Anin membuang jauh-jauh pikiran negatifnya, meskipun ia tak tahu mengapa ayah Harris menatap botol tersebut. “Mungkin ayah teringat Bhama,” batin Anin. Ia terus melangkahkan kakinya menuju ke dapur bersih. Tangannya menarik pintu lemari pendingin kemudian memasukkan tiga botol asi berukuran sedang ke dalamnya.Setelah itu ia mendatangi Ibu Harris dan para pekerja yang mendampingi Nyonya besar itu. Aroma masakannya harum mewangi memenuhi ruangan seluas 4x4 meter tersebut. Anin melihat beberapa menu makanan sudah tertata rapi di meja dapur.“Makanannya sudah jadi dan jam makan siang akan tiba sebentar lagi,” batin Anin. Salah satu asisten rumah tangga keluarga Adijaya menyadari keberadaan Anin di sana. Ia pun menyapa Anin, sontak Ibu Harris dan asisten lainnya juga menoleh ke arah Anin.“Nin, kenapa ke dapur? Kan sudah ibu bilang untuk menjaga Bhima saja,” kata Ibu Harris, ia tampak kesal melihat Anin memasuki dapur.“Anin menyerahkan semuanya pada Ibu dan Simbok. Anin kemari karena m
“Apa tidak apa-apa Bu kita menggunakan ruang meeting untuk makan?” tanya Anin pada Ibu Harris.“Tidak apa-apa, Nin. Tenag saja, jika tempat ini kotor bisa dibersihkan,” jawab Nyonya Besar itu santai, Anin merespon dengan anggukan kepalanya. Ia lantas membantu Ibu Harris untuk mengeluarkan makanannya dan menata meja.Tak lama kemudian, Harris berserta asisten dan sekretarisnya datang ke ruang meeting. Ia terkejut mendapati dua wanita kesayangannya berada di sana, sedang menyiapkan banyak menu makanan.“Ibu ... Anin ...”“Mas, kami membawakan makan siang untuk kamu dan para staff-mu,” kata Anin.“Kalian mengejutkanku saja, aku pikir tadi terjadi sesuatu tidak tahunya ada yang memberi suprise. Harris tersenyum sumringah, ia tak menyangka akan dibawakan makanan oleh Anin dan ibunya. Nyonya Setya menyuruh Damar untuk memanggil karyawan yang bekerja satu lantai dengan mereka. namun yang bisa hadir hanya sebagian, sedangkan lainnya sudah janji untuk makan di luar.“Tak masalah,” ujar Nyonya
“Maksudnya berulah lagi?” tanya Anin yang bingung.“Nanti kamu jugaa akan tahu, tunggu saja kabar dari Damar, sayang,” ujar Harris. Anin menganggukan kepalanya sebagai respon atas perkataan lelaki yang ada di sebelahnya. Beda halnya dengan Nyonya Setya yang banyak berdoa agar suaminya tak menimbulkan banyak kerugian.“Selvi tolong panggilkan OB ya untuk membantuku membersihkan ruang ini,” kata Nyonytempat minu,sisa minuman yang tkdaksembari mengemas kembali makanan yang tersisa. Anin turut membantu, ia membereskan minuman yang tidak lagi di minum oleh pemiliknya.“Baik Bu,” ujar Selvi lalu menelpon salah seorang ketua divisi terkait,tak berselang lama, beberapa petugas kebersihan datang untuk membantu Anin dan mertuanya membereskan tempat itu. Beberapa karyawan juga sudah kembali menuju meja kerjanya masing-masing.“Terima kasih untuk makanannya Bu, Aku kembali bekerja ya Bu,” kata Harris pada Ibunya. Setelah mengatakan tersebut, Harris kemudian berpamitan juga pada Anin, ia janji se
Wanita paruh baya itu lantas menghubungi seseorang yang tentu saja memiliki hubungan keluarga dengannya. Lain tempat lain pula yang dilakukan oleh keluarga Adijaya, Tuan Setya saat ini baru saja meninggalkan gedung perkantoran tersebut.Ia sengaja berlama-lama di kantin perusahaannya, sepertinya lelaki paruh baya itu rindu dengan suasana bekerja. Usai meninggalkan gedung bertingkat tersebut, Tuan Setya lantas kembali ke rumahnya.“Baru pulang, Mas?” tanya Ibu Harris ketika berpapasan dengan suaminya di ruang tengah.“Iya,” jawab lelaki itu singkat. Tuan Setya berniat masuk ke dalam ruang kerjanya.“Kamu jadi lebih sering berdiam diri di ruang kerjamu ketimbang di kamar kita, Mas,” sambung Nyonya Besar itu, kata-kata terkesan menyudutkan suaminya. Tuan Setya yang sudah membuka pintu ruangan tersebut terpaksa menutupnya kembali, lalu menghadap ke arah wanita tersebut.“Entah mengapa ruang kerjaku membuat diriku nyaman. Lagipula aku harus segera mempelajari banyak hal untuk memperbaiki a
“Ibu baik-baik saja, Nak. Ayo sini masuk,” sahut wanita paruh baya itu dari dalam. Mendapat ‘undangan’ dari sang Ibu Harris kemudian melangkah masuk ke dalam. Anin bertugas untuk menutup pintu kamar.Maaf ya tadi sudah membuat heboh, kamu dan Anin jadi khawatir ya,” lanjut wanita paruh baya itu. Harris menghela napas panjang.“Ibu kenapa menelponku? Damar dan juga Selvi tadi? Lalu kenapa ketika aku menelpon balik tidak Ibu angkat?” cecar Harris.“Ada hal yang ingin ibu bicarakan tadi, tentang ayahmu dan perusahaan,” timpal Nyonya Besar itu.“Pasti tentang keinginan ayah untuk pindah luar kota ‘kan Bu,” sahut Harris, Nyonya Setya menganggukkan kepalanya tanda bahwa apa yang diucapkan oleh Harris benar adanya. “Tenang saja Bu, semuanya sudah siap. Damar sudah mengurus semuanya, tinggal menunggu kesiapan ayah saja,” lanjutnya.Nyonya Setya lega mendengar hal tersebut, entah mengapa ia merasa senang karena tak lagi terjebak dengan situasi seperti ini. Harris lalu menanyakan tentang keputu
Tuan Setya segera turun dari lantai dua kemudian berjalan cepat menuju pintu rumahnya. Ia membukanya lalu keluar begitu saja. Tuan Besar itu bergerak ke arah mobilnya yang terparkir di halaman depan. Mesin mobil mewah tersebut sudah menyala, tanda jika pemiliknya akan pergi. Tuan Besar sepertinya akan pergi ke suatu tempat, ia mengetikkan sebuah alamat di ponselnya dan petunjuk jalan pun mulai menuntunnya. Kendaraan roda empat tersebut mulai keluar gerbang rumahnya. Tak butuh lama baginya untuk bergabung dengan kendaraan lain menambah kemacetan jalan raya saat ini. Pria paruh baya itu meuju ke suatu arah yang tak pernah dilewatinya. Butuh waktu 1,5 jam perjalanan untuk sampai di tempat tujuannya. Jika Tuan Setya membutuhkan waktu selama itu untuk sampai ke tempat tersebut. Sebaliknya sang istri hanya memerlukan waktu selama satu jam untuk membuat makanan pengganti menu makan malam. Bahkan tanpa dibantu oleh Anin atau dua asistennya yang lain, hanya dirinya dan simbok saja. “Apa yan
Jika Harris sibuk memikirkan cara untuk menikahi Anin sedangkan ayahnya baru saja pulang dari kantor pengacara. Tekadnya sudah bulat untuk berpisah dengan istrinya. Alasannya sudah ia sampaikan pada ahli hukum tersebut.Malam ini ia akan pulang ke rumah untuk menyiapkan berkas-beras yang diperlukan. Sepanjang perjalanan pulang, Pria paruh baya itu mencari cara agar bisa mempersiapkan berkas yang dibutuhkan tanpa ketahuan oleh anggota keluarganya.Jawabannya belum berhasil ditemukan tetapi pintu gerbang rumahnya sudah terlihat . “Aku akan pikirkan lagi nanti,” katanya sembari memarkirkan mobil. Ia melirik ke arah mobil Harris yang bermasalah pagi tadi Pemilik mobil mewah tersebut sedang tidur di kamarnya. Selimut yang dipakainya tadi sudah tak lagi menempel di tubuhnya. Harris jatuh tertidur ketika memikirkan hal tersebut.Rumah mewahnya tampak sepi ketika sang Tuan Besar sampai di rumahnya. Bahkan untuk masuk ke dalam, ia harus melewati taman samping. Akses yang dibuka hanyaah pintu
Tuan Setya mengembalikan kertas tersebut ke tempatnya semula. Pagi ini ia sudah memantapkan hatinya untuk memberikan sebuah pengumuman penting terkait rumah tangganya dengan sang istri. Ia pergi ke lantai bawah, ada istrinya dan Anin di meja makan.“Kamu dari kamar, Mas?” tanya sang istri. Harris yang baru masuk ke dalam rumah usai memeriksa mobilnya terkejut mendengar pertanyaan sang Ibu namun ia lebih kaget lagi ketika melihat ayahnya menganggukkan kepalanya.“Ayah sembunyi di mana? Kenapa aku tak melihatnya tadi,” batin Harris.Tuan Setya langsung duduk di kursi yang biasa ditempatinya itu, ia menyadari perubahan wajah Harris namun lelaki itu mencoba bersikap tenang. Anin merasakan ketegangan di meja makan tersebut, apalagi saat ia melihat ke arah Harris. Rasanya ada hal yang ingin dikatakn olehnya.“Mari sarapan meskipun tak ada dari kita yang mandi,” ajak Nyonya Besar itu, ia mencoba mencairkan suasana. Perempuan itu paling tak suka jika ada keributan di meja makan. Anin mencoba