Naira dan Alpan nampak mengendap-endap memasuki kamar Tuan Besar Sudarta. Naira menarik tangan Alpan agar lebih cepat lagi.
Laki-laki tua itu nampak tertidur pulas. Sejenak mereka memperhatikan Tuan Besar Sudarta, lalu Naira memberi kode kepada Alpan untuk memulai aksi mereka.“Kek... Bangun Keek..!!” Alpan membangunkan Tuan Besar Sudarta.Alangkah kagetnya lelaki itu melihat Alpan dan Naira begitu lancang memasuki kamarnya.“Mau apa kalian masuk kesini..?!” Agak tergagap Tuan Besar Sudarta tersentak bangun.Ia berdiri dan memandang marah kepada Alpan yang berdiri dengan sikap tidak sopan.“Mau apa kamu Alpan..?!” Tuan Besar Sudarta membentak cucunya itu.“Mau tanda tangan Kek..!” Seru Alpan tidak kalah keras lalu menghempaskan satu bendel dokumen di meja yang terletak disudut kamar itu.Naira hanya memandangi dengan wajah sinis. Ia memang tidak menyukai ayah mertuanya itu.“Apa ini..?Pesawat Singapore Airlines baru saja mendarat di bandara Soekarno Hatta.Dari sekian banyak penumpang yang menuruni tangga pesawat itu diantaranya adalah Ramona dan Santi.Mereka memutuskan untuk menjenguk Mohzan walau apapun resiko yang akan mereka hadapi.Dengan memakai celana jeans berwarna gelap dipadu dengan atasan berwarna putih bersih serta sebuah syal berwarna jingga dan sedikit dihiasi manik-manik melilit dileher jenjangnya.Kaca mata hitam yang bertengger dihidung mancungnya membuat penampilan Ramona semakin mempesona. Rambutnya yang panjang pirang digulung keatas dengan sebuah jepitan berwarna emas.Santi mengenakan gaun berwarna kuning gading. Ia menenteng tas besar dengan merek terkenal. Matanya yang indah juga ditutupi kaca mata hitam mewah.Mereka berharap tidak ada yang mengenali mereka di bandara itu. Kalau sampai kehadiran mereka diketahui wartawan, tentu urusan jadi akan sulit dan nyawa mereka terancam.&l
“Mengapa kita harus terbang ke Batam Mona..?” Santi tidak mengerti begitu Ramona mengambil tindakan cepat membeli tiket ke Batam.“Pesawat ke Singapura masih 3 jam lagi Ma, kita sudah terciduk wartawan. Jika mereka mengetahui bahwa kita di bandara, Mereka pasti akan mengejar kita.” Ramona menerangkan setelah mereka duduk diatas pesawat.“Tapi Tuan Satya bukankah sudah ditangkap polisi Mon..?”“Alpan dan Nyonya Naira tidak kalah berbahaya Ma. Mereka kejam dan jahat.”Santi mengangguk mengerti. Tak lama kemudian pesawat yang mereka tumpangi sudah tinggal landas.Sementara itu jalan yang sangat macet siang itu menghalangi mobil Alpan untuk sampai secepat mungkin dibandara. Alpan mengomel dan berteriak karena kesal.Tiba notifikasi ponselnya berbunyi.“Ada apa..??” Alpan menjawab panggilan teleponnya.“Mereka sudah terbang ke Batam Tuan Muda.” Jawab seseorang dari
Seorang perawat berlari menerobos kerumunan orang yang berada di depan kamar perawatan Mohzan. Dalam ruangan yang penuh sesak itu hanya tercium satu aroma saja yaitu aroma kesedihan.Para petugas keamanan bahkan polisi tidak sanggup menahan massa yang datang bagaikan air bah yang membanjiri sebuah jurang.Ruangan bahkan halaman dan sampai ke jalan raya, orang datang berbondong-bondong dengan wajah penuh duka. Macet yang cukup panjang terjadi diruas jalan didepan rumah sakit itu.Tiada senda gurau, yang terdengar hanyalah isak dan tangis. Yang terlihat hanyalah air mata yang berderai bercucuran.Para bapak dan ibu merasa kehilangan anaknya. Kakak kehilangan adiknya dan adik kehilangan kakaknya. Itulah yang tengah dirasakan sebagian besar penghuni bumi.“Tolong beri saya jalan...! Tolong beri saya jalan...!” Suster itu terus menerobos pekatnya kerumunan.Dengan susah payah perawat itu sampai diruang dokter.“Dokt
“Mona... Monaaa...!!”“Coba lihat ini Mooon...!” Santi menggedor pintu kamar Ramona.Semenjak meninggalkan Jakarta kemarin, Ramona terlihat murung dan memilih mengurung diri di kamarnya.Santi dapat merasakan apa yang tengah dirasakan putrinya itu. Kenyataan yang ia lihat di rumah sakit dua hari yang lalu telah memukul semangatnya.Dengan mata kepala sendiri mereka berdua menyaksikan Khalista begitu akrab dengan keluarga Mohzan. Gadis itu juga memperlakukan Mohzan bagaikan kekasihnya.Selain itu, Danar juga nampak bersama mereka disana. Sepertinya hubungan baik sudah terjalin diantara dua keluarga itu. Tentu saja Ramona dan Santi mengira dua keluarga itu sudah terikat dan merestui hubungan Mohzan dengan Khalista.Ramona dengan lapang dada telah mengikhlaskan impiannya berpaling kepada Khalista. Namun disaat ia mulai bisa menerima kenyataan itu, beberapa jam yang lalu justru ia melihat kenyataan yang lebih membuat hatinya semakin
Mohzan sudah kembali berkumpul dengan keluarganya. Mama dan nenek serta adik-adiknya. Untuk sementara Mohzan meminta agar ia diberi waktu untuk berkumpul dulu dengan keluarganya. Dirinya belum mau ditemui awak media dari manapun.“Alhamdulillah Nak.. sekarang Mohzan sudah sehat kembali.” Desma menyendokkan nasi goreng ke piring Mohzan sebagai menu sarapan mereka pagi itu.Ibu Aisyah tersenyum memandangi cucunya. Ia tak putus-putusnya bersyukur karena Mohzan telah diberikan sebuah keajaiban dari tuhan.“Iya Ma, kita harus bersyukur dengan umur yang masih diberikan Allah kepada kita. Semoga kita bisa memanfaatkannya lebih baik lagi.” Jawab Mohzan sambil mengumpulkan nasi dalam sendok untuk suapan pertamanya.“Neeek... Nenek kok gak makan Nek. Dari tadi nenek mandangin Mohzan terus.” Mohzan menegur ibu Aisyah yang tidak bosan-bosannya memandang kearahnya.Sampai detik ini ibu Aisyah belum seutuhnya percaya kalau Mohzan masih hidup. Ibu Aisyah takut ini hanyalah seb
“Yuda senang banget abang pulang lagi..!” Yuda bergayut manja dilengan Mohzan.“Pasti Yuda pengen Abang beliin bakso lagi kaan...!” Mohzan menggoda adik terkecilnya itu.Arya, Jery dan Dika tersenyum simpul mendengar percakapan Mohzan dengan Yuda. Mereka sudah hafal tabiat Mohzan yang suka sekali mencandai adik-adik kecilnya.Yuda memang paling suka makan bakso.“Abang kok tahu aja sih Bang apa yang Yuda mau.” Jawab anak itu polos.“Hahahhaha...” Mohzan tidak dapat menahan geli hatinya. Ia tertawa terpingkal-pingkal.‘Ya udah kalau gitu Abang pulang dulu.” Jawab Mohzan pura-pura mau berdiri.“Kalau Abang pulang sekarang terus beli baksonya kapan Bang..?” Yuda tidak mau kalah. Ia terus memepet Mohzan.“Hahahhahaha...” Anak-anak yang lain ikut tertawa. Mereka sangat bahagia bisa berkumpul lagi dengan Mohzan.“Bang, pinjam kunci motor Bang..!&rdqu
Mohzan dan Arya berboncengan dengan sepeda motor. Tujuan mereka adalah rumah sakit tempat Chen dirawat. Kedua pemuda yang ganteng dan gagah itu melaju dengan kecepatan sedang.Mereka baru saja mendapat kabar kalau ada sedikit infeksi dilambung Chen pasca operasi untuk mengeluarkan peluru beberapa minggu lalu. Untuk itu Chen belum diperbolehkan pulang.Satu jam kemudian mereka berdua sudah sampai dirumah sakit dan segera memasuki gedung besar itu.Beberapa wartawan sibuk jeprat jepret dan mengajukan beberapa pertanyaan.“Halo Abang Mohzan, anda sudah terlihat pulih kembali.” Seorang wartawan menyapa dan nampaknya ingin memulai sebuah wawancara.“Seperti yang kita ketahui Tuan Junara dan keluarganya telah menghilang setelah memindah kuasakan semua hartanya kepada Alpan cucunya. Sepertinya ada yang janggal dalam kejadian ini. Kira-kira apa tanggapan anda Bang Mohzan..??”Mohzan dicegat dengan pertanyaan yang kini tengah menjadi tren
“Apa rencanamu hari ini Juna..?” Tuan Besar Sudarta sudah duduk disebuah kursi menghadap meja makan yang sangat sederhana.Ia tengah menyendok nasi putih yang ditemani tahu dan tempe goreng yang baru saja dihidangkan Tuan Junara dihadapannya.“Juna mau mencari pekerjaan Pa..! Sudah seminggu ini Juna hanya berdiam diri dirumah tanpa melakukan kegiatan apa-apa.” Jawab Tuan Junara sambil menenteng sebuah piring yang berisi menu sarapan mereka pagi itu.Tuan Junara menarik sebuah kursi lalu duduk berhadapan dengan Tuan Besar Sudarta. Mereka memulai aktivitas sarapan dengan bersemangat.“Bagus Juna...! Kita harus memulai kembali dari awal. Jatuh tidak akan membuat kita hancur dan rapuh.” Tuan Besar Sudarta terus memompa semangat putranya.Tiba-tiba..“Semua kesialan ini terjadi selalu dikarenakan si Desma itu. Kalau bukan karena kehadirannya dengan anak haramnya itu tentu sekarang kita tidak akan begini.”