Drrttt ...
Pras meraih ponsel disaku celana nama istriku tampil dilayar ponsel, Pras memijit pelipisnya, dia lups mengabari sang istri."Hallo dek, Assalamualaikum? maaf mas tidak mengabari kamu?" sesal Pras."Wa'alaikumsalam! Kamu dimana, mas?" tanya Aruna cemas."Mas dirumah sakit, papa sudah mau dirawat." jawab Pras."Alhamdulillah, Aruna nyusul ya, mas?" pinta Aruna.."Besok saja, ini sudah malam! Sebentar lagi mas juga akan pulang." balas Pras, rencananya saat dirumah nanti dia akan mengatakan apa penyebab papanya mau dirawat."Ya sudah, hati-hati ya, mas?" balas Aruna."iya, dek! Love you han?" Pras mencium layar ponselnya."Love you to honey." balas Aruna, suaminya selalu membuatnya jatuh cinta setiap hari.Setelah panggilan terputus, senyum diwajah Aruna sirna. Bahkan untuk tersenyumpun Aruna sudah tidak sanggup.Lambat tapi pasti keinginan sang papa akan Aruna wujudkan, apa aku sanggup menghadapi kenyataan yang akan terjadi ya Allah, gumam Aruna.Tapi siapa yang akan aku jadikan maduku, bukankah aku sendiri yang minta akan mencarikan madu untukku sendiri?Aruna terkekeh menertawakan dirinya sendiri, konyol bukan? Bahkan aku memikirkan siapa wanita yang akan menjadi maduku? Miris sekali nssib cintamu Aruna.Aruna menghembus nafas kasar, lalu memutuskan memainkan ponselnya diruang tamu sambil menunggu suaminya pulang.Saat membuka salah satu aplikasi di ponselnya, sebuah foto menarik perhatian Aruna, bukankah ini Nisa ya? Sudah lama aku tidak mendengar kabarnya, ucapnya bermonolog.Aruna mencoba mengirimi pesan ke akun wanita yang bernama Nisa tersebut, berharap mendapatkan balasan dari yang empunya akun.Akhirnya yang ditunggu-tunggu membalas, Aruna langsung meminta nomor ponsel Nisa, sepertinya dia tidak perlu mencari lagi wanita yang akan menjadi madunya kelak.Meskipun mereka tidak begitu akrab, tapi Aruna sangat mengenal kepribadian Nisa, wanita yang selalu memakai gamis tersebut sangat taat beribadah.Aruna dan Nisa dibesarkan dipanti yang sama, tapi saat lulus SMA Nisa memutuskan untuk bekerja dan mengontrak katanya biar bisa lebih mandiri, sedangkan aku memutuskan menikah diusia muda, karena sudah kepincut dengan ketampanan lelaki yang bernama Pras yang tak lain teman semasa kecilnya anak dari donatur tetap dipanti tempat dia dibesarkan.Nasib baik berpihak kepadanya, Nisa dipercayakan oleh pemilik tokoh tempatnya bekerja mengelola salah satu tokoh pakaiannya diluar kota.Aku menghubungi Nisa lewat video call, cukup lama kami berbincang dan ternyata Nisa sudah kembali, dia membuka tokohnya sendiri dikota ini, aku mengajaknya bertemu esok hari, dan semoga saja Nisa bisa membantu masalahku.Aku memutuskan mengakhiri pembicaraan saat mendengar deru mesin dihalaman rumah.Aruna menyambut kedatangan Pras, lelakiku tampak lelah, terlihat jelas gurat sayu dari tatapannya, pasti kesehatan papa salah satu penyebabnya."Mas sudah makan?" tanya Aruna setelah menyalami punggung tangan suaminya."Sudah tadi dirumah sakit." balas Pras seraya mengecup kening sang istri.Mereka langsung menuju kamar, Aruna menuju kamar mandi untuk menyiapkan air hangat untuk suaminya."Mas langsung mandi saja, airnya sudah Aku siapkan." ujar Aruna saat keluar dari kamar mandi."Iya dek, tapi kemari dulu." pinta Pras menepuk sisi tempat tidur disampingnya.Aruna menurut lalu duduk disisi sang suami, Pras langsung membawa tubuh Aruna kedalam pelukannya, tempat ternyaman yang sangat Pras sukai."Jangan pernah berubah." pinta Pras semakin mengeratkan pelukannya."Apa terjadi sesuatu, mas?" tanya Aruna dengan kening mengkerut sambil mendongkkan wajahnya menatap wajah lelah suaminya."Papa mau dirawat, karena mas telah menyetujui keinginannya." balas Pras."Be-benarkah, mas?" ujar Aruna menguraikan pelukan mereka, ada luka tapi tak berdarah, ucapan yang terlontar dari mulut suaminyamenghujam sampai keulu hati.Kuatlah wahai hati, bukankah kamu sendiri yang berlutut memohon agar suamimu menerima permintaan terakhir papa, ujar Aruna membathin.Airmata ini tak bisa kutahan, tetes demi tetes berjatuhan mengenai tangan mas Pras yang sedari tadi menggenggam erat jemari ini."Menangislah, mas tahu ini berat untuk kita, cinta kita sedang diuji." Pras menghapus airmata dipipi Aruna.Tangisku semakin pecah, aku langsung menghambur kepelukan suamiku, ya Allah ... Sakit sekali, membayangkannya saja sudah membuat hati ini terluka parah.***Sepertinya mas Pras benar-benar lelah, selesai mandi dia langsung membaringkan tubuhnya dikasur.Sedari tadi aku bungkam, bahkan kami tidak membahasnya lagi, mas Pras hanya meminta aku berbaring disisinya membawa tubuh ini kedalam dekapannya.Aku menatap wajah mas Pras, airmata ini kembali turun. Setelah ini apakah kita bisa bahagia, mas? pelan-pelan aku melepaskan pelukan suamiku lalu beranjak kebalkon.Kesedihan ini hanya bisa aku telan sendiri tidak ada tempat untukku menumpahkan isi hatiku bahkan orang satu-satunya yang menjadi tempat ternyamanku sebentar lagi akan sandaran untuk wanita lain.Menangislah Aruna, hanya ini yang bisa kamu lakukan, dan aku harap kedepannya jangan ada tangisan seperti ini lagi, Aruna menyemangati dirinya sendiri meskipun dia sendiri tidak yakin jika air mata ini esok akan berhenti atau akan selalu menemani disetiap kepedihannya.Cukup lama aku temenung meratapi nasib rumah tanggaku kedepannya aku memutuskan kembali kekamar membaringkan tubuh ini disamping suamiku membawa tubuh ini kembali kedalam dekapan hangat mas Pras.Andai papa meminta nyawaku aku dengan sukarela memberikannya tapi kenapa papa meminta suamiku untuk wanita lain.Adzan subuh dari berbagai arah membangunkanku, aku langsung membersihkan diri kekamar mandi lalu membangunkan mas Pras.Setelah itu aku turun untuk membuatkan sarapan, sebenarnya kepala ini terasa berat mungkin akibat menangis semalam tapi aku tidak bisa membiarkan mas Pras kelaparan, pasti saat dirumah sakit semalam makannya sedikit.Seseorang memelukku dari belakang, tanpa menolehpun aku tahu siapa pelakunya, aromanya tubuh yang selalu membuatku candu menusuk ke indera penciuman.Dek, jangan mendiamkan mas seperti ini." pinta Pras."Aku biasa saja, mas! Sudah ... mas duduk saja disana, tehnya sudahku buatkan." ujarku tanpa menoleh kearahnya."Bukan sehari dua hari kita mengenal, jadi mas sudah tahu bagaimana luar dalammu, dek!" balas Pras.Aku masih enggan menatapnya masih sibuk berkutat dengan bahan makanan."Jika seperti ini, lebih baik mas tolak kembali permintaan papa." timpal mas Pras, dan aku sangat tahu mas Pras akan melalukannya jika aku tidak menghentikannya."Jangan! Jangan lakukan itu, mas." aku langsung berbalik menatap mas Pras."Kenapa kamu memaksakan diri jika kamu tidak sanggup, dek?" mas Pras menatapku dalam."Mas sudah tahu jawabannya, apa aku punya pilihan lain?" tanyaku lalu kembali berkutat dengan bahan masakan."Aku tidak bisa membalas jasa mereka, setidaknya disisa umur papa aku bisa memberikan kebahagiaan untuknya." Aruna menahan airmatanya agar tidak tumpah.Meskipun kebahagiaanmu menjadi taruhannya! sambung Pras.Aku menghapus sudut mataku yang mengembun, tidak ada yang lebih membahagiakan selain kebahagiaan mama dan papa, mas! Ucapku tertahan ditenggorokan.Dan aku tidak ingin menyesalinya nanti, kalian semua adalah sumber kebahagiaanku.Kami menikmati makanan dalam diam, mas Pras sepertinya telah kehabisan kata-kata untuk menghentikanku untuk mengikuti kemauan papa.Selesai makan kami bersiap akan mengunjungi papa dirumah sakit tapi sebelumnya aku mengajak mas Pras menemaniku bertemu Nisa.Aku tidak ingin menundanya lagi, bagaimana jika papa tidak bisa bertahan dan akan pergi selamanya dengan membawa kekecewaan.BY : NOUVALLIN30Disinilah kami sekarang, berhadapan dengan Nisa teman sepantiku, wanita bergamis ini terlihat anggun dan berwibawa, aku tidak menyangka akan bertemu dengan Nisa lagi, apa mungkin Allah mengutuskan dia untuk menjadi penolong dalam masalahku.Sepertinya gamis dengan stelan hijab panjang tidak mengganggu aktivitasnya sama sekali, bahkan aku sangaat mengagumi penampilannya, Nisa terlihat anggun dalam balutan gamis tersebut.Akupun sama juga memakai hijab, tapi aku lebih menyukai stelan tunik dipadankan dengan pasmina, karena bagiku sangat simpel."Maaf, Runa! Aku tidak bisa, aku tidak mungkin menjadi duri didalam pernikahan kalian." ujar Nisa saat aku mengatakan tujuanku, aku memang mengatakan niatku secara langsung, tidak ada yang kututup-tutupi.Mas Pras hanya diam tanpa melepaskan genggaman tangan ini, bisa kulihat dari ekor mataku, Nisa selalu menundukkan pandangannya saat berbicara kepadaku, mungkin karena ada mas Pras disebelahku.Wanit
Aku merasakan pelukan hangat seseorang saat mengerjabkan mata ini, perlahan membuka mata karena kepalaku terasa begitu berat.Aku melirik jam didinding, astahhfirullah! Ternyata hari sudah malam, aku melewati 3 waktu shalat, acara ijab pukul 10 pagi dan sekarang sudah memasuki waktu isya.Mungkin karena pergerakanku, mas Pras terbangun tanpa memalingkan tatapannya dari wajahku."Kenapa tidak membangunkanku." balasku menatapnya, mas Pras semakin mengeratkan pelukannya saat aku ingin beranjak."Mas tahu aku melewatkan waktu shalatku." Pras menatap wajah istrinya, meskipun Aruna marah tapi dimatanya itu ekspresi yang sangat menggemaskan.Pras langsung mencuri kecupan dibibir tipis istrinya dan membuat yang empunya melotot."Mas sangat mencintaimu, dek!" balas Pras."Bukankah mas seharusnya dikamar Nisa?" Aruna menautkan Alisnya, tanpa menjawab pernyataan cinta suaminya, dia tidak boleh egois bagaimanapun Pras bukan miliknya
Setelah berberes aku dan Nisa menyusul keruang tamu, kulihat wajah mas Pras memerah seperti tengah meredam amarah, apa mereka habis berdebat."Run, papa ingin kekamar?" pinta papa saat aku baru saja sampai disana, keningku mengkerut menatap mas Pras."Berhenti meracuni Aruna, pa? Papa tidak tahu bagaimana terlukanya Aruna." tukas mas Pras, aku bingung tidak mengerti arah pembicaraan mereka."Mas! Aku mendelikkan mata kearah mas Pras, aku hanya tidak inhin jika keadaan papa drop lagi."Biar Aruna antar, pa!" balasku seraya mendorong kursi roda, mama menyusul dibelakangku.Aku dan mama membantu papa berbaring ditempat tidur saat sampai dikamar."Run, maafkan papa?" ujar sang papa.Aku tersenyum lalu duduk disisi ranjang membawa tangan pria paruh baya tersebut kedalam genggamanku."Tidak ada yang perlu dimaafkan, pa! Aruna ikhlas." ujar Aruna, kebahagiaan sang papa adalah yang utama baginya."Papa istiraha
Vop NisaHari pertama aku menginjakkan kembali kaki ini dikota dimana aku dibesarkan.Karena kegigihan dan tekadku untuk sukses, disini lah aku sekarang, aku sudah bisa membeli sebuah ruko untuk tempat tinggalku sekalian membuka tokoh pakaian muslimah didepannya dengan hasil jerih payahku.Saat berberes satu pesan masuk diponselku, notif pesan keakun disalah satu aplikasi diponselku,Saat kubuka ternyata pesan dari Aruna teman kecilku saat masih dipanti.Aruna mengajakku bertemu, dan tentunya aku langsung mengiyakan karena aku juga sangat merindukan anak itu.Nasibku tidak seberuntung Aruna, saat lulus sekolah dia langsung dipinang oleh salah satu donatur tetap dipanti tempat kami tinggal untuk anak semata wayang mereka.Aruna tidak perlu banting tulang sepertiku karena yang meminangnya orang terpandang dikota ini, dan memang sedari kecil keluarga pak Gunawan memang sangat menyayangi Aruna diantara puluhan anak Panti lainnya.
Deru suara mesin mobil berhenti didepan rumah, bisa kutebak mas Pras pasti akan kembali, aku hanya bisa menghembuskan nafas kasar, bingung! bagaimana cara menyampaikannya lagi kepada mas Pras.Sekarang dia tidak hanya memilikiku sebagai istrinya tapi diluar sana juga ada wanita lain yang sama berhaknya seperti diriku, dia harus berlaku adil, ini bukan hanya tentang keadilan tapi janjiku terhadap sang papa harus segera terwujud jika mas Pras menundanya keingin papa pasti akan tertunda lagi, aku tidak mau jika kondisi papa memburuk kembali.Biarlah diri ini menangis darah melihat suamiku bersama istri keduanya, asalkan aku masih bisa melihat senyuman selalu terbit dibibir sang papa.Aku langsung berlari kecil menuju kamar, tidak ingin mas Pras melihat kesedihanku, jika dia melihatnya pasti dia akan merasa bersalah karena tidak becus menjadi kepala rumah tangga.Aku berpura-pura memejamkan mata ini saat mendengar suara langkah kaki perlahan mendekat
Mobil berbelok memasuki halaman rumah, kami berlari masuk kedalam, tangisan mama terdengar sampai keambang pintu.Papa dibopong oleh mang adi dan pak jono keluar dari kamar, lalu disusul mama yang tengah menangis dibelakangnya.Mama menghamburkan tubuhnya kedalam pelukanku sedangkan mas Pras membantu mereka membawa papa kedalam mobil."Tenanglah, ma! Runa yakin papa pasti kuat." ujarku menenangkan mama meskipun hati ini tidak begitu yakin dengan ucapan sendiri.Mama hanya mengangguk, kami menyusul mas Pras kemobil lalu masuk kedalamnya, aku meminta mama duduk disisi mas Pras karena bisa kulihat tubuh lemahnya sedangkan aku duduk dikursi belakang meletakan kepala papa dipangkuanku.Pras melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi, panik tentu tapi dia berusaha mengendalikan kecemasannya agar tidak terjadi hal yang membahayakan saat didalam perjalanan, terutama dimobil ada orang-orang terkasihnya.Aku kembali menghubungi Nisa memin
"Mas ..." Nisa melambaikan tangannya didepan wajah Pras."I-iya! kenapa?" ujar Pras tersentak."Mas butuh sesuatu?" tanya Nisa lagi."Tidak! cepatlah kasihan Aruna sendirian dirumah sakit." Ujar Pras lalu berbalik meninggalkan Nisa yang masih terpaku menatap punggung lelaki yang bergelar suaminya tersebut.Aku tidak mengapa jika kamu tidak mencintaiku, mas! akupun juga tidak mengapa jika kamu tidak bisa memberikan hakku sebagai istrimu, tapi aku hanya minta hargai statusku yang telah menjadi istrimu meskipun tidak ada cinta didalam pernikahan ini tapi naluriku sebagai seorang istri begitu terluka saat diperlakukan tidak adil seperti ini.Aku tahu, cintamu sepenuhnya tlah dimiliki oleh sosok Aruna seorang, tapi aku hanya minta jangan perlakukan aku seperti orang asing, Nisa hanya mampu berucap didalam hati, tidak berani mengungkapkan isi hatinya.Sedangkan Pras kembali duduk diruang tamu, sebenarnya dia ingin membahas masalah yang
Berat sekali rasanya mata ini untuk terbuka, tapi perdebatan suara yang tidak asing membuatku harus tetap membuka mata ini.Saat kesadaran ini semakin pulih, kulihat wajah mas Pras yang tampak sangat kacau, dia mengusap kasar wajahnya didepan dokter yang tengah menangani papa tadi.Kulirik jam diponselku yang berada diatas nakas, astaghfirullah! sudah pukul 5 pagi, itu artinya aku tertidur cukup lama.Ku urungkan niatku yang ingin bertanya tentang apa yang mas Pras bicarakan dengan dokter karena aku harus menunaikan shalat subuh di mushola yang berada dirumah sakit ini, aku tidak mungkin mengerjakannya diruangan ini karena memang aku tidak sempat membawa perlengkapan shalat."Dek, kamu sudah bangun?" tanya mas Pras seraya mendekat kearahku, aku membalasnya dengan anggukan."Mas aku shalat dulu, mas sudah shalat belum?" tanyaku."Iya, dek! mas baru saja selesai." balas Pras."Emm ... itu mas!" ucapanku terhenti kala mata