Share

63’ Robot vs elf pt.3

Felix mengeluarkan suara nyaringnya, terbang di langit melewati robot-robot berzirah biru tersebut diikuti dengan beberapa elf di belakangnya. Aredel, dan para elf elemen es lainnya tersenyum senang, ketika melihat burung gagah itu membawa pasukan bantuan. Felix membuka paruhnya lebah, kemudian mengeluarkan api bersarnya, melelehkan beberapa panah es yang runcing tersebut.

Para elf berelemen api tersebut menyusul mengeluarkan api dan petirnya menyerang para robot raksasa tersebut. Robot berzirah biru dengan motif gelombang air, dengan sigap mengeluarkan badai salju. Badai tersebut sangat besar dan dingin, meskipun tidak se ganas badai di Gunung Rinjanist, tetapi tetap menghambat gerakan para elf. Tumbuhan-tumbuhan hijau yang berada di dalam hutan tersebut berubah menjadi putih akibat terkena badai salju.

Aredel dan Rayzeul lincah berlari kesana kemari menghindari badai tersebut, seraya mencoba membekukan tubuh besar robot tersebut. Para elf yang lain membantu Aredel dan Rayzeul untuk membekukan tubuh robot bermotif gelombang air tersebut. Robot dengan motif garis-garis kembali menyerang para elf dengan ribuan panahnya yang tajam. Beberapa elf terluka akibat panah tajam tersebut, membuat para elf elemen api sigap melakukan formasi melingkar membuah kubah pelindung.

“Kita harus mempunyai rencana untuk menyelesaikan ini!” ujar salah satu elf.

“Bagaimana kalau para elf elemen api yang menyerang?” saran Aredel.

“Ide yang bagus, kalau begitu biar kami yang membuat kubah pelindung!” seru elf berelemen es.

Semua elf mengangguk setuju. Elf berelemen air membentuk formasi melingkar, membuat kubah pelindung untuk para elf yang terluka. Sedangkan para elf dengan elemen api terbang keluar, seraya menyerang robot-robot tersebut dengan api panas mereka. Burung berbulu jingga dan merah tersebut, juga ikut menyerang. Felix mengeluarkan bola-bola api besarnya ke arah robot-robot berzirah biru tersebut. Serangan demi serangan terus diluncurkan, membuat kedua pihak kehabisan energi. Robot yang menyerang mereka mulai melememah, membuat para elf elemen api semakin bersemangat ketika melihat kesematan emas tersebut.

“Ayo kita serang mereka!”

Tuan Owen menyunggingkan senyumannya ketika melihat makhluk mitologi yang baru dia lihat itu ternyata sangat baik dan kompak, membantu satu sama lain. “Keren.”

Robot bermotif bulat, mengangkat tangannya ke atas, membuat kubah es pelindung untuk melindungi teman-temannya dari serangan para elf. Rayzeul berdecih sebal ketika melihat kubah tebal dan besar itu kembali dibuat oleh robot bermotif bulat. Felix terus menyerang kubah es tersebut dengan semburan apinya, diikuti dengan elf elemen api yang lain.

Kubah es pelindung itu perlahan meleleh, para elf elemen api tersenyum senang ketika melihat kubah yang membeku tersebut pelahan meleleh. Tetapi, dalam sekejap kubah tersebut kembali membeku. Para elf elemen api berdecih pelan seraya terus meluncurkan serangannya pada kubah es tersebut.

Membeku, meleleh, membeku, meleleh, begitulah yang terjadi. Seakan tidak ada habisnya, karena mereka tidak sempat menyerang balik ketika robot-robot tersebut telah berlindung di dalam kubah es pelindung yang besar itu.

“Ketika esnya mulai mencair, kita harus langsung menyerangnya dengan serangan jarak jauh!” teriak Rayzeul, ketika melihat kubah es tersebut yang kian membeku dan meleleh.

“Aku akan menyerangnya!” Aredel menjawab, kemudian menyiapkan lingkaran sihir berukuran sedang yang siap menyerang robot yang berada di dalam kubah pelindung tersebut.

Para elf dengan elemen api, terus-terusan menyerang kubah tersebut. Melihat kubah tersebut meleleh, Aredel dan elf dengan serangan jarak jauh lainnya langsung menyerang robot-robot tersebut.

Klang Klang Klang

Tombak-tombak, panah, batu-batu, dan lain-lain mengenai tubuh besi robot tersebut membuat beberapa bagian dari tubuh besi raksasa itu sedikit penyok. Para elf tersenyum senang, mereka mengira telah berhasil menyerang robot raksasa tersebut. Robot dengan motif garis-garis, tiba-tiba mengangkat kedua tangannya ke udara. Panah-panah es dengan cepat terus meluncur dari tangan besi tersebut.

“Argh!”

Beberapa dari mereka teriak kesakitan, ketika terkena hujaman panah tersebut.

Crat

Bercak-bercak darah berwarna merah menghiasi tanah hutan yang bersalju. Aredel marah. Dengan lingkaran sihir pelindungnya, dia berlari maju menyelamatkan saudara satu rasnya tersebut dari panah-panah kejam itu.

Manik hijau perempuan cantik itu bergetar. “Jangan diam saja dan bantu saudara kalian!” teriak Aredel seraya melindungi, beberapa elf yang tengah sekarat di belakangnya.

Ketika para elf yang selamat berusaha menyelamatkan teman-temannya yang sekarat, robot bermotif gelombang mulai membuka mulutnya. Keluarlah badai salju besar yang membuat para elf terpental jauh ke belakang. Aredel membekukan kakinya di tanah yang sudah dipenuhi oleh darah dan salju tersebut. Dengan jari-jemarinya yang mulai membeku, dia tetap lihai mengobati elf yang berada di depannya.

“Kumohon bertahanlah,” batin Aredel dengan seluruh tubuh yang kini tengah terbalut oleh butiran-butiran salju.

Rayzeul mendekati Aredel, kemudian membantu Aredel mengobati rekan-rekan lainnya yang sekarat. “Beruntung aku pernah bertarung saat badai di Gunung Rinjanist.”

Seakaan tidak memberikan mereka waktu untuk pulih, robot dengan motif bergaris itu mulai menyerang dengan hujaman panahnya. Beberapa elf yang selamat, dengan sisa-sisa tenaga mereka, mereka mulai membuat kubah pelindung untuk melindungi kawan-kawannya yang terluka.

“Siapa lagi yang membutuhkan bantuan?” pikir Aredel. Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar, melihat keadaan saudara satu rasnya tersebut yang terlihat kacau.

“Aredel, aku punya rencana,” ujar Tuan Owen tiba-tiba.

“Tuan Owen tidak apa-apa? Di sini sangat dingin,” ujar Aredel khawatir.

“Aku tidak apa-apa,” ucapnya. Aredel menganggukkan kepalanya kemudian bertanya, “Apa rencana Tuan tadi?”

Tuan Owen tersenyum, kemudian teriak memanggil beberapa elf berelemen api. Para elf dengan elemen api berjalan mendekat ke pria paruh baya tersebut. “Ada apa?”

“Apakah kalian bisa membuat tornado api?”

“Bisa tapi tidak terlalu besar,” jawab salah satu elf.

“Kalau kalian membuat tornado api yang besar, mungkin akan menghapus badai salju ini,” ujar Tuan Owen.

“Ide yang bagus, kita bisa menggabungkan kekuatan kita!” ujar salah satu elf, kemudian diangguki oleh para elf lain.

Para elf elemen api itu kompak berbaris melingkar. Mereka mengangkat kedua telapak tangan mereka ke atas, dengan percaya diri. “Ayo semangat!”

Cling

Keluarlah lingkaran sihir berwarna merah berdiameter tujuh meter. Lingkaran sihir tersebut mengeluarkan hawa yang sangat panas, membuat salju-salju di sekitar mencair.

“Besar sekali,” kagum Aredel ketika melihat sebuah api tornado, yang perlahan mulai membesar.

Para elf api yang membuat tornado itu tersenyum puas, kemudian dengan teriakan semangatnya mereka melepaskan tornado tersebut ke arah robot-robot yang menyerang mereka. “Serang!”

Pyuh

Bagaikan kertas yang tercelup ke dalam air, salju-salju dan hawa dingin di sekitar mereka hilang seketika ketika tornado api tersebut lepas, berputar-putar tanpa kendali di sekitar robot berzirah biru.

Para elf, dan Tuan Owen tertawa, mereka menghidar mundur, mengamati tornado yang tak terkendali itu bak kuda liar.

Cling

Sebuah lingkaran sihir berwarna hitam berdiameter sepuluh meter itu tiba-tiba saja muncul di atas para robot raksasa yang tengah terbakar. Bagaikan mesin penghisap debu, api yang membakar robot berzirah itu tersedot masuk ke dalam lingkaran sihir hitam.

“Lingkaran sihir hitam itu … Aredel mungkinkah dia?” tanya Rayzeul dengan kedua mata yang terus menatap penasaran pada lingkaran sihir.

“Iyah, dia adalah orang yang membuat semua ke kacauan ini,” ujar Aredel.

Perempuan dengan surai putih panjang, dan mata hijau menyala keluar dari lingkaran sihir hitam setelah benda tersebut menghisap habis tornado besar. Perempuan berparas cantik itu melangkahkan kakinya anggun, berjalan santai bak artis di atas red carpet.

“Wah … wajahnya mirip sekali dengan Aredel.”

“Apakah dia kembaran Aredel?”

Sayup-sayup para elf bercakap mengenai perempuan dengan surai putih tersebut.

“Aredel, aku kira kau sudah mati,” ujar perempuan tersebut dengan nada meledek.

Aredel mendengus kesal, mengeluarkan tombak sedang dari lingkaran sihirnya, kemudian mengacungkan benda panjang tersebut ke hadapan perempuan bersuari putih yang ada di depannya. “Jangan mendekat! Atau akan ku tusuk tubuhmu dengan tombak ini.”

Perempuan bersurai putih itu memiringkan kepalanya, sambil menunjukkan ekspresi wajah meledek pada Aredel. “Wah aku sungguh takut.”

“Aredel hati-hati, aura sihirnya sangat kuat,” ujar salah satu elf dari belakang.

Para elf pun dengan sigap memasang kuda-kuda, dengan kedua tangan mereka yang teracung ke depan. Bersiap untuk menyerang.

“Kalian curang. Aku hanya sendiri, dan kalian beramai-ramai.

Kalau begitu jadinya, bolehkah aku ….”

Perempuan itu terbang cepat, ke hadapan wajah Aredel. “Menyerang kau lebih dulu?”

Bugh

Perempuan itu menendang perut Aredel keras, membuat si empunya terhempas jauh ke belakang. Rayzeul membelakkan matanya tak percaya, kemudian langsung menolong saudarinya tersebut.

“Aredel ka---“

“Hei bocah kuarter elf, jangan mengganggu mangsaku. Minggirlah …,” ancam perempuan bersurai putih tersebut.

Pria bersurai putih itu marah, kemudian mengeluarkan lingkaran sihir pelindungnya untuk melindungi dirinya dan Aredel.

“Hahahaha … itu semua percuma. Apakah kalian tidak menyadari betapa jauhnya perbedaan kekuatan kita?”

Perempuan bersurai putih itu kembali melesat cepat, dengan kaki kanan yang dia acungkan ke depan ke arah lingkaran sihir pelindung Rayzeul.

Clang

Rayzeul terkejut. Lingkaran sihir  tersebut pecah berkeping-keping seperti piring yang di lemparkan oleh sebuah batu besar.

“Rasakan ini!”

Bugh

Dada Rayzeul terkena tendangan kencang tersebut, membuat pria bersurai putih itu juga terhempas ke belakang. Perempuan yang menyerang mereka berdua tertawa keras, mengepalkan tangannya bersiap untuk menyerang Rayzeul lagi.

“Apa-apaan ini, apakah kalian selemah in---“

“Jangan berani-berani menyentuhnya,” ujar Aredel tiba-tiba yang sudah berada di belakang perempuan bersurai putih tersebut. Aredel mengacungkan ujung tombak es tajam pada leher belakang  perempuan tersebut.

“Wah, kau cepat pulih juga rupanya,” ledek perempuan tersebut.

“Hentikanlah semua ini, kau itu hanyalah sebuah roh kebencian yang dendam akan masa lalumu,” ujar Aredel dengan tenang.

“Apa maksudmu anak kecil?” tanya perempuan bersurai putih itu, seraya membalikkan badannya menghadap Aredel.

“Aku tahu semuanya, kau adalah elf kegelapan yang dendam dengan elf cahaya,” ujar Aredel samil menatap mata perempuan itu pilu.

“Diamlah! Kau tidak akan bisa menhentikan aku!” teriak perempuan tersebut marah, sambil menggenggam tombak Aredel.

“Morie, hentikanlah. Ini semua adalah hal yang sia-sia,” ujar perempuan bersurai putih itu pada Morie, elf jahat yang mengacaukan semua ini.

Perempuan yang disapa Morie itu terkejut. Dia menyunggingkan senyuman sinisnya pada Aredel.

“Kau tahu namaku?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status