Ctarr Ctarrr
Sambaran halilintar keluar dari tangan robot sebesar sepuluh meter berzirah kuning. Robot raksasa itu berjumlah sembilan, dengan baju zirah yang memiliki warna yang berbeda, melekat dimasing-masing robot tersebut. Benda besi raksasa itu tiada hentinya meluncurkan serangan pada elf-elf yang terlihat seperti kurcaci berterbangan.
Ctarr Ctarr
Elf-elf itu gesit menghindar serangan halilintar dari besi raksasa berzirah kuning yang menyerangnya. Para elf dengan elemen tanah, berhadapan dengan tiga robot raksasa berzirah kuning, elf dengan elemen api dan petir berhadapan dengan tiga robot raksasa berzirah hijau, dan elf elemen air dan salju berhadapan dengan tiga robot berzirah biru.
Aredel menapakkan kakinya di tengah medan pertempuran, melihat sekelilingnya yang penuh dengan suara tembakan, darah, serta teriakan-teriakan dari para manusia dan elf. Aredel dan Felix bergabung bersama elf elemen air dan salju untuk mengalahkan tiga robot berzirah biru tersebut. Sedangkan Felix dan Tuan Owen, mereka bergabung bersama elf elemen api menghadapi robot berzirah hijau.
“Felix! Tolong jaga Tuan Owen!” seru Aredel ketika melihat lelaki paruh baya bersurai coklat itu berlari menuju timur, mengikuti para elf dengan lingkaran sihir yang mengeluarkan semburan api serta petir.
Felix membuka paruhnya, kemudian meluncurkan api besar pada wajah robot berzirah hijau yang berada di pinggir kiri. Robot hijau tersebut terdiam pasrah, menerima serangan dari burung phoenix di depannya. Para elf yang melihatnya tersenyum senang, ketika melihat ada seekor burung phoenix yang membantunya. Tetapi senyuman mereka luntur ketika melihat robot raksasa tersebut menyedot api besar Felix menggunakan rongga-rongga pada tubuhnya.
Satu robot lainnya yang berada di pinggir kanan, membuka mulutnya lebar. Keluarlah angin tornado kecil, yang membuat para elf di bawah terbang di bawa angin. Burung gagah itu dan para elf lain berusaha menyeimbangkan tubuhnya agar tidak ikut terbawa angin. Dia membuka mulutnya lagi, menyemburkan api besar pada robot yang mengeluarkan tornado mini dari mulutnya.
Api besar keluar dari paruh burung besar itu lalu menabrak angin tornado di depannya. Api milik Felix membesar karena angin tersebut, membuat medan pertempuran sebelah timur terasa sangat panas.
Burung besar itu nampaknya semakin menjadi-jadi, saat robot tersebut memperbesar angin tornadonya. Hawa panas membara menyelimuti pertempuran diakibatkan oleh sekeliling daerah timur yang terbakar oleh api.
Api-api tersebut ganas mulai membakar pepohonan, serta semak-semak sekeliling hutan bagian timur tersebut. Robot yang berada di sebelah kanan itu dengan cepat menyedot api besar milik Felix yang menyebar di sekitar pepohonan agar api tersebut tidak merusak alam sekitar.
“Kita harus membantu burung tersebut!” seru salah satu elf.
Para elf serempak mengangguk, kemudian terbang menuju sebelah burung tersebut. Tuan Owen bersiap dengan senjata pelontar halilintarnya, menembakkan halilintar tersebut pada robot di depannya. Ketika para elf siap dengan lingkaran sihirnya untuk menyerang, robot berzirah hijau yang berada di tengah membuka mulutnya.
Sratt Sratt
Serangan angin berbentuk bulan sabit, menyerang mereka. Para elf gesit menghindar, sehingga cambukan angin tersebut mengenai pepohonan sekitar.
Kreek
Batang pohon pun retak membuat pohon tersebut tumbang. Serangan cambukan angin tersebut sangat tajam, mirip dengan serangan kapak Orc di rawa.
Para elf berdecih pelan, kemudian melontarkan beberapa tembakan halilintar pada robot tengah yang baru saja menyerangnya. Robot tersebut tidak menghindar, dia diam bergeming pasrah menerima serangan tersebut.
Ctarr ctarr
Serangan halilintar dari para elf sangat lemah, jika dibandingkan dengan tubuh mereka yang tingginya sepuluh meter, itu hanya membuat geli robot besi tersebut.
Robot yang berada di sebelah kanan mulai mengeluarkan tornado kecilnya lagi. Para elf sigap membuat lingkaran sihir pelindung untuk melindungi dirinya dan rekan sekitarnya agar tidak terkena angin tornado tersebut. Beberapa dari mereka yang tidak membuat sihir pelindung, berusaha melontarkan api besar untuk melawan angin tornado itu.
Api besar kembali tercipta akibat tubrukan serangan tersebut, membuat suasana medan perang bagian timur kembali panas akibat api tersebut. Robot sebelah kiri mulai menyedot api-api tersebut, membuat api yang berada di medan pertempuran kembali menghilang.
“Aku haus sekali, sepertinya aku akan dehidrasi,” ujar salah satu elf lalu diangguki oleh elf yang lain.
“Untung saja ada robot penyedot api itu, kalau tidak kita bisa menjadi peri panggang,” sahut yang lain.
“Tapi bagaimana cara kita menyelesaikan ini? Jika hanya terus menyerang dan tidak menemukan kelemahannya, pasti tidak akan menang,” tanya salah satu elf.
Tuan Owen merenung, membantu memikirkan cara agar mengalahkan raksasa besi besar yang berada di hadapannya itu. Sementara itu, robot raksasa yang berada di tengah mengeluarkan cambukan angin bulan sabitnya lagi. Para elf serempak membuat lingkaran sihir pelindung gabungan, agar cambukan tersebut tidak mengenai rekan-rekannya.
Lingkaran sihir pelindung itu berbentuk seperti kubah berselaput tipis, para elf yang membuat sihir pelindung gabungan tersebut menguatkan kuda-kuda mereka agar kubah sihir pelindung mereka tidak pecah. Serangan bertubi-tubi pun terus di luncurkan dari robot yang berada di tengah.
“Aku akan membantu kalian!” ujar para elf yang kian membantu menguatkan lingkaran sihir tersebut.
Serangan dari robot yang berada di tengah semakin menjadi-jadi, dan robot yang berada di kanan mulai mengeluarkan tornado angin kemali, membuat lingkaran sihir pelindung mereka bergoyang. “Jangan menyerah dan tetap semangat!” Para elf berteriak keras, menguatkan semangat mereka agar tetap bertahan.
Tuan Owen berdecih pelan, ketika melihat keadaan mereka yang terperangkap. Mereka hanya bisa bernaung di dalam kubah sihir pelindung ini tanpa menyerang balik. “Aku harus memikirkan sesuatu.” Tuan Owen mengedarkan pandangannya mencari ide.
“Oh?” Pandangannya terhenti ketika melihat robot raksasa yang berada di sebelah kiri terdiam bergeming.
Tuan Owen menyunggingkan senyumannya miring. “Benar juga, kalau robot-robot ini benar-benar tahan dengan api, kenapa mereka membutuhkan robot penyedot api tersebut?”
“Aku punya ide!” teriak Tuan Owen, membuat para elf yang tengah sibuk dengan lingkaran sihir menengokkan kepala mereka menghadap pria bersurai coklat tersebut.
Tuan Owen melangkahkan kakinya maju kemudian berteriak mantap, “Ayo kita hancurkan robot raksasa yang berada di kiri!” Para elf terkejut ketika mendengar ide dari pria paruh baya tersebut. “Coba kalian pikir, kalau robot-robot ini memang tahan terbakar oleh api, kenapa mereka harus mengirimkan robot penghisap api tesebut?”
Para elf mulai terdiam, memikirkan apa yang pria paruh baya itu katakan. Beberapa dari mereka menghentikkan lingkaran sihir pelindungnya kemudian menghampiri Tuan Owen. “Tapi dia tahan dengan halilintar yang kami lontarkan.”
Tuan Owen tersenyum kecil, kemudian menjawab, “Karena daya rusaknya kecil dan tubuh robot itu terlalu besar. Kita butuh sesuatu yang daya rusaknya besar, sesuatu yang bisa melahap hangus robot tersebut … seperti pistol ini.” Tuan Owen mengeluarkan pistol gel buatan Aciel dari sakunya.
“Apa itu?” tanya elf.
“Ketika gel ini menempel di sebuah objek, maka objek tersebut akan terus terbakar. Tapi masalahnya adalah, pistol ini hanya bisa menembakkan sebanyak tiga kali,” jelas Tuan Owen.
“Kalau apinya disedot oleh robot kiri itu bagaimana?” tanya salah satu elf.
“Bukankah bagus? Aku yakin robot tersebut ada kelemahan. Pasti semakin banyak api yang dilahapnya, semakin beresiko juga mesin-mesinnya akan rusak,” jawab Tuan Owen.
“Rencanamu bagus, tapi kita harus menyerang robot yang mana?” tanya seseorang elf bingung.
“Robot yang kanan. Karena jika dia diserang, otomatis serangannya akan berhenti. Karena dia yang paling merepotkan.”
Para elf menganggukkan kepalanya setuju, mendengar ide dari Tuan Owen. Pria paruh baya tersebut tersenyum senang kemudian berkata, “Terima kasih, sekarang tolong lindungi aku agar bisa menembakan gel ini ke tubuh robot tersebut.”
Klang
Lingkaran sihir pelindung mereka pecah, akibat serangan cambuk angin dari robot yang berada di tengah. Tuan Owen berlari mendekat ke arah robot yang berada di tengah, dikelilingi oleh tiga elf yang berada di kanan, kiri, dan atas. Robot yang berada di kanan kembali mengeluarkan angin tornadonya ke arah Tuan Owen dan tiga elf tersebut.
Para elf tersebut sigap membuat lingkaran sihir pelindung gabungan berbentuk kubah untuk melindungi mereka dari serangan tersebut. Tuan Owen tersenyum kecil, ketika dirinya merasa amat terlindungi. Mereka bertiga kembali bergerak maju ke robot tengah tersebut. Robot itu pun kembali merasa terancam, membuat dia mengeluarkan serangan cambuk ke makhluk kecil di depannya.
Robot yang berada di kanan berhenti mengeluarkan tornado angin. Tuan Owen tersenyum senang kemudian berteriak, “Sekarang!” Para elf yang berada di kanan, melepaskan sihir pelindungnya membuat sisi kanan kubah mereka terbuka. Dengan satu gerakan, jari pria paruh baya itu gesit menarik pelatuk pitol gel tersebut.
Gel tersebut melesat cepat lalu menempel di bada robot raksasa tersebut. Beberapa detik Tuan Owen dan para elf menunggu, akhirnya keluarlah api besar yang membakar tubuh benda besi tersebut. Kedua robot yang tersisa terlihat panik dan marah ketika melihat temannya terlahap api. Robot yang berada di tengah meluncurkan serangan cambuknya dengan ganas ke segala penjuru, membuat para elf sigap kompak membuat kubah besar lingkaran sihir pelindung lagi.
Robot yang berada di ujung kiri berlari cepat mendekati robot kanan tersebut. Felix burung phoenix tersebut menyerang robot yang ingin menyelamatkan kawannya itu. Robot tersebut menghentikkan larinya, menyerap api besar yang diluncurkan oleh Felix. Para elf yang membuat lingkaran sihir kian membantu burung gagah tersebut, membuat sang robot terlambat menyelamatkan kawannya.
“Akhh sakit!”
Teriak para elf, yang menyerang robot kiri. Mereka lengah, dan terlalu fokus menyerang robot kiri, sehingga tidak memperhatikan robot tengah yang meluncurkan serangan cambuknya pada mereka. Para elf tersebut terpental ke belakang. Bahkan beberapa dari mereka menerima beberapa luka sayatan yang cukup parah di bagian leher, perut, dan kaki.
Para elf yang mengalami luka ringan segera melakukan sihir regenrasi, dan langsung menyembuhkan teman-temannya yang terluka parah. Nasib Robot kanan tersebut nahas, karena sudah gosong, terbakar oleh api besar berwarna biru tersebut. Meskipun sudah terlambat, dengan segera robot kiri menghisap api biru yang menyelimuti tubuh temannya itu, dengan mulutnya yang besar.
Seperti tidak memberikan nafas kepada para elf yang terluka, robot tengah tersebut kembali meluncurkan serangan cambuknya.
“Jangan patah semangat! Ayo kita kembali membuat lingkaran sihir pelindung!” ujar salah satu elf dengan luka sayatan yang berada di tangan dan kakinya.
Lingkaran sihir pelindung berbentuk kubah transparan itu mulai terbentuk lagi. Serangan demi serangan terus diluncurkan oleh robot raksasa yang berada di tengah tersebut. Robot sebelah kiri tadi, terlihat mulai lambat menghisap api biru yang berada di tubuh rekannya tersebut.“Sebentar lagi robot penghisap itu akan mati,” gumam Tuan Owen dengan senyuman sinisnya. Pria paruh baya dan elf lain merasa senang, seperti di atas awan.Slap Klang Kubah pelindung mereka pecah. Robot yang menyerang mereka pun kembali meluncurkan cambukan berbentuk bulan sabitnya pada sekumpulan elf kecil di hadapannya. Para elf terbang menghindari cambukan-cambukan bulan sabit tersebut dengan mudahnya.Slap SlappFelix membuka paruhnya, setelah melihat kesempatan untuk menyerang balik robot sebesar sepuluh meter itu. Burung gagah tersebut menyerang robot tersebut dengan bola api raksasa, dibantu oleh beberapa elf di belakangnya
Felix mengeluarkan suara nyaringnya, terbang di langit melewati robot-robot berzirah biru tersebut diikuti dengan beberapa elf di belakangnya. Aredel, dan para elf elemen es lainnya tersenyum senang, ketika melihat burung gagah itu membawa pasukan bantuan. Felix membuka paruhnya lebah, kemudian mengeluarkan api bersarnya, melelehkan beberapa panah es yang runcing tersebut. Para elf berelemen api tersebut menyusul mengeluarkan api dan petirnya menyerang para robot raksasa tersebut. Robot berzirah biru dengan motif gelombang air, dengan sigap mengeluarkan badai salju. Badai tersebut sangat besar dan dingin, meskipun tidak se ganas badai di Gunung Rinjanist, tetapi tetap menghambat gerakan para elf. Tumbuhan-tumbuhan hijau yang berada di dalam hutan tersebut berubah menjadi putih akibat terkena badai salju. Aredel dan Rayzeul lincah berlari kesana kemari menghindari badai tersebut, seraya mencoba membekukan tubuh besar robot tersebut. Para elf yang lain membantu Aredel
Perempuan bersurai putih itu terlihat kesal. Dia menyunggingkan senyuma sinisnya, mengeluarkan lingkaran sihir di tombak milik Aredel. Aredel terkejut, ketika melihat lingkaran hitam itu menyelimuti tombak esnya.Splah Tombak tersebut menghilang, secara cepat.“Aku penasaran dengan apa yang kau lihat tentang diriku anak kecil. Ternyata kau menarik, bisa melihat masa laluku hum,” ujarnya dengan senyuman sinis.ClingSebuah lingkaran sihir tiba-tiba saja muncul di langit. Lingaran sihir tersebut mengeluarkan tombak es aredel tadi. Benda lancip itu pun tanpa aba-aba langsung menghantam beberapa elf di bawahnya. Aredel membelakkan matanya tak percaya ketika melihat tombak es miliknya berpindah begitu saja.“Dia bisa memindahkan senjataku menggunakan sihir ruang dan waktunya,” batin Aredel.“Kenapa diam? Aku memintamu untuk menceritakannya, jadi cepatlah bercerita!” teriak Morie sambil
“Hahahaha.”Suara tawa dari perompak itu kian menggema disertai dengan suara bom dari meriam yang terus menyala. Para perompak itu megeluarkan sebuah tali besar, seraya berjalam mendekati Morie yang sedang terbaring lemah di atas lantai kapal kayu.“Jangan sentuh dia!” ujar pria bersurai kuning itu sambil merentangkan kedua tangannya, berupaya untuk menghalangi para perompak untuk tidak mendekati Morie.“Wah … berani juga kau,” ledek salah satu perompak.Morie mendengus sebal. “Dasar bodoh.”Perempuan bersurai hitam itu pun dengan cepat membuat lingkaran sihir hitam di tempat dia berbaring dan tempat pria bersurai kuning itu berdiri. Para perompak terkejut, mereka dengan sigap menjauh dari lingkaran sihir tersebut. Lingkaran sihir hitam itu bersinar terang, kemudian menelan Morie dan pria bersurai kuning tadi.Cling “Mereka menghilang?” tanya salah satu perom
Pria berpakaian seperti bajak laut itu mengeraskan rahangnya, dengan tatapan berapi-api dia kembali bangkit dari jatuhnya bersiap untuk menyerang perempuan yang telah menendangnya tadi. “Jangan bertindak bodoh, kau tidak akan menang melawanku.”Perempuan bersurai putih keemasan itu santai, melangkahkan kakinya maju dengan kesiur angin kencang yang menyelimuti tubuhnya.”Kau sudah lihat, kan? Menyerahlah sebelum aku mempermalukanmu lebih dalam lagi.”Pria berpakaian bajak laut itu berdecih pelan, mengedarkan pandangannya ke arah kedai melihat sepasang mata penasaran yang sedang memeperhatikan mereka berdua. “Dasar perempuan sialan!”Pria tersebut berteriak keras, kemudian berlari cepat menuju kapal kecil yang berada di pinggiran laut tersebut.Morie tersenyum miring, kemudian menghampiri perempuan cantik tersebut. Diikuti dengan Zayn di belekangnya. “Kau hebat sekali bisa mengusir pria bajak laut itu.”
Perempuan bersurai hitam itu sempoyongan, akibat suara merdu tersebut yang kian masuk ke dalam telinganya. Kabut di sekitarnya semakin menebal, membuat penglihatan semakin kabur dan tak jelas.“Agh! Pusing,” teriaknya dengan kedua tangan yang terus menutup telinga.“Aku senang sekali, bisa bertemu dengan elf kegelapan di sini,” ujar seorang dengan suara khas wanita.Suara itu merdu dan sangat lembut. Kabut yang menutupi kapal mereka kian menghilang, diiringi dengan langkah kaki seorang perempuan cantik dengan rambut panjang hitam dan baju bikini. “Kenapa elf kecil sepertimu kemari? Apakah kau tersesat?”Morie berdecih pelan seraya memijit lembut pelipisnya. Dia berusaha konsentrasi, menghilangkan rasa kantuk nan pusing yang mengelilingi kepalanya.“K-kau … siren, kan?” tanya Morie dengan suara seraknya.Perempuan bersurai hitam yang dibilang siren itu tersenyum miring, menaikan satu alis
Suatu gelombang yang sangat besar tiba-tiba saja muncul di hadapan mereka. Ketiga makhluk yang berada di dalam kapal kecil itu panik, melihat hamparan air laut yang tiba-tiba naik ke atas. “Apa yang terjadi?!” teriak Zayn panik. “Sesuatu yang besar akan muncul! Morie ayo bantu aku untuk menyerang, dan Zayn pegangan yang erat!” seru Tauriel dengan lingkaran sihir berwarna putih yang sudah teracung ke depan. “Menyerang? Apa yang harus kita serang?!” tanya Morie panic. Raarrr Byuurr Cling Enam pasang mata mereka terbelalak, ketika merasakan hempasan gelombang air asin tersebut membasahi seluruh kapal. Mereka bertiga aman tidak terkena hempasan air laut itu karena Morie sigap membuat kubah pelindung. “Terima kasih Morie,” ujar Tauriel, yang diangguki kecil oleh perempuan bersurai hitam tersebut. Raarrr Mata Tauriel menajam. Dia terbang ke atas melihat siluet besar dari dasar laut.
Setelah mengalami hal yang berat dan gelap, akhirnya matahari mulai keluar dari sarangnya. Membuat seluruh permukaan air asin ini terang, dan hangat. Morie, Zayn, dan Tauriel menganggukkan kepalanya mengerti, kemudian mulai bergerak keluar dari kapal es mereka.“Kita harus mengendap-ngendap, dan bersembunyi di suatu tempat,” ujar Tauriel pelan dengan pandangan yang menyelidik.Dia pun mulai berlari kecil, melangkah ke dekat semak-semak diikuti dengan kedua temannya yang lain. “Kau seperti mengenal tempat ini.”Tauriel mengangguk pelan, menjawab pertanyaan dari pria bersurai kuning di sampingnya. “Kita harus fokus, karena sebentar lagi para bajak laut itu pergi.”Tempat di daerah pesisir pantai itu sangatlah luas, banyak semak-semak dan pohon kelapa. Mirip dengan pulau pada umumnya.Tepat seperti apa yang dikatakan oleh Tauriel sebelumnya, tempat para bajak laut itu seperti istana kayu yang megah. Istana megah itu