Suaranya seperti teredam. Wanita yang berjalan tersebut tak juga menoleh ke arahnya. Hingga pada akhirnya, seseorang muncul dari ujung belokan lorong.
“Vabian, ternyata kau di sini,” ujar Edvard. “Nod?”
Nod mendekati wanita yang dipanggil Edvard dengan Vabian itu.
“Sudah kubilang, kau tidak boleh berkeliaran keluar dari bilikku.” Edvard menoleh ke arah Nod dengan kening tergurat. “Nod? Mengapa kau bisa di sini?”
“Regan?” Nod sekali lagi mengelukan nama mendiang istrinya.
“Maaf, Nod. Tapi dia adalah rokern,” imbuh Edvard seraya menarik rokern berwujud wanita cantik tersebut dari hadapan Nod.
“Vabian, kembali ke Bilik Komputasi. Atau aku tidak akan memperbaiki sensor vibrasimu!” ancam Edvard.
“Tidak, jangan,” cekal Nod. “Bagaimana bisa dia memiliki rupa seperti Regan?”
Nod termangu mengelilingi Vabian. Setiap bentuk, warna, dan bahkan suaranya seperti Regan. Bagaimana bisa Edvard membuat rokern menyerupainya? Ini kebetula
Perjalanan mereka berakhir ketika yunish berhenti pada landasan di depan gerbang sebuah bangunan bundar yang terbingkai oleh pilar-pilar. Jalur masuk berada tak jauh dari halaman parkir tempat mereka mendarat. Potongan mozaik melapisi keseluruhan teras bangunan. Lampu sorot menerangi garis jalan yang mengantar mereka memasuki pintu utama Museum Paranis.Fibrela langsung mengarahkan langkah mereka memasuki pintu utama di tengah gedung tersebut. Tempat ini terbuka untuk umum selama seharian penuh. Tidak ada lagi pendatang yang masuk di jam-jam seperti ini. Waktu yang juga sangat tepat bagi mereka untuk mengunjungi tempat tersebut.Pada sisi dalam gedung, tergantung banyak lukisan-lukisan kuno yang mirip dengan di daratan. Hanya saja tidak ada satu lukisan pun yang pernah dilihat Nod. Tepat di tengah aula tadi terdapat sebuah kapal pesiar besar. Ada ukiran nama tulisan ‘FELIZ CARLOTA 1818’ di lambung kapal tersebut. Nod tidak bisa mengingat apa pun te
“Karena inikah kalian begitu membenci kami?” gumam Nod. Kurator Urvi muncul dari balik pintu yang berbeda. Nod sentak berdiri hendak menudingnya lagi dengan pertanyaan. “Apa yang kalian lakukan pada kami di Luxavar?” tandas Nod mulai berapi-api. Fibrela langsung menahannya. Tangannya menarik Nod agar tidak lebih lanjut mencecar Urvi. “Tuan Nod, saya tidak mengerti perkataan Anda.” Urvi beringsut dari tempatnya berdiri sambil mengernyit heran. “Berhentilah membohongiku. Aku tahu istriku ada di Luxavar. Aku melihat lukisan itu di depan sana. Di mana kalian menyembunyikannya?” Wajah Nod merah padam. Ruangan yang remang itu bahkan tak bisa menyembunyikan kemurkaannya. “Nod!” bentak Fibrela. “Hentikan semua ini!” Nod membungkam dan menoleh ke arah Fibrela. “Urvi tidak akan bisa menjawab pertanyaanmu. Dia hanya menunjukkan sejarah yang pernah dialami Luxavar padamu. Kau bisa tidak mempercayainya. Namun kami mengalami semua itu. Apaka
Nod tertegun. Likos masih belum menyadari keberadaannya di dalam ruang tersebut. Urvi membuat tempat ini tidak terlihat dari luar. “Urvi, kau harus memperbaiki aksesku. Entah mengapa aku jadi tidak bisa menggunakannya untuk masuk ke xefleku.” Likos berjalan tanpa melihat ke arah mereka. Dia sibuk mengutak-atik punggung tangannya dengan kesal. Nod ingat dengan jelas bentuk wajah Likos walau di daratan dia terlihat lebih berantakan lagi. Likos sudah berteman dengannya lebih dari dua puluh tahun dan mengenali wajahnya yang berkumis tebal itu bukan hal yang sulit. Urvi yang tadinya bersama Nod langsung keluar menengok permasalahan yang dikeluhkan Likos. Disusul oleh Nod yang masih terpegun dengan kedatangan manusia daratan di tempat asing ini. Otaknya berdesing cepat mencerna alasan-alasan yang mungkin akan dijelaskan Likos padanya. Ketika Likos melangkah dan mendapati Nod sudah berdiri tepat di hadapannya, Likos langsung mundur selangkah. “Nod? K
Pagi cerah Nod disambut dengan tidak begitu baik. Seperti yang dikatakan Fibrela, burung nasar itu berkicau riang di depan jendela. Yang kalau bisa dibilang lebih mirip suara gonggongan. Likos sentak bangkit akibat teriakan burung raksasa itu. Paruhnya besar dengan sorotan mata seperti serigala. Sama sekali bukan burung nasar seperti yang dibayangkan Nod. “Hentikan!” pekik Likos. “Bagaimana burung keparat itu bisa begitu berisik?” Nod ikut memandang sekeliling ruangan heran. Beginikah cara para Atlic ini bangun? Benar-benar cara yang barbar. Fibrela sudah berdiri dengan rapi tak jauh dari mereka. Tubuhnya terbalut kain dengan kilatan mutiara menyebar di sepanjang lengannya. Warnanya putih seperti yang biasa dipakainya. Nod masih sibuk menutup jendela yang sudah penuh liur burung nasar itu. Hewan itu belum mau menyingkir. Dia mematuki bingkai jendela hingga bagian luar jendela itu dipenuhi dengan guratan. Fibrela yang melihat kakacauan
“Aku ingin menyampaikan beberapa hal mengenai jadwal kegiatan kita selama berada di Luxavar,” ucap Fibrela setelah mereka sampai di dalam sebuah gedung yang sepertinya sebuah rumah makan. Rumah makan yang mereka datangi bukan bangunan luas seperti bangunan lainnya. Tempat itu berbentuk seperti potongan dinding. Ada berlapis-lapis dinding dengan lingkaran-lingkaran yang melubangi dinding tersebut. Tempat duduk dan meja disusun memadai hingga enam orang. Untuk menuju ke tempat tersebut mereka bisa melalui tangga berjalan yang mengelilingi tiap tempat duduk yang ada di lapisan dinding tadi. Tulisan “Krustum” besar berpendar terang di bagian atas dindingnya. Setiap lapis dinding dapat dilewati melalui jembatan kaca yang berada di tengah-tengah bangunan tersebut. Fibrela membawa mereka menaiki ruangan paling atas dan tersudut dari rumah makan itu. Di tempat itu mereka bisa berdiskusi dengan lebih aman. Setelah memasukkan pesanannya melalui layar di meja, Fibrela l
Yunish memelesat cepat di antara lereng pegunungan dan desa-desa—meskipun tidak bisa disebut desa. Tidak ada sesuatu apa pun yang mencirikan desa di sana. Hanya kandang hewan saja. Tapi meski ciri perkotaan lebih mendominasi di Luxavar, tetap saja ada desanya. Sementara pegunungan yang dimaksud hanyalah deretan bukit-bukit. Tidak ada bukit yang benar-benar menjulang tinggi melebihi gunung tertinggi Luxavar tentu saja. Puncaknya pun hampir menyentuh selubung tertinggi Luxavar dan agak sempit di bagian atasnya. Mereka melaju lebih pelan saat melewati sabana dengan pepohonan yang memuncak nyaris menyentuh awan. Sebenarnya tampilan asli Juracfa itu sendiri hanya terdiri dari rimbunan hutan dan padang rumput. Lebih mirip dengan kawasan suaka alam. Tempat itu sengaja dilestarikan dan tak tersentuh oleh piruk pikuk perkotaan di Mercendia. Aliran sungai membelah kawasan perhutanan itu dari puncak gunung di bagian paling timur hingga ke barat. “Jadi temanmu yang kata
Sebenarnya Nod tidak berada jauh dari mereka. Saat terdengar teriakan Likos dan Fibrela, Nod malah ketakutan. Dia tetap berjalan mencari jalan keluar dengan meraba-raba. Tiba-tiba ujung jarinya menyentuh sesuatu. Bentuknya memanjang ke atas seperti pilar. Nod mengelilinginya. Permukaan pilar itu seperti akar pohon. Tangannya terhenti ketika menyentuh sebuah rongga. Mungkin ini jalan keluar, pikirnya. Ya, memang benar, karena terdapat rongga berselang-seling yang mengarah ke atas. Satu per satu tangan dan kakinya mulai menempati rongga itu. Nod merayap ke atas dengan meraba-raba mencari rongga-rongga untuk dipanjati. Beberapa menit kemudian Nod telah jauh dari ruangan gelap tadi. Sesuatu seperti kertas menggelitik lehernya. Nod baru menyadari bahwa itu adalah daun ketika perlahan-lahan cahaya redup dari kejauhan di atas sana meneranginya. Semakin ke atas keadaan semakin terang. Tidak salah lagi, pilar yang dinaikinya memang sebuah pohon. Setelah sampai di daha
Yunish meluncur di jalan besar yang menuju pusat kota. Fibrela baru mengutus Louie untuk membawakan yunish lagi untuk menjemput mereka. Matahari dengan corak keemasan sudah sejajar dengan barisan bukit di ufuk barat sana. Ada banyak benda-benda terbang dalam berbagai bentuk memenuhi langit Luxavar yang kosong. Ada yang menggunakan balon kaca, kereta, dan berbagai jenis pesawat terbang ciptaan Luxavar lainnya.“Antar aku kembali ke Urvi,” ujar Likos mengelus pipinya yang penuh dengan kotoran.Fibrela memelotot, dia membuka pintu yunish saat benda tersebut mendekati teras yang menjorok ke luar di lantai teratas bangunan dari Biro Kependudukan tersebut.Dengan dorongan yang cukup kuat, Fibrela menyingkirkan Likos dari tempat duduknya. Likos terempas ke lantai teras sambil mengumpat kesal.“Dasar bocah sialan!”Pintu yunish kembali tertutup membawa Nod dan Fibrela memelesat cepat dari bangunan silindris tersebut.