Cukup lama aku menunggu, tapi Aruna tak kunjung keluar, akhirnya aku memutuskan untuk menyusul meskipun tanpa persetujuan dari mama.
"Aku tidak setuju!" Ujarku saat mendengar Aruna akan memilihkan madu untuk dirinya sendiri, pilihan macam apa itu.Meskipun aku tidak mendengar keseluruhan perbincangan mereka tapi aku sudah bisa membaca kemana arah pembicaraan mereka."Ma-mas ..." Aruna terkejut dengan kehadiranku, begitupun dengan papa kulihat beliau juga sama terkejutnya."Mas, kita bicarakan dirumah." Aruna langsung bangkit menarik tangan ini agar keluar dari kamar papa, aku tahu dia tidak ingin aku terlibat, terlebih dia sangat mengagungkan sosok papa."Tidak, mas harus bicara dengan papa, dek!" Pras menautkan jemari mereka lalu kembali mendekat keranjang Gunawan."Apa papa tidak memikirkan perasaan Aruna? Pras hanya mencintai Aruna dan selamanya tidak akan mfnbagi cinta ini dengan wanita lain." ujar Pras dengan wajah yang sudah memerah menahan amarah."Kenapa bisa papa berfikir sampai sejauh itu?" timpal Pras yang tidak habis fikir dengan jalan fikirian ayahnya sendiri."Maaf, nak!" hanya itu yang bisa Gunawan katakan."Papa benar-benar sudah keterlaluan, apa kasih sayang papa terhadap Aruna telah habis?" ujar Pras prustasi." Kasih sayang papa terhadap Aruna tidak pernah berkurang sedikitpun, nak! Tapi papa tidak bisa menunggu lebih lama, papa tidak ingin kamu bernasib sama dengan orangtuamu tidak memiliki siapapun dan beruntungnya kami masih memiliki kamu." ujar Gunawan, sebenarnya dia juga tidak ingin menyakiti hati Aruna, tapi mungkin saja ada keajaiban jika Pras menikah lagi."Apa papa tidak memikirkan, bagaimana jika cucu yag papa harapkan juga tidak kunjung hadir, bukan hanya Aruna dan Pras yang terluka, tapi kita akan menyeret wanita lain dalam hal ini!" Pras memijit pelipisnya, kalau sudah seperti ini akan sangat sulit menentang keputusan papanya ditambah dengan sikap Aruna yang penurut dan sangat menyayangi sang papa."Jika sang pencipta belum mempercayakan kami, kami bisa apa, pa? Untuk saat ini bahkan selamanya Pras hanya butuh Aruna disisi Pras.""Kita pulang, dek!" Pras langsung menarik Aruna yang sejak tadi hanya bungkam dan tertunduk, Pras tidak menoleh sedikitpun kearah Gunawan, bahkan dia melupakan jika pria lawannya berdebat saat ini sedang tidak baik-baik saja.Melewati mamanya tanpa permisi, lalu membukakan pintu mobil untuk sang istri."Berhenti bersikap terlalu baik seperti itu." ujar Pras melirik kearah Aruna sekilas saat dia sudah berada dibalik kemudi, kata-kata yang dia ucapkan penuh penekanan.Aruna bungkam dia lebih memilih melihat keluar jendela dengan fikiran berkecamuk, tidak ada pembicaraan sepanjang perjalanan sampai mereka sampai dirumah.Aruna langsung turun, kepalanya berdenyut nyeri mungkin karena terlalu banyak mengeluarkan airmata dan beban fikiran yang menumpuk."Kita harus membicarakan ini, dek!" pinta Pras saat mereka sudah sampai dikamar."Keputusanku tidak akan berubah, mas! Papa segalanya untukku bahkan jika papa meminta nyawaku dengan ikhlas aku akan memberikannya." ujar Aruna tanpa menoleh kearah suaminya."Dek, apa mas bukan segalanya untukmu?" Pras membalikkan tubuh Aruna menghadap kearahnya."Mas, mas sama berartinya untuk Aruna, mengertilah mas, hanya mereka yang aku punya tanpa mereka aku tidak akan pernah merasakan kasih sayang dari orangtua.""Wanita mana yang mau berbagi, tapi aku bisa apa? Bagaimana jika ini permintaan terakhir papa, mas? aku tidak ingin menyesalinya nanti." balas Aruna menatap penuh permohonan agar Pras mengerti posisinya saat ini.Ahh ...Pras mengacak rambutnya prustasi, Aruna selalu seperti ini tidak bisa membuatnya berkutik, wanita ini selalu mengalah demi kebahagiaan orang lain tanpa memikirkan kebahagiaan nya sendiri."Apa kamu masih belum mengerti Aruna, cintaku begitu besar untukmu , bagaimana bisa kamu memintaku untuk mewujudkan keinginan tidak masuk akal papa." Pras meninggikan suaranya.Aruna terhenyak, ini pertama kalinya Pras meninggikan suaranya, bahkan ini juga pertama kalinya mereka berdebat.Aruna bersimpuh dikaki Pras, disini bukan hanya Pras yang terluka, jika ditanya siapa yang paling terluka disini, dialah orangnya, Aruna harus berbagi suami dengan wanita lain.Tapi hati kecilnya tidak bisa mengabaikan keinginan sang papa, bagaimana jika ini permintaan terakhirnya, apa dia akan sanggup menanggung penyesalan seumur hidupnya?Mas, kita sama terlukanya, tapi apa mas sanggup melihat keadaan papa, dia seperti menunggu sesuatu, A-aku tidak sanggup melihat keadaannya seperti itu." Aruna terisak masih berlutut dikaki suaminya."Apa mas tidak melihat, tubuh yang dulu begitu sehat sekarang sudah menyusut, papa selalu memikirkan kamu, mas! dia tidak bisa pergi dengan tenang, seperti ada yang menahannya disini.""Aruna mohon, wujudkan keinginan papa kali ini mas." timpal Aruna menggenggam jemari suaminya, airmatanya tidak bisa ditahan jika sudah membahas soal papa mertuanya.Dek, kenapa harus seperti ini?" Pras ikut terduduk dihadapan sang istri, jika sudah seperti ini Pras tidak bisa berkata apa-apa lagi, Aruna sangat menyayangi kedua orangtuanya.****Esok harinya Pras memutuskan untuk membicarakan masalah ini kembali, semoga saja hati papanya melunak dan menarik kembali ucapannya kemarin."Bagaimana keadaan papa?" tanya Pras saat sudah berada dikamar orangtuanya.Pras menatap tubuh lemah yang terbaring diranjang, lalu menatap kembali kearah mamanya."Semalam papa drop lagi." jawab mama, mata mama sembab mungkin habis menangis."Kenapa tidak memberi tahuku?" Pras benar-benar kecewa dengan sikap kedua orangtuanya."Papa tidak ingin menambah beban fikiran kamu." ujar mama."Mama mohon wujudkan keinginan papa, meskipun nantinya apa yang diharapkan papa kamu juga tidak membuahkan hasil tapi setidaknya kita sudah memuaskan hatinya.""Mama tahu ini berat, tapi mama tidak sanggup melihat keadaan papa kamu seperti ini terus menerus." maya mulai terisak."Ma, kenapa kalian seperti ini, apa kalian tidak percaya dengan takdir tuhan, kalian tahu sendiri kami berdua sama-sama sehat kita hanya perlu menunggu." balas Pras."Kita mungkin bisa menunggu, tapi bagaimana dengan papa kamu, bagaimana jika dia pergi untuk selamanya dengan membawa keinginan yang belum terwujud."Aku terpaku menatap wajah lelap papaku, kenapa kamu memberi pilihan sesulit ini, pa? Kenapa harus kebahagiaan kami yang dipertaruhkan, bagaimana terlukanya Aruna.Pras mengusap kasar wajahnya tanpa bisa menolak permintaan sang papa bahkan dia belum bicara langsung dengan sang papa.Pras meminta sang mama untuk beristirahat, pasti mamanya tidak tidur dari semalam, setelah sang mama pergi Pras menatap sedih sang papa, benar yang dikatakan Aruna, tubuh papa semakin kurus."Ya Allah, hamba ikhlas ... Bukankah semua mahkluk hidup akan kembali kepada-Mu, gumam Pras, air matanya tak bisa dibendung saat mengucapkan kata-kata tersebut.Dan jika memang itu yang membuat papa bisa pergi dengan tenang, maka tegarkanlah hati hamba dan Aruna menghadapi ujian ini."Pras ..." suara serak papa memanggil namaku, aku langsung mengusap airmataku."Apa ada yabg sakit, pa?" tanya Pras, Gunawan berusaha tersenyum kearah sang anak lalu menggeleng dengan cepat."Pa, kita.kerumah sakit, ya?" pinta Pras."Apapun yang akan menjadi keinginan papa akan Pras wujudkan, tapi papa harus menjalani perawatan dirumah sakit." bujuk Pras.Binar bahagia terpancar jelas dari raut sang papa, sebesar itu keinginannya untuk melihat keturunanku bahkan dia tidak pernah memikirkan apa dengan aku menikah lagi cucu yang diharapkan kehadirannya akan segera hadir, dengan cepat beliau mengangguk."Ya Allah, kuserahkan takdir rumah tanggaku kepada-Mu, berikanlah ketabahan untuk Arunaku."BY : NOUVALLIN30Drrttt ...Pras meraih ponsel disaku celana nama istriku tampil dilayar ponsel, Pras memijit pelipisnya, dia lups mengabari sang istri."Hallo dek, Assalamualaikum? maaf mas tidak mengabari kamu?" sesal Pras."Wa'alaikumsalam! Kamu dimana, mas?" tanya Aruna cemas."Mas dirumah sakit, papa sudah mau dirawat." jawab Pras."Alhamdulillah, Aruna nyusul ya, mas?" pinta Aruna.."Besok saja, ini sudah malam! Sebentar lagi mas juga akan pulang." balas Pras, rencananya saat dirumah nanti dia akan mengatakan apa penyebab papanya mau dirawat."Ya sudah, hati-hati ya, mas?" balas Aruna."iya, dek! Love you han?" Pras mencium layar ponselnya."Love you to honey." balas Aruna, suaminya selalu membuatnya jatuh cinta setiap hari.Setelah panggilan terputus, senyum diwajah Aruna sirna. Bahkan untuk tersenyumpun Aruna sudah tidak sanggup.Lambat tapi pasti keinginan sang papa akan Aruna wujudkan, apa aku sanggup menghadapi kenyataan yang akan terjadi ya Allah, gumam Aruna.Tapi siapa yang akan aku jadi
Disinilah kami sekarang, berhadapan dengan Nisa teman sepantiku, wanita bergamis ini terlihat anggun dan berwibawa, aku tidak menyangka akan bertemu dengan Nisa lagi, apa mungkin Allah mengutuskan dia untuk menjadi penolong dalam masalahku.Sepertinya gamis dengan stelan hijab panjang tidak mengganggu aktivitasnya sama sekali, bahkan aku sangaat mengagumi penampilannya, Nisa terlihat anggun dalam balutan gamis tersebut.Akupun sama juga memakai hijab, tapi aku lebih menyukai stelan tunik dipadankan dengan pasmina, karena bagiku sangat simpel."Maaf, Runa! Aku tidak bisa, aku tidak mungkin menjadi duri didalam pernikahan kalian." ujar Nisa saat aku mengatakan tujuanku, aku memang mengatakan niatku secara langsung, tidak ada yang kututup-tutupi.Mas Pras hanya diam tanpa melepaskan genggaman tangan ini, bisa kulihat dari ekor mataku, Nisa selalu menundukkan pandangannya saat berbicara kepadaku, mungkin karena ada mas Pras disebelahku.Wanit
Aku merasakan pelukan hangat seseorang saat mengerjabkan mata ini, perlahan membuka mata karena kepalaku terasa begitu berat.Aku melirik jam didinding, astahhfirullah! Ternyata hari sudah malam, aku melewati 3 waktu shalat, acara ijab pukul 10 pagi dan sekarang sudah memasuki waktu isya.Mungkin karena pergerakanku, mas Pras terbangun tanpa memalingkan tatapannya dari wajahku."Kenapa tidak membangunkanku." balasku menatapnya, mas Pras semakin mengeratkan pelukannya saat aku ingin beranjak."Mas tahu aku melewatkan waktu shalatku." Pras menatap wajah istrinya, meskipun Aruna marah tapi dimatanya itu ekspresi yang sangat menggemaskan.Pras langsung mencuri kecupan dibibir tipis istrinya dan membuat yang empunya melotot."Mas sangat mencintaimu, dek!" balas Pras."Bukankah mas seharusnya dikamar Nisa?" Aruna menautkan Alisnya, tanpa menjawab pernyataan cinta suaminya, dia tidak boleh egois bagaimanapun Pras bukan miliknya
Setelah berberes aku dan Nisa menyusul keruang tamu, kulihat wajah mas Pras memerah seperti tengah meredam amarah, apa mereka habis berdebat."Run, papa ingin kekamar?" pinta papa saat aku baru saja sampai disana, keningku mengkerut menatap mas Pras."Berhenti meracuni Aruna, pa? Papa tidak tahu bagaimana terlukanya Aruna." tukas mas Pras, aku bingung tidak mengerti arah pembicaraan mereka."Mas! Aku mendelikkan mata kearah mas Pras, aku hanya tidak inhin jika keadaan papa drop lagi."Biar Aruna antar, pa!" balasku seraya mendorong kursi roda, mama menyusul dibelakangku.Aku dan mama membantu papa berbaring ditempat tidur saat sampai dikamar."Run, maafkan papa?" ujar sang papa.Aku tersenyum lalu duduk disisi ranjang membawa tangan pria paruh baya tersebut kedalam genggamanku."Tidak ada yang perlu dimaafkan, pa! Aruna ikhlas." ujar Aruna, kebahagiaan sang papa adalah yang utama baginya."Papa istiraha
Vop NisaHari pertama aku menginjakkan kembali kaki ini dikota dimana aku dibesarkan.Karena kegigihan dan tekadku untuk sukses, disini lah aku sekarang, aku sudah bisa membeli sebuah ruko untuk tempat tinggalku sekalian membuka tokoh pakaian muslimah didepannya dengan hasil jerih payahku.Saat berberes satu pesan masuk diponselku, notif pesan keakun disalah satu aplikasi diponselku,Saat kubuka ternyata pesan dari Aruna teman kecilku saat masih dipanti.Aruna mengajakku bertemu, dan tentunya aku langsung mengiyakan karena aku juga sangat merindukan anak itu.Nasibku tidak seberuntung Aruna, saat lulus sekolah dia langsung dipinang oleh salah satu donatur tetap dipanti tempat kami tinggal untuk anak semata wayang mereka.Aruna tidak perlu banting tulang sepertiku karena yang meminangnya orang terpandang dikota ini, dan memang sedari kecil keluarga pak Gunawan memang sangat menyayangi Aruna diantara puluhan anak Panti lainnya.
Deru suara mesin mobil berhenti didepan rumah, bisa kutebak mas Pras pasti akan kembali, aku hanya bisa menghembuskan nafas kasar, bingung! bagaimana cara menyampaikannya lagi kepada mas Pras.Sekarang dia tidak hanya memilikiku sebagai istrinya tapi diluar sana juga ada wanita lain yang sama berhaknya seperti diriku, dia harus berlaku adil, ini bukan hanya tentang keadilan tapi janjiku terhadap sang papa harus segera terwujud jika mas Pras menundanya keingin papa pasti akan tertunda lagi, aku tidak mau jika kondisi papa memburuk kembali.Biarlah diri ini menangis darah melihat suamiku bersama istri keduanya, asalkan aku masih bisa melihat senyuman selalu terbit dibibir sang papa.Aku langsung berlari kecil menuju kamar, tidak ingin mas Pras melihat kesedihanku, jika dia melihatnya pasti dia akan merasa bersalah karena tidak becus menjadi kepala rumah tangga.Aku berpura-pura memejamkan mata ini saat mendengar suara langkah kaki perlahan mendekat
Mobil berbelok memasuki halaman rumah, kami berlari masuk kedalam, tangisan mama terdengar sampai keambang pintu.Papa dibopong oleh mang adi dan pak jono keluar dari kamar, lalu disusul mama yang tengah menangis dibelakangnya.Mama menghamburkan tubuhnya kedalam pelukanku sedangkan mas Pras membantu mereka membawa papa kedalam mobil."Tenanglah, ma! Runa yakin papa pasti kuat." ujarku menenangkan mama meskipun hati ini tidak begitu yakin dengan ucapan sendiri.Mama hanya mengangguk, kami menyusul mas Pras kemobil lalu masuk kedalamnya, aku meminta mama duduk disisi mas Pras karena bisa kulihat tubuh lemahnya sedangkan aku duduk dikursi belakang meletakan kepala papa dipangkuanku.Pras melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi, panik tentu tapi dia berusaha mengendalikan kecemasannya agar tidak terjadi hal yang membahayakan saat didalam perjalanan, terutama dimobil ada orang-orang terkasihnya.Aku kembali menghubungi Nisa memin
"Mas ..." Nisa melambaikan tangannya didepan wajah Pras."I-iya! kenapa?" ujar Pras tersentak."Mas butuh sesuatu?" tanya Nisa lagi."Tidak! cepatlah kasihan Aruna sendirian dirumah sakit." Ujar Pras lalu berbalik meninggalkan Nisa yang masih terpaku menatap punggung lelaki yang bergelar suaminya tersebut.Aku tidak mengapa jika kamu tidak mencintaiku, mas! akupun juga tidak mengapa jika kamu tidak bisa memberikan hakku sebagai istrimu, tapi aku hanya minta hargai statusku yang telah menjadi istrimu meskipun tidak ada cinta didalam pernikahan ini tapi naluriku sebagai seorang istri begitu terluka saat diperlakukan tidak adil seperti ini.Aku tahu, cintamu sepenuhnya tlah dimiliki oleh sosok Aruna seorang, tapi aku hanya minta jangan perlakukan aku seperti orang asing, Nisa hanya mampu berucap didalam hati, tidak berani mengungkapkan isi hatinya.Sedangkan Pras kembali duduk diruang tamu, sebenarnya dia ingin membahas masalah yang