“Benar Nyonya, mobil sedan putih,” ulang sang asisten tersebut. Nyonya Besar tampak menganggukkan kepalanya beberapa kali“Bukankah kita tadi melihat mobil itu sewaktu mengisi bahan bakar,” celetuk Anin. Semua mata sekarang tertuju pada perempuan itu, Harris membuat sinyal dengan mengerutkan wajahnya. Seketika Anin merasa jika dirinya salah berbicara.“Bisa jadi, Nin. Bisa jadi mobil yang kita lihat tadi menjemput ayah untuk ikut bersamanya,” timpal Ibu Harris. “Kita anggap masalah sudah selesai, jangan membahas hal itu lagi. Mungkin saja ayah ingin jalan-jalan tanpa kita,” lanjutnya.“Mungkin juga ayah sedang merencanakan hal lain,” pikir Harris.Karena sang Nyonya sudah mengatakan hal tersebut, baik Anin dan Harris kemudian kembali naik menuju kamarnya. Masing-masing dari mereka menyimpan sebuah pemikiran yng hendak diutarakan.&nbs
“Saya menduga jika suami saya menjalin hubungan dengan perempuan lain, perempuan yang kami kenal dan dekat dengan keluargaku,” ujar Nyonya Setya kepada pengacaranya disambungan telepon.“Atas dasar apa anda menuduh Pak Setya berselingkuh?” tanya lelaki ahli hukum tersebut.“Saat ini memang tak ada bukti konkritnya tetapi asisten rumah saya bisa dijadikan saksi,” jawab Nyonya Besar itu. Sang pengacara merespon aduan kliennya dengan mengatakan bahwa mereka membutuhkan bukti yang kuat dan saksi kunci agar proses perceraian bisa diproses.“Baiklah Pak, saya akan mengumpulkan bukti dan saksi,” ujar Ibu Harris mengakhiri panggilan teleponnya. Meski sekarang ia tak memiliki semua yang diperlukan untuk mengajukan gugatan cerai namun Nyonya Setya yang memiliki nama asli Sekar Ranti itu tak berkecil hati. Ia dengan sabar menunggu waktu itu tiba.Lain sang Ibu lain pula dengan sang anak, Harris yang sudah selesai mandi dan berganti baju duduk di sofa. Ia sibuk melihat ke arah pacar barunya itu y
Karena penasaran, Anin pun segera turun ke bawah. Seketika perempuan itu lmendekati Harris dan bertanya tentang masakannya.“Enak kok sayang, jangan khawatir,” kata Harris menenangkan Anin.“Pasti kamu melihat ayah ya,” tanya Ibu Harris, Anin menganggukkan kepalanya, tebakan wanita paruh baya itu benar. “Jangan pikirkan tentang ayah, Nin. Lebih baik kamu segera duduk dan makan msakan buatanmu,” lanjutnya.“Baik Bu,” sahut Anin. Perempuan itu lantas mengambil piring dan nasi berserta lauk pauknya kemudian duduk di sebelah Harris. Ia mulai suapan pertamanya, lidahnya merasakan makanan tersebut dan ternyata benar, rasanya tak seburuk yang ia kira.Mereka menghabiskan makanannya sembari mengobrol tentang banyak hal, pembuka topik pembicaraan adalah Harris. Berbeda dengan anak dan istrinya, Tuan Setya duduk di ruang kerjanya dengan menahan lapar. Sebenarnya ia menyukai masakan Anin tetapi entah mengapa ia gengsi untuk makan bersama mereka.“Terpaksa menunggu sampai mereka selesai makan,” g
“Masih ada yang ingin mbak Anin katakan?” tanya sang perempuan tua itu pada Anin. “Jika tidak ada saya rasa mbak Anin segera kembali ke kamar, takut dicari mas Harris,” lanjutnya sembari menggoda Anin. Si Ibu muda itu tersenyum malu, ia meletakkan gelasnya kemudian pamit kembali tidur.Langkah Anin begitu cepat hingga dalam waktu sebentar ia sudah sampai di kamarnya. Harris terbangun arena mendengar bunyi pintu yang tertutup, lelaki lantas bertanya“Dari dapur karena aku haus, Mas,” jawab Anin sembari berjalan menuju ranjangnya.“Kamu tidak bisa tidur ya?” tanya Harris.“Aku? Aku bisa tidur kok, Mas. Kamu takut aku tidak bisa tidur ya?” kata Anin. “Atau jangan-jangan kamu yang tidak bisa tidur, Mas. Aku menganggu tidurmu ya,” cerocos Anin. Harris menggelengkan kepalanya, ia mengatakan jika dirinya sama sekali tak terganggu.
“Tentu saja boleh, Ayah,” kata Anin seraya melepaskan gendongan Bhima. “Ikut Kakek ya Nak,” ucapnya kepada sang putra. Anin menyerahkan bayi itu kepada ayah Harris dan pria itu menerimanya dengan sangat hati-hati. Ia tahu bagaimana memperlakukan bayi mungil itu.Ada perasaan haru ketika Tuan Setya memandang wajah Bhima tiba-tiba saja ia teringat saat Harris masih bayi. Wajah keduanya terlihat sangat mirip. Lelaki itu menatap bayi mungil dalam diam, Bhima tampak koperatif ketika digendong oleh Tuan Besar itu.“Bagaimana jika aku punya anak lagi,” ujar lelaki paruh baya membayangkan jika dirinya memiliki anak lagi dari wanita lain. “Aku rasa masih sanggup mengurus bayi,” batinnya.“Kenapa yah? Ayah ingin punya baby lagi?” celetuk Harris, sepertinya ia mampu membaca pikiran sang ayah. Apa yang dikatakan oleh Harris membuat pria itu terkejut. “Ayah tampak terkejut, apa tebakanku benar?” lanjut Harris.“Kamu mau punya adik lagi, Mas?” sambung Anin, ia menatap Harris dengan tatapan bingung.
“Menurutku mereka mirip, sayang. Jadi belum tentu mereka.”Harris menghela nafas panjang, memang benar bahwa foto tersebut tidak menampilkan wajah mereka dengan jelas. Tetapi kata Hatinya tak pernah salah, ia amat yakin jika orang di foto tersebut adalah ayahnya dan Clara.Hal yang sama juga dirasakan oleh Anin, perempuan itu yaki jika itu adalah Tuan Setya dan Clara. Tetapi ia justru mengatakan hal yang sebaliknya, bukan tanpa alasan Anin melakukan hal tersebut. Foto itu bisa saja salah.“Atau lebih baik aku tanya saja pada Damar,” ucap Harris. Lelaki itu kemudian menekan nomor telepon asistennya, terdengar suara menunggu dari seberang. Tak lama kemudian panggilan terjawab.“Selamat Pagi Pak,” sapa Damar.“Tak usah basa basi ya, Mar. Aku ingin menanyakan perihal foto tadi, apakah kamu bisa konfirmasi kebenarannya? Maksudku, apakah kamu benar-benr bertemu dengan mereka?”Belum sempat Harris mendengar jawaban dari Damar, sang ibu muncul dari balik pintu bahkan perempuan itu tak mengetu
Anin segera mempercepat langkahnya saat netranya melihat kedua orang yang diduga Tuan Setya dan Clara. Ternyata mereka tak berhenti di lantai tiga melainkan lantai empat. Tepatnya di toko perhiasaan.“Ternyata benar itu ayah dan mbak Clara,” gumam Anin. Entah mengapa ia merasa sangat kesal dan kecewa. Anin ingin lebih lama berada di sana tetapi diriya sadar ada Ibu Harris yang menunggunya di bawah.Anin terus merutuki perbuatan tak terpuji kedua orang tersebut, ia berencana untuk melaporkan hal tersebut pada Harris nanti. Semakin lama langkahnya semakin cepat, ia tak ingin membuat sang Ibu mertua menunggu lebih lama.“Maaf lama ya Bu,” kata Anin meminta maaf.“Kamu ke kamar mandi ya mana sih, Nin?”“Kamar mandinya di lantai ini penuh, Bu. Jadi Anin pergi ke kamar mandi lantai atas, kebetulan tadi juga bertemu dengan teman Mas Harris, kami mengobrol sebentar. Maaf ya Bu,” ujar Anin berbohong. Ia terpaksa mengatakan hal tersebut. “Maaf ya Bu, Anin harus berbohong pada Ibu,’ batinnya.“T
Setelah melakukan pemikiran yang panjang, akhirnya Anin menuruti permintaan Ibu Harris. Ia tak akan mengatakan apa yang terjadi tadi pada Harris, Anin berusaha untuk menjaga rahasia ini rapat-rapat.Anin yang semula hanya menemani Bhima ternyata ikut tidur di samping anaknya. Perempuan muda itu tidur cukup nyenyak sampai tak tahu jika Harris sudah berada di kamarnya. Hari ini pemimpin perusahaan tersebut pulang cepat.Harris berdiri di samping ranjang, ia menatap wajah Anin ketika tidur. Menurutnya wajah Anin terlihat lebih cantik ketika tidur, Harris kemudian membuka jasnya. Ia melemparkan ke sembarang arah, kepalanya mendekat ke arah Anin. Lelaki itu mencium pipi Anin beberapa kali.Tentu saja hal tersebut membuat Anin terbangun, ia membuka matanya dan terkejut mendapati Harris ada di sampingnya. Anin yang terbangun karena ulah Harris, membuat ekspresi kesal namun hal tersebut membuat lelaki itu bertambah gemas.“Kamu harus dihukum karena terlihat cantik,” ujarnya. Lelaki itu dengan