Share

BAB.5

Ku putuskan untuk memarkirkan mobil di bagian samping rumah ini, lalu turun menjinjing kue dan buah yang telah ku bawa. Belum sampai ke teras rumah, Oma Lia dan asisten rumah tangganya yang ku kenal bernama Bik Minah menyambutku.

"Sini sayang mari masuk, haduh kamu pasti capek ya berkendara kesini sendiri. Bagas ini mendadak sekali baru memberitahu Oma kalau kamu mau datang, tau begitu Oma suruh sopir Oma buat jemput kamu tadi."

"Gak papa Oma, Ingga sudah biasa menyetir sendiri, apalagi jarak ke kampus lebih jauh dari ini. Ohya ini bingkisan dari Mama buat Oma," Aku memyerahkan kue ke Oma dan buah di ambil oleh Bik Minah.

"Ya ampun kenapa repot repot sekali sih kamu dan Mamamu pake bawain Oma oleh oleh seperti ini, ngerepotin jadinya kan sayang",Oma menggandeng tanganku dan membawaku masuk ke dalam rumahnya.

Aku tersenyum ramah kepada Oma dan mengiringi langkah kaki Oma untuk masuk ke dalam rumah. Rumah ini sangat besar ada beberapa ruang tamu di dalam, kami melewati ruang tamu pertama lalu berbelok ke ruang tengah. Oma mengajakku duduk di Sofa bludru berwarna merah marun, tampak kolam renang yang cukup besar di sebrang kaca tepat di depanku. Tidak banyak yang berubah dengan isi rumah Oma sejak terakhir aku kesini, itupun sekitar dua atau tiga tahun yang lalu.

"Kamu tau Ngga, mungkin baru sekitar lima belas menit yang lalu Bagas itu turun dari kamarnya, ngasih tau kalau kamu mau datang kerumah" Cerita Oma.

"Betul Bagas nelepon kamu nak?" Tanya Oma.

"Iya Oma, tadi Mas Bagas nelepon Ingga," Jawabku.

"Oma seneng bangettt, kamu mau datang kerumah apalagi mau menerima ajakan Bagas untuk ketemu," Ku lihat gurat bahagia di wajah Oma, walaupun sudah nampak keriput Oma masih tetap saja sama seperti pertama aku melihatnya dulu.

"Ahh iya Oma, Ingga juga senang kalau Oma senang dengan kedatangan Ingga." Tidak lama bik Minah muncul kembali membwa dua cangkir teh, potongan buah, dan benerapa toples kue kering.

"Silahkan di minum dan di makan Non Ingga." Bik Minah menawariku.

"Ahh..iya terima kasih Bik Minah".jawabku sopan.

" Mama dan Papa tau kalau kamu mau kesini kan nak?"

"Mama yang tau Oma, soalnya Papa mungkin lagi ada di toko. Ingga belum sempat meberi kabar ke Papa."

"Ahh iya, yang penting Mamamu tau kalau kamu kesini bakal ketemu Bagas ya."

"Ohya ada yang belum Oma ceritakan tentang Bagas kepada kamu Ngga, Oma sengaja ingin bercerita berdua saja dengan kamu tentang kondisi Bagas saat ini. Kalau Oma cerita ketika di rumah kamu, takutnya nanti tidak ada kesempatan seperti ini, kesempatan kamu mau bertemu sama Bagas."

"Ngga, tolong bantu Bagas ya nak semenjak abang Bagas menikah, Bagas mungkin hanya dua atau tiga kali keluar dari rumah ini. Selebihnya Bagas mengurung diri di kamar."

"Kamu tau Bagas itu punya traumatik di tempat keramaian, dia bisa merasa pusing dan mual hebat. Bagas tidak bisa berlama lama dekat dengan orang asing."

"Oma, Om dan Tante sudah berusaha membawa Bagas ke Psikiater untuk di obati namun belum ada hasil yang signifikan, yang ada malah bertambah banyak obat obatan yang harus di minum." Oma sedikit menarik nafas untuk melanjutkan ceritanya, aku hanya diam mendengar cerita Oma dengan seksama.

"Obat obatan itu hanya membantu sesaat, bukan itu yang Bagas butuhkan." Lalu Oma memegang tanganku dan menggenggamnya dengan lembut.

"Oma yakin yang di butuhkan Bagas itu seseorang yang bisa menyembuhkan trumatik yang ada di dalam hati dan pikiran Bagas. Sekarang satu satunya harapan Oma cuma kamu Ngga." Terlihat binar di mata Oma.

"Kenapa Ingga Ma yang bisa membantu Mas Bagas?" Tanyaku penasaran.

"Dulu itu kamu pernah menenangkan Bagas ketika kepergian Opa Jun. Mungkin kamu sudah lupa karena kejadiannya sudah cukup lama."

"Ketika semua sibuk dalam kesedihan kepergian Opa, kami lupa bahwa ada yang lebih merasa sedih di sini. Dia tidak bisa mendekati keramaian, hanya sekedar melihat jenazah kakeknya untuk yang terakhir kali," Mata Oma mulai memancarkan kesedihan, ku lihat matanya mulai berkaca kaca.

"Dari jauh dia menatap kami yang mengelilingi jenazah Opa, menangis sendiri tanpa di temani siapapun. Ketika kami semua pergi untuk mengantar jenazah Opa ke tempat peristirahatannya, hanya dia keluarga satu satunya yang tidak ikut mengantar," Bulir bulir bening mulai jatuh di pelipis Oma. Ku rasakan kesedihan begitu mendalam. 

"Namun dia bercerita, ketika semua orang pergi, ada anak perempuan kecil yang mendekatinya. Lalu memberi dua buah permen karamel, menepuk bahunya agar jangan menangis lagi. Kamu tau siapa anak kecil perempuan itu?"tanya Oma lembut kepadaku. Aku nampak ragu menjawabnya terasa dejavu cerita ini. Aku hanya menggeleng pelan untuk menjawab pertanyaan Oma.

"Itu kamu Ngga, anak kecil perempuan cantik dan baik. Karena pada saat itu hanya kamu anak perempuan yang datang ketika Opa wafat. Ketika kamu mendekati Bagas, dirinya tidak merasakan pusing atau mual seperti biasa. Bahkan ketika sepupu perempuannya ingin mendekat rasa pusing dan mual muncul, walau tidak sehebat kalau dia di dekati orang asing lainnya."

Ku lihat mata Oma memandang kea rah jendela sekarang seolah terhanyut akan ceritanya sendiri. Aku mencoba mengingat ingat kejadian yang baru saja di ceritakan Oma. Ahh ya sekarang aku ingat dulu aku memang datang ketika melayat almarhum Opa Jun kerumah ini. Aku memang memperhatikan seoarang anak laki laki pada saat itu.

Tampak sangat sedih, berdiri sendiri di sudut ruangan. Selalu meragukan langkah kakinya ketika ingin mendekati orang orang yang mengelilingi jenazah Opa. Waktu itu ku rogoh kantong dress hitam yang ku pakai ada dua permen karamel favoritku. Hatiku tergerak untuk mendekatkan diri ke anak laki laki yang masih menangis seorang diri.

Ku ulurkan tanganku yang berisi permen ke anak laki laki tersebut, perlahan kepalanya yang sedari tadi menunduk dengan hati hati menengok ke arahku. Aku tersenyum, ku raih tangannya, lalu memberikan permen karamel. Ku tepuk pelan bahunya sembari berkata, "Mamas jangan sedih lagi, nanti Opa bangun lohh dan marah sama mamas," Aku berlari kecil karena ku dengar Mama memanggil namaku.

Jadi anak laki laki yang waktu itu adalah Mas Bagas, tapi aku belum paham mengapa dia merasa pusing atau mual apabila di dekati orang asing. Sebab ketika aku dekati waktu itu, dia seperti terlihat sebagai anak laki laki normal seperti biasa.

Sejenak aku juga tenggelam akan ingatan masa kecil ku itu, tanpa sadar ada seseorang yang telah memperhatikan aku dari atas tangga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status