua anggota keluarga terlibat dan terlihat rukun.Saat ini mereka sedang duduk di teras sembari menunggu tim forensik yang baru selesai mengindentifikasi gundukan tanah di belakang rumah. Mereka butuh kepastian tentang telur, lontar berajah dan sobekan kain untuk dimusnahkan demi ketenangan bersama.“Bang Deni, sobekan kain dan lontar berajah
“Ni!” panggil Bang Deni lirih saat mendekati tubuh wanita berpakaian serba putih tersebut.Pria berbadan tegap berpeci itu pun perlahan menyingkirkan rambut yang menutupi wajah wanita di hadapannya.“Oh, Ni Sayang,” ucap Bang Deni sembari memegang tangan sang wanita lalu memeriksa denyut nadinya.“Alhamdulillah, dia masih hidup!” teriak pria itu bahagia.Tak lama kemudian, Pak Kyai mendekat dengan yang lain.“Bang, tolong, bisikkan azan di sebelah kanan dan ikamah di sebelah kiri,” ucap Pak Kyai memberi saran yang lalu dilaksanakan pria berambut gondrong tersebut.Perlahan tubuh wanita yang tak lain Ni Kesumasari mulai bernapas teratur dan tubuh mulai menghangat. Seketika tubuh wanita itu digendong oleh Bang Deni lalu ditidurkan di kamar sebelah yang lebih bersih.Ningsih, Wayan Suri dan Mak
“Ni Kesuma, mari kita pulang!”Ningsih yang telah dipegang oleh Wayan Suri dan Mak Nah serta para ustaz masih berteriak memanggil nama Bang Deni dan Ni Kesumasari. Lek Dirman segera masuk dan bergabung dengan Bang Deni untuk mengaji bersama.“Ada apa ini, Bang? Lek Dirman?”“Alhamdulillah,” ucap kedua pria yang duduk di kedua tepi pintu berbarengan.“Ni, kuat ambil wudu? Kalo gak kuat, bisa tayamum,” ucap Bang Deni selanjutnya sembari berdiri menghampiri wanita bergamis putih tersebut.“Aku ambil wudu aja, Bang.”Ni Kesumasari berdiri lalu melangkah ke arah toilet yang ada di dalam kamar tersebut. Bang Deni yang khawatir kemudian menghampiri toilet yang sudah tertutup.“Ni, sebelum ambil wudu, ganti baju dulu, ya. Biar suci.”“Oh, ya. Abang