Malam itu hujan mengguyur begitu deras. Jalanan sepi, tidak banyak kendaraan yang biasanya berlalu-lalang.
Di depan sebuah toko yang telah ditutup, langkah kaki menginjak jalanan berair terdengar dan berhenti di sana. Seorang pria dengan pakaian formal, tuksedo berdasi merah melekat rapi di tubuhnya. Sangat jelas terlihat bahwa dia pasti bukanlah sembarang orang.
Pria itu berdecak kesal. "Sial! Kenapa harus hujan di saat yang tidak tepat seperti ini?!" gerutunya sambil menyalakan ponsel yang baterainya hampir tidak tersisa, membuat sambungan telepon di sana, namun belum sempat dia berbicara ponsel itu tiba-tiba mati yang artinya dayanya telah habis. Dia mengumpat lagi, kali ini lebih keras.
Menoleh ke belakang, lelaki itu melihat seorang perempuan bertubuh kecil meringkuk memeluk lututnya sambil bersandar di pintu toko yang tertutup. Pria itu menatapnya jijik, mengiranya adalah gelandangan.
Lama kemudian, karena hujan yang tidak kunjung berhenti, pria itu pun membulatkan tekat untuk menerobos rintik-rintik air yang deras itu lalu mencari halte terdekat untuk kembali ke kantornya.
Namun sebelum langkahnya menginjak jalanan becek lagi, sebuah tarikan di belakang bajunya membuat pria itu berhenti, dia baru saja hendak memarahi siapapun yang berani menyentuhnya seperti itu, namun ketika berhadapan dengan mata bulat kelam yang menatap lebar ke arahnya, jantung pria itu seolah terhenti sesaat.
"Anda membutuhkan ini, Tuan," kata gadis itu, mengulurkan tangannya yang memegang payung lipat.
Leon terdiam. bukan karena tidak ingin menerimanya, namun dia masih terpesona akan mata indah gadis bertubuh mungil itu. Kelam seperti malam ini, namun cerah bagai mentari, dan Leon seolah terhipnotis.
"Anda lebih membutuhkannya daripada saya, ambillah," ucap gadis itu lagi. bahkan suaranya terdengar merdu. Dan senyumnya...
Leon terkesima. Senyum yang dimiliki gadis ini adalah jenis senyum yang mampu mencerahkan hari yang mendung. Penggambaran yang sangat tidak masuk akal memang. Leon tidak yakin bahwa dirinya yang baru saja berpikir seperti itu.
Ketika Leon pada akhirnya mengambil payung yang diberikan kepadanya, gadis itu tersenyum lagi sebelum berbalik, dan tanpa ragu berlari menerobos hujan lalu hilang sampai di ujung jalan. Meninggalkan Leon yang masih terpaku menatapnya.
[to be continued]
Nama Elsa Putri yang ia sandang semenjak lahir sudah berganti menjadi Elsa Fernandez dalam beberapa menit yang lalu. Ketika nama itu ia ucapkan dengan lidah dalam bisikan kecil, rasanya sangat aneh dan kedengarannya juga tidak cocok. Cincin yang terselip di jari manis Elsa saat ini pun terasa semakin berat dari menit ke menit. Dia mencoba mengabaikan tatapan-tatapan penuh penilaian dari wajah-wajah yang sama sekali tidak dia kenal.Keluarga terdekat Fernandez diundang dalam acara pernikahan yang cukup mendadak ini. Tiga hari yang lalu Elsa masih mengurung diri di dalam kamarnya mengerjakan tugas sekolah, sekarang dia telah berdiri di sini, di samping pria tinggi dengan gestur kaku, suaminya.
Sepanjang hari yang cerah ini, Leon tidak melepas perhatiannya dari gadis bergaun putih berjalan di atas rerumputan di antara keluarganya yang hadir. Kenangan dua tahun lalu pada gadis pemberi payung itu tidak pernah luput dari benak Leon. Bagaimanapun, dia seseorang yang beradap dan tentu tahu apa itu ucapan terima kasih.Leon pernah berpikir untuk mencari gadis kumuh itu dan menampungnya di salah satu panti asuhan milik keluarganya, tapi niat itu Leon urungkan. Dan lihatlah, betapa takdir kehidupan begitu enjoy mempermainkannya, sekarang gadis itu ada di sini, bahkan telah menyandang status sebagai istrinya.Leon meras
Malam semakin larut, Leon sekali lagi menyesap kopinya dengan khidmat.Well, tidak benar-benar khidmat sebenarnya, karena benak lelaki itu dipenuhi oleh hal lain selain kafein yang menyesap ke dalam sistemnya. Dia seharusnya fokus kepada layar laptop tempat pekerjaannya yang menunggu untuk diselesaikan, namun sedari tadi, Leon justru memikirkan hal lain. bertanya-tanya mengapa istri kecilnya tidak kunjung datang.Leon memang menolak keras untuk sekamar dengan gadis itu. Dia tidak menyukai orang lain berada di dalam ruangan pribadinya, apalagi seseorang yang akan tidur dengannya. Oleh karena itulah kenapa Leon menjadi gel
Pada akhirnya, Elsa masuk ke dalam kamar Leon dan sangat bersyukur bahwa lelaki itu tengah ada di kamar mandi,night showermungkin, terdengar dari air yang mengalir. Itu artinya, Elsa tidak perlu berhadapan dengannya dan dia hanya akan menyelinap masuk ke dalam selimut lalu tidur.Atau pura-pura tidur, karena beberapa saat kemudian setelah tubuhnya terbaring di atas ranjang, pintu kamar mandi terbuka, dan Elsa tidak bisa menghentikan degup jantungnya yang sangat kencang.Leon sedikit terkejut, mendapati tubuh mungil yang membelakanginya itu berada di atas ranjangnya yang besar dan luas. Sweater cokela
Tiga hari berikutnya, pernikahan Leon dan Elsa berlalu begitu saja. Mereka masih tidur di satu ranjang walaupun Elsa masih diliputi rasa gugup yang sama, namun dia tidak bisa menyangkal bahwa tidurnya setiap malam lebih nyenyak ketimbang malam-malam sebelumnya yang dia habiskan di dalam kamarnya yang sempit, yang hanya beralaskan kasur lipat tipis.Namun pada siang harinya, Elsa meminimalisir waktunya sebanyak mungkin di dalam kamar dan dia lebih sering bersama mami mertuanya. Menghabiskan banyak waktu di dapur, mencoba menu-menu baru yang tidak pernah Elsa ketahui sebelumnya. Sedangkan sang ayah mertua masih dalam perjalanan bisnis di Paris menggantikan Leon. Dan Leon sendiri, sekalipun dalam masa libur, masih disibukkan dengan pekerjaannya y
Kehidupan Elsa tidak pernah sama seperti remaja kebanyakan. Ketika yang lain menghabiskan waktu mereka dengan smartphone masing-masing dan bersosialisasi dengan banyak orang di seluruh dunia, Elsa terisolasi di dalam rumah mengerjakan pekerjaan rumah juga sepulang sekolah harus kerja paruh waktu di toko. Hal itu membuat Elsa memahami beberapa hal yang belum seharusnya ia pahami di usia yang begitu belia.Di sekolah, Elsa terkenal sebagai gadis cupu siswi kesayangan guru. Kegemarannya dalam membaca buku dan mengerjakan soal-soal eksak membuatnya selalu menjadi juara di kelas. Namun hal itu juga sekaligus menjauhkan orang lain darinya.
Rasanya seperti sudah berjam-jam matanya tertutup, Elsa pikir hari sudah siang. Dia terbangun di atas ranjang kamarnya dengan pikiran linglung. Jamdigitaldi atas nakas menunjukkan bahwa beberapa jam yang dirasakannya ternyata hanya dua jam, kini sudah pukul 1 dini hari.Elsa menyadari bahwa Leon tidak ada di sampingnya, dan seprai itupun tidak tampak seperti telah ditempati. Dia menyingkap selimut dan menurunkan kedua kakinya ke lantai, baru menyadari bahwa pakaian yang digunakannya bukan jenis pakaian tidur yang biasa ia gunakan. Kepala Elsa pun mulai memutar balik kejadian sebelumnya.Dan di saat i
"A-aku... pulang dulu," kata Elsa. Arya menganggukkan kepala, tersenyum, lalu tangannya refleks terangkat dan mengacak rambut Elsa. Dan setiap pergerakannya itu tidak luput dari pengamatan Leon di balik kaca hitam mobil.Elsa tampak memaksa seyum walaupun dia merasa sangat gugup sekarang, lalu dengan tergesa dia masuk ke dalam mobil. Elsa langsung merasa kecil, kecil sekali sampai dia tidak berani mendongakkan kepalanya. Beberapa saat dalam keheningan dan Leon tidak juga menyalakan mesin mobil."Sore, kak Leon." Elsa menyapa canggung, melirik Leon hati-hati, namun Leon tidak menyahut. "Kenapa?" tanya Elsa heran.