Sebelum meninggalkan Kevin bekerja, Dea sempat mengobrol sedikit dengan bibi Ema. Wanita setengah baya yang mengasuh Kevin dari kecil ini berpamitan pada Dea karena dia harus pindah ke Bogor untuk mengurus cucunya. Sebenarnya Dea masih sangat membutuhkan bantuan bibi Ema. Dia sudah sangat percaya bahwa bibi Ema hafal karakter Kevin karena mengasuhnya dari kecil.
“Kapan kamu pergi, Ema?”
“Jika terserah aku aku tidak akan pernah pergi. Tapi anakku memanggilku. Aku tidak bisa mengatakan tidak. Dia akan segera melahirkan,” jawab Ema. “Kamu benar. Aku sudah terbiasa dengan si kecil ini.” Ema terlihat sangat berat meninggalkan mereka.
“Apa yang bisa kita lakukan? Kami akan menemukan jalan untuk mengatur hal-hal dalam beberapa hari berikutnya.” Dea begitu berat melepaskan bibi Ema. Tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa dengan situasi yang dihadapinya saat ini.
Ema memeluk Dea dengan erat. “Aku merasa sangat bersalah karena mengecewakanmu.”
“Tolong jangan khawatir, Ema. Kami akan menemukan jalan. Ibu harus pergi sayang … sampai jumpa malam ini, oke?”
Entah ke berapa kalinya Dea hampir saja terjatuh karena sakit di kepalanya.
“Ibu, apakah kamu baik-baik saja?” Kevin khawatir melihat Dea berjalan sempoyongan.
“Tidak apa-apa sayang … Ibu tersandung karpet bibi Ema,” jawab Dea sambil mengecup kening Kevin dan meninggalkannya untuk pergi kerja.
***
Keadaan Rayhan sudah mulai pulih, meskipun dengan suara yang serak, Rayhan memaksa untuk segera pulang kepada Aldi. Dia merasa tidak enak karena Aldi harus membatalkan sebuah pertemuan penting disebabkan dirinya masuk RS.
Baru saja Sasha bertemu dengan dokternya Rayhan dan segera mengabarkan berita menggembirakan kepada Rayhan di kamarnya. “Tidak ada yang perlu ditakuti, aku baru saja berbicara dengan dokter, kau akan baik-baik saja.”
“Aku tidak tahu harus berkata apa padamu. Kau telah menyelamatkan kemungkinan…”
“Tidak apa-apa, jangan bicara dulu, tenggorokanmu masih luka.”
“Itu tidak akan menjadi masalah baginya. Dia bahkan bisa berbicara dengan lubang di tenggorokan,” canda Aldi. “Aku tidak bisa memperkenalkan diri karena dia membuat kita ketakutan. Aldi Erlangga.”
“Sasha…”
Ponsel Sasha berbunyi. Alvin, asistennya di RS bertanya apakah Sasha sudah tiba di Indonesia. Dia juga mengabarkan bahwa keadaan pasiennya yang bernama Diva masih tidak stabil. Sasha menyuruh Alvin memberikannya antibiotik lalu memberi kabar bila kondisinya tidak membaik.
Setelah menelepon asistennya, Sasha meminta izin untuk menelepon di luar agar bisa memberi kabar pada suaminya. Aldi juga sadar bahwa hari itu dia harus mengabari Martin untuk membatalkan pertemuan bisnisnya.
“Bagaimana kau bisa ketinggalan pesawat?” suara Emir di seberang sana seolah-olah menyayangkan Sasha yang batal kembali ke Indonesia.
Sasha langsung menenangkan suaminya. “Emir, tenang, Jangan khawatir, terjadi kecelakaan.”
“Bagaimana saya bisa tenang, Sha? kecelakaan apa? apa yang terjadi?” Sasha langsung diserang beberapa pertanyaan dari Emir.
"Ada seorang pria dan aku harus menyelamatkan hidupnya." Sasha mencoba menjelaskan baik-baik masalah yang sedang dihadapinya.
"Apa? kenapa kamu?" nada suara Emir terdengar kesal. Apakah kau satu-satunya dokter di Italia, Sha? apa yang sedang kamu lakukan?"
"Aku tidak melakukan apa-apa, apa yang harus aku lakukan, biarkan dia mati? aku di rumah sakit jangan membuatku bicara, kumohon, mereka akan mendengarnya. Emir, aku seorang dokter..." suara Sasha pelan karena tak jauh darinya, Aldi juga sedang menelepon Martin sekretaris dia.
Setelah menelepon Martin, Aldi kembali ke kamar Rayhan. Dia benar-benar merasa bersalah pada Aldi. “Aldi, aku baik-baik saja. Kita bisa pulang!”
Aldi langsung menyela Rayhan. “Rayhan, tolong diam! tidakkah menurutmu lebih baik jika dia tetap tinggal?” tanya Aldi pada Sasha.
“Saya setuju, satu hari lagi istirahat akan membuat sembuh total.” Rayhan hanya diam saja, 2 lawan 1. Jelas Rayhan kalah suara.
***
“Ada apa, Emir?” Indra melihat kesedihan di mata sahabatnya.
“Sasha ketinggalan pesawatnya.” Emir menjawab dengan pelan.
“Betulkah? jadi sekarang bagaimana?”
“Aku kira dia akan menemukan pesawat lain. Aku akan pulang, mandi dan istirahat aku lelah.” Emir berpamitan pada Indra dan Gery.
“Oke, bro. Kau pulang saja, aku disini.” Emir mengikuti saran sahabatnya untuk istirahat di rumah.
Tiba-tiba tak ada angin tak ada hujan Gery berseru. “Bravo!”
“Apaan bravo?” tanya Indra.
“Bravo, hari ini kau membuatku terpesona. Tolong, Bos … tolong terima. Kita tidak memiliki pekerjaan yang layak, hal ini akan membuat kita sibuk dan keterampilan kita tidak akan berkarat.” Lagi-lagi Gery mengeluarkan bujukan mautnya sambil memijat bahu Indra.
“Lepaskan tanganmu dariku!” Indra menepiskan tangan Gery.
“Lihat, aku benar-benar akan terus memohon sampai kau menyentuh mobilku,” dengan tampang memelas yang lebay rayuan Gery menggoyahkan Indra sekaligus membuatnya mual.
“Lihat! jangan pasang mata anak anjing,” cetus Indra. “Lihat bibir bawah itu! kenapa jadi manyun?”
“Katakanlah ya Gery kita akan mulai bangun mobilnya.” Bawel sekali Gery hari itu. “Kita benar-benar perlu membangunnya. Karya ini dibuat untuk Boss Emir. Jika kita membuat mobil ini orang-orang akan melihat di depan bengkel kalau kita memang ahli membangun mobil, tidakkah kamu mengerti?
“Hari ini kau membuatku sakit kepala, serius. Keluar! Keluar!” Indra mengusir Gery dari kantor.
Joyce muncul ketika Indra sedang gerak-geriknya pada Gery. Indra yang menaruh hati pada adik perempuan Emir satu-satunya ini langsung mempersilahkannya masuk.
“Apa kabar Joyce? selamat datang,” sambut Indra.
“Terima kasih, apa kakakku disini?” Joyce langsung menanyakan Emir.
“Emir baru saja pergi, dia bilang mau istirahat di rumah,” dengan sedikit gugup Indra menjawab Joyce.
Joyce memasang muka menyesal, padahal sebenarnya dia memang mengharapkan kakaknya tidak ada di bengkel. “Hmmm sayang banget, padahal aku ingin menemuinya.”
“Jangan khawatir, katakan saja padaku, aku kan bukan orang asing,” kata Indra.
“Anu, ummm sepulang kuliah aku berencana pergi dengan kawan-kawan ke suatu tempat, tadinya aku mu minta pada Emir….”
“Jangan khawatir tentang itu, aku mengerti, tunggu...aku akan mengurusnya.” Indra memotong ucapan Joyce lalu pergi ke brangkas uang. “Urusan dengan Emir biar bagianku.”
“Tapi...tidak apa-apa kan?” Joyce pura-pura merasa tidak enak.
“Kenapa tidak? ambil ini.” Indra memberikan uang 1 jt yang diambilnya dari brangkas bengkel.
“Aku minta maaf, aku benar-benar merasa canggung,” sahut Joyce dengan lirikannya yang menggoda.
“Jangan khawatir, bersenang-senang lah.” Indra yang pemalu dibuat tak berdaya dengan lirikan Joyce.
“Terima kasih banyak tapi tolong jangan beritahu ibuku, jika dia tahu maka dia akan terus ngomel, pinta Joyce sambil menggenggam tangan Indra.
“Baik, ini rahasia kami.”
Joyce langsung pergi bertemu teman-teman nya meninggalkan Indra yang langsung senyum-senyum sendirian ditemani Gery yang ikut-ikutan senyum-senyum.
“Kenapa kau tersenyum?” tanya Indra.
“Tidak...tidak bos, muka saya memang begini,” jawab Gery ngasal.
Bersambung...
"Aldi, bagaimana bisa kau bisa mengeluarkan uang sebesar itu untuk sebuah pena?” tanya Rayhan sambil melirik MonteGrappa di tangan Aldi yang baru saja dia pakai untuk menandatangani tagihan RS. “ Dimana Sasha?” lanjut Rayhan saat tersadar kalau pena Aldi telanjang karena body nya masih dipegang Sasha saat menolongnya untuk bernafas.“Aku akan mencarinya,” kata Aldi “Simpan ini, jaga-jaga kau terlalu banyak bicara.” Sambil tertawa, Aldi memberikan penanya pada Rayhan.Di Luar ruangan Aldi melihat Sasha seperti kebingungan karena gagal mendapatkan penerbangan buat hari itu. Berkali-kali Sasha menelepon maskapai penerbangan, mencari jadwal hari ini, tapi selalu gagal. Dia langsung menghampirinya untuk menawarkan bantuan. “Aku sungguh minta maaf, kau ketinggalan pesawat gar
Sebelum pesawat lepas landas, ponsel Sasha kembali berbunyi. Alvin kembali menghubunginya berkenaan dengan Diva, pasien kecil Sasha yang menderita kelainan ginjal. Menurut Alvin, demam Diva sudah diatas normal hingga 41 derajat dan mengharuskan dia diselimuti selimut dingin. Sasha menyuruh Alvin mencari luka di tubuh Diva dan membuangnya.Setelah selesai memberi pengarahan pada Alvin. Sasha menghubungi Emir dan mengabarkan berita gembira bahwa dia akan pulang hari itu juga.“Aku harap itu tidak mendesak.” Rayhan berkomentar setelah Sasha menutup teleponnya.“Semoga kita tidak terlambat,” cetus Sasha dengan wajah yang sangat khawatir.***Disaat Aldi sedang dalam perjalanan menuju Indonesia. Agus, sebagai orang kepercayaan keluarga Erlangga, dia mencoba meyakinkan klien besar nya untuk bersedia bertemu dengan Tn Farouk sebagai ketidakhadiran Aldi. Untung saja hari itu Mr. William menerima kehadiran Tn Farouk dan negosiasi pun berjalan
Makan malam yang sudah dipersiapkan Aisya untuk anaknya telah terhidang di atas meja. Sementara itu di ruangan lain, Fatima sibuk bertanya pada Joice darimana dia bisa mendapatkan uang untuk membeli tas barunya. Sasha yang tidak langsung ke rumah tapi malah pergi ke RS melihat kondisi Diva, kembali menelepon Emir, menyuruh dan ibunya nya agar makan malam duluan karena Sasha masih harus memastikan keadaan Diva baik-baik saja.“Aku mengerti, akung...Tapi hanya karena kau datang, mereka telah melakukan banyak persiapan...itu tidak sopan.”“Apa yang terjadi?” tanya Aisya pada menantunya.“Dia harus pergi ke rumah sakit,” singkat Emir menjawab. “Ayo mulai. Ayo, Bu….” Emir mengajak ibu, ibu mertua nya makan malam duluan.***Suasana persiapan makan malam keluarga di rumah keluarga Erlangga juga tampak tidak terlalu menyenangkan. Sementara semua asisten rumah tangga mempersiapkan makanan. Tampak mereka sedikit
Sebelum kembali ke rumahnya tak lupa Nisa juga mampir ke tempat Aldi Erlangga. Dia mencoba meyakinkan Aldi untuk tidak mundur dengan usahanya menjalin lagi kedekatan bersama Feyza dan Ayahnya.“Pak Aldi, aku tidak bisa menyelesaikan ini tanpa bantuan Anda,” tutur Feyza.“Lihat, kamu bersikeras dan aku datang ke makan malam itu. Apakah ada yang berubah?,” Nada suara Aldi sedikit putus asa.“Tetapi Anda tidak boleh menyerah begitu saja. Dengar, kita rayakan ulang tahunmu. Ini adalah kesempatan besar untuk keluarga berkumpul. Anda dapat berbicara dengan Feyza di sana.” Nisa memberi usul agar Aldi mau merayakan ultahnya yang hanya beberapa bulan lagi.“Merayakan ulang tahun dan konfrontasi. Dua kata yang tak berarti dalam hidupku,” sanggah Aldi.“Mungkin Anda harus menghadapi diri sendiri terlebih dahulu.”“Maaf tapi aku tidak butuh terapi. Jika aku membutuhkannya, aku akan memberitahumu.”“Sebaiknya aku pergi….” Nisa beranjak dari sofa mewah di kediaman Aldi. “Teri
ruDea baru saja selesai mempersiapkan makanan untuk anaknya. Buah potong yang diberi susu adalah cemilan favorit Kevin disela-sela waktu makan dia.Kevin merasa keheranan karena beberapa minggu ini ibunya selalu berada di rumah. Dia langsung bertanya. “Apakah kau tidak akan bekerja lagi, Bu?”“Tidak, ibu tidak kerja lagi sayang,” jawab Dea.“Hore! Kita selalu akan bersama terus,” teriak Kevin kegirangan.” Dea tersenyum sambil membelai rambut anaknya. Kevin meneruskan makan cemilan buahnya dengan sangat lahap. Dea kemudian dia berdiri mengambil ponselnya. Diam sejenak karena ragu dengan apa yang akan dia kerjakan. Dia pandangi lagi kontak yang akan dia hubungi. “Baba” seketika air mata menetes di wajahnya yang pucat. Akankah ayahnya mau bicara dengannya? Bagaimana jika Baba masih marah padanya? Tanpa berfikir lagi Dea langsung menghubungi Baba.Terdengar suara seorang laki-laki tua, suara yang begitu Dea kenal. Karena laki-laki itu teramat dia cintai dan dia hormati.
Sasha masuk ke dalam rumah. Selang beberapa menit Emir juga menyusul masuk ke dalam rumah. Raut wajah Emir sudah tidak bagus. Sasha tetap menyambut Emir dengan suka cita.“Selamat datang sayang. Bagaimana malammu? kau mabuk ya? tahan, biarkan aku membuatkanmu kopi dan menyadarkanmu,” sahut Sasha“Siapa pria yang mengantarmu pulang?” pertanyaan dengan nada suara yang tinggi Emir langsung to the poin.“Aku sudah memberitahumu tentang dia. Dia adalah teman dari orang yang jatuh sakit di Italia. Jika kau sudah melihat kami tadi diluar kenapa kamu tidak menyapa?” Sasha balik bertanya sambil mengernyitkan dahinya.“Mengapa aku harus datang dan menyapa?” Emir mengelak “Apa yang dilakukan teman pria itu saat makan malam?”“Dia adalah temannya, dia mengundangnya juga. Haruskah aku bertanya mengapa dia mengundangnya?” Sasha merasa Emir terlalu memojokkan dia.“Iya!” cetus Emir.“Kamu serius?” mata Sasha yang bulat kini terbelalak seakan tidak mengenal pria yang kini berdi
Dor…Terdengar suara letusan senjata dari dalam gedung hotel. Tak berapa lama kemudian mobil polisi dan ambulans berdatangan. Kevin yang sempat ketiduran di dalam mobil Aldi terbangun dan mulai keluar mencari ibunya.“Ibu? Ibu … “ Kevin memanggil manggil Dea.Ibrahim yang berdiri tak jauh dari sana. Langsung menggendong Kevin dan kembali masuk ke dalam mobil.“Ayo ayo.” Ibrahim menenangkan Kevin.“Biarkan aku pergi! Aku ingin bersama ibuku!” Teriak Kevin“Tidak, ayo, ayo pergi.” Bujuk Ibrahim pada Kevin.“Ibuku sedang bermain game di dalam,” rengek Kevin.“Mari sini… Setahuku kau suka mobil, lihat ini mobilku,” Ibrahim berusaha mengalihkan perhatian Kevin yang terus-menerus menanyakan ibunya.“Apakah ini milikmu?” Kevin mulai tertarik pada mobil Aldi.“Ya, ini mobil ku. Ayolah mari kita pergi melihatnya.” Ibrahim menahan Kevin agar tidak mengetahui tubuh ibunya sedang dibawa ke ambulans.“Ibuku menyuruhku untuk tinggal di mobil ini,” ujar Kevin.“
Hasan masih kebingungan kenapa dia bisa dipanggil ke kantor polisi. Kali ini dia dipanggil masuk untuk berbicara langsung dengan kepala polisi.“Silahkan duduk pak, saya Kompol Irawan. Apakah benar anda ayah dari Dealina Yilmaz?“Ya, petugas.” Jawab Hasan. “Apa yang terjadi? katakan saja.” Hasan balik bertanya.“Sayangnya, saya punya kabar buruk. Putri anda telah meninggal dunia. Saya sangat minta maaf. Aku tahu ini tidak akan mudah, tapi ... saya ingin anda mengidentifikasi foto-foto ini. Apakah ini anak perempuanmu?” Kepala polisi memberikan foto Dea pada Hasan dengan posisi yang masih sama saat dia menembak dadanya sendiri. “Tubuhnya ada di rumah sakit untuk otopsi. Besok dia bisa dibawa olehmu,” lanjut kepala polisi. “Ngomong-ngomong, ada seorang anak. Cucumu. Anda juga perlu merawatnya. Saya akan membuat laporan resmi. Dan kemudian saya akan membawa anak itu kepada anda.”Lamunan Hasan kembali ke saat dia mengusir Dea dan Kevin dari rumahnya. Bibirnya bergetar, hati