Yunish memelesat cepat di antara lereng pegunungan dan desa-desa—meskipun tidak bisa disebut desa. Tidak ada sesuatu apa pun yang mencirikan desa di sana. Hanya kandang hewan saja. Tapi meski ciri perkotaan lebih mendominasi di Luxavar, tetap saja ada desanya. Sementara pegunungan yang dimaksud hanyalah deretan bukit-bukit. Tidak ada bukit yang benar-benar menjulang tinggi melebihi gunung tertinggi Luxavar tentu saja. Puncaknya pun hampir menyentuh selubung tertinggi Luxavar dan agak sempit di bagian atasnya.
Mereka melaju lebih pelan saat melewati sabana dengan pepohonan yang memuncak nyaris menyentuh awan. Sebenarnya tampilan asli Juracfa itu sendiri hanya terdiri dari rimbunan hutan dan padang rumput. Lebih mirip dengan kawasan suaka alam. Tempat itu sengaja dilestarikan dan tak tersentuh oleh piruk pikuk perkotaan di Mercendia. Aliran sungai membelah kawasan perhutanan itu dari puncak gunung di bagian paling timur hingga ke barat.
“Jadi temanmu yang kata
Sebenarnya Nod tidak berada jauh dari mereka. Saat terdengar teriakan Likos dan Fibrela, Nod malah ketakutan. Dia tetap berjalan mencari jalan keluar dengan meraba-raba. Tiba-tiba ujung jarinya menyentuh sesuatu. Bentuknya memanjang ke atas seperti pilar. Nod mengelilinginya. Permukaan pilar itu seperti akar pohon. Tangannya terhenti ketika menyentuh sebuah rongga. Mungkin ini jalan keluar, pikirnya. Ya, memang benar, karena terdapat rongga berselang-seling yang mengarah ke atas. Satu per satu tangan dan kakinya mulai menempati rongga itu. Nod merayap ke atas dengan meraba-raba mencari rongga-rongga untuk dipanjati. Beberapa menit kemudian Nod telah jauh dari ruangan gelap tadi. Sesuatu seperti kertas menggelitik lehernya. Nod baru menyadari bahwa itu adalah daun ketika perlahan-lahan cahaya redup dari kejauhan di atas sana meneranginya. Semakin ke atas keadaan semakin terang. Tidak salah lagi, pilar yang dinaikinya memang sebuah pohon. Setelah sampai di daha
Yunish meluncur di jalan besar yang menuju pusat kota. Fibrela baru mengutus Louie untuk membawakan yunish lagi untuk menjemput mereka. Matahari dengan corak keemasan sudah sejajar dengan barisan bukit di ufuk barat sana. Ada banyak benda-benda terbang dalam berbagai bentuk memenuhi langit Luxavar yang kosong. Ada yang menggunakan balon kaca, kereta, dan berbagai jenis pesawat terbang ciptaan Luxavar lainnya.“Antar aku kembali ke Urvi,” ujar Likos mengelus pipinya yang penuh dengan kotoran.Fibrela memelotot, dia membuka pintu yunish saat benda tersebut mendekati teras yang menjorok ke luar di lantai teratas bangunan dari Biro Kependudukan tersebut.Dengan dorongan yang cukup kuat, Fibrela menyingkirkan Likos dari tempat duduknya. Likos terempas ke lantai teras sambil mengumpat kesal.“Dasar bocah sialan!”Pintu yunish kembali tertutup membawa Nod dan Fibrela memelesat cepat dari bangunan silindris tersebut.
Likos muncul di hadapan Nod sebelum Nod bangkit dari tempat tidurnya. Ada baki besar yang sebagian sudah kosong.“Di mana Fibrela?” tanya Nod masih menjernihkan pikirannya dari keterlelapan.Louie berdiri tak jauh dari mereka. Likos sebal tidak bisa menyuruh rokern itu membuatkan dia sarapan. Alhasil dia membuat sendiri sarapannya dari bahan yang ada.“Bukankah dia pulang bersamamu?” tanya Likos balik. Mulutnya sibuk menggilas potongan daun kering yang terlihat seperti masih mentah itu.“Dia bilang ada pekerjaan di Balorop. Kupikir dia sudah pulang.” Nod ikut duduk di samping Likos, menyantap apa yang tengah dinikmati Likos.“Hei, buat sendiri makananmu.” Likos menepuk tangan Nod saat hendak mencomot ranting yang terlihat aneh itu.“Apa itu?” Nod menatap benda tadi heran.“Debu goreng,” jawab Likos asal.“Hah?!” teriak Nod kilat. Aliran darahnya
Fibrela muncul dengan kostum yang agak aneh. Dia memaparkan sekilas pada Nod tentang pakaian yang dikenakannya. Kain yang terlihat licin dan tebal itu memiliki keunggulan khusus untuk menangkal segala jenis partikel asing yang terkena di permukaannya. Potongan modelnya menutupi hampir keseluruhan tubuh Fibrela. Ada saku tersembunyi yang menempel pada bagian perutnya.“Kita ke Juracfa?” tanya Nod.“Bukankah kau yang menyarankanku kembali ke sana?” Fibrela melirik malas ke arah Nod.Pintu xefle terbuka dan Likos terlihat masih menanti mereka di luar.“Kalian mau ke mana?”“Ke Juracfa,” jawab Nod.“Jadi kau mau meminta maaf padanya?” Likos segera mengalungkan tangannya di leher Nod.“Aku harus membuat perhitungan dengannya,” kata Fibrela membenarkan ucapan Likos.“Kau tidak bisa pergi tanpaku, Nod.”“Kalau begitu, ayo ikut!” Nod
Likos duduk mengamati gerakan atlic yang lincah di dalam sana. Dia sama was-wasnya dengan Nod. Walau dia sering melihat pertandingan seperti ini, Likos tetap terlihat tegang saat harus benar-benar masuk ke dalam sana. “Kenapa? Kau takut?” Brevis datang menggoda Likos yang masih separuh mengucapkan doanya. “Monoceros bukan pemakan daging manusia.” Brevis tertawa tanpa suara. “Mengapa kalian begitu suka dengan manusia daratan itu?” “Namanya Nod, bocah tengil,” umpat Likos geram. “Lagian aku satu tim denganmu. Aku tidak mau dia menang.” Pernyataan Likos tadi membuat Brevis sedikit terperangah. “Kau pasti tidak menyangka, kan? Aku sama sekali tidak ingin dia ke Luzav mencari istri dan putrinya yang sudah mati itu. Setidaknya jika dia kalah, aku punya alasan menolaknya.” Brevis seraya menyodorkan perangkat selam pada Likos sambil menatap Fibrela dan Nod yang tengah berdiskusi dengan alot di ujung arena. Berkali-kali Fibrela harus me
“Keberuntungan pemula,” ujar Likos usai keluar dari permukaan air. “Tapi kau memainkannya dengan cukup baik, Nod,” puji Likos. “Kau bisa melawan bocah itu.” Nod tersenyum tipis. Napasnya masih terengah-engah. Fibrela berjalan mendekati mereka sambil mengibas rambutnya yang tampak lembap. Brevis di belakang melangkah dengan pelan. “Jadi, bagaimana kau mau menepati janjimu, Brevis?” ucap Fibrela. Brevis merapikan peralatan selamnya tanpa menggubris pertanyaan Fibrela. “Ikut aku,” bisik Brevis setelah memastikan tidak ada atlic yang berada di dekat mereka. Mereka keluar dari pintu yang berhadapan dengan tangga di luar gedung Trevian. Pengunjung yang datang semakin ramai. Langit pun bertambah gelap. Gedung Trevian akan tampak lebih indah pada malam hari. Lampu berkelap-kelip menerangi kawasan belantara yang gelap. Dindingnya akan bercahaya dan menimbulkan gambar-gambar yang indah. Rimbunan pohon yang mengelilinginya pun ikut mewarnai sekit
Fibrela masih termenung di sofa ruangan tengah xefle. Jendela besar menghadap langsung ke pemandangan desa di depannya. Malam di Luxavar tidak segelap malam di daratan. Langit yang tidak bersinar hanya sebagai simbol bahwa hari akan berganti.Sementara banyak para Atlic yang menjalani kehidupannya seperti biasa. Mereka tidak peduli dengan langit. Cahaya yang lebih terang bahkan bisa mengalahkan cahaya Luxavar yang redup di malam hari. Bulan bersinar walau tidak seterang di bumi. Nod memandangi bulan yang kesepian itu. Dia sudah kehilangan karismanya. Sudah tenggelam dalam kegemerlapan Luxavar.Nod menatapnya dari balik pintu dan berjalan menghampirinya.“Belum tidur?” tanya Nod.Fibrela menatap Nod sejenak. Kegusaran tercermin dari ketukan jemarinya di atas meja. Dia bahkan tidak menyadari kedatangan Nod jika Nod tak menyapanya tadi.Nod melangkah ke lemari di sudut ruangan. Dia mulai terbiasa mengoperasikan fitur dapur otomatis di xefl
“Brevis bilang rokernnya sudah tiba dan hari ini akan dimulai pembiusannya. Kita hanya perlu menunggu sampai seluruh Cerecza mendapat bahan bakarnya di lumbung itu. Brevis dan Paerovy sudah bekerja semalaman. Mereka bilang kita baru bisa menjalankan misi ini besok, untuk mencegah kemungkinan adanya Cerecza yang belum dibius. Sementara tas Kaltor buatan Edvard sudah disiapkan di Balorop. Aku mesti menemui Edvard hari ini,” kata Fibrela sambil menatap jam tangannya yang menempel di kuku jari.Likos dan Nod baru mulai menyiduk makanan mereka, tapi Fibrela sudah berdiri dan bergegas masuk ke kamarnya setelah menyampaikan berita itu. Mereka berdua tidak tahu kalau Fibrela sudah bangun lebih pagi dan sarapan lebih dahulu dari mereka.“Kenapa terburu-buru seperti itu?” tanya Likos heran.“Kita tidak punya banyak waktu untuk berbincang di sini. Aku akan ke Balorop,” kata Fibrela.“Tunggu, aku ikut,” ujar No