Bukan tanpa alasan aku menilai istri kedua dari Pras yang baru saja kuketahui, mungkin dia mengira hubunganku dengan Aruna hanya sebatas antara dokter dan pasien.
Saat Pras dan keluarganya menyadari jika Aruna sudah tidak berada diruangan, wanita itu langsung menghentikan Pras yang hendak mencari Aruna keluar, wanita itu beralibi jika tubuhnya sangat lemas dan ingin segera beristirahat, apa seperti itu sikap wanita yang baik menurut Aruna?Lagu lama ... mungkin dia bisa membohongi Pras dengan keluarganya tapi tidak denganku, ternyata penampilan dan hati wanita ini sangat bertolak belakang.Dan untuk saat ini aku memilih untuk tidak menceritakan perihal yang terjadi didalam ruangan tadi, nanti jika waktunya sudah tepat aku akan memberitahu Aruna siapa sebenarnya wanita yang dia bawa ketengah-tengah mereka, dab akupun tidak ingin menambah beban fikiran Aruna."Sis ... Siska! malah bengong." lamunanku tersentak saat Aruna memanggil sembari melambaikaPras, Runa! kemarilah, ada yang ingin mama bicarakan?" panggil mama saat kami baru saja menginjakkan kaki didalam rumah.Keningku langsung mengkerut saat melihat Nisa berada dirumah kami, kenapa mas Pras membawanya kemari? gumamku.Disini hanya ada mama dan Nisa, dan sepertinya papa sedang beristirahat dikamar."Jadi begini ..." mama menjeda perkataannya sejenak, tatapannya terarah kearahku."Sebaiknya selama Nisa hamil biarkan dia tinggal dirumah kalian." Lanjutnya kemudian, aku masih menatap dalam kearah mama, apa ini wanita yang telah kuanggap sebagai ibu kandungku sendiri? bahkan sedikitpun dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku saat ini, dia hanya memikirkan calon cucunya yang ada dirahim menantu keduanya."Kalian tahu sendirikan keadaan Nisa bagaimana, jika dia tinggal sendirian mama takut terjadi apa-apa dengan dia dan kandungannya." ujar mama kemudian yang terlihat jelas kecemasan dari raut wajahnya."Aku tidak setuju,
Dek, papa meminta kita kerumahnya sekarang?" ujar mas Pras setelah aku mencium takhzim punggung tangannya lalu dia beralih mengecup kening ini, dua tahun pernikahan kami hal-hal kecil seperti ini tidak pernah dia lupakan."Kok mendadak ya, mas?" balasku, karena tidak seperti biasanya, apa ini menyangkut kesehatan papa yang akhir-akhir ini menurun drastis, bathin Aruna."Mas juga heran dek, tidak biasanya papa seperti ini." jawab mas Pras lalu merangkul pinggangku, berjalan beriringan masuk kedalam rumah.Berganti pakaian rumahan dengan pakaian yang dipilihkan mas Pras, Tunik maroon senada dengan pasmina lalu disandingkan dengan Kulot putih, hal yang paling mas Pras sukai, katanya aku akan terlihat cantik jika memakai pakaian yang dipilihkannya, terdengar konyol bukan? Tapi itulah kebiasaan suamiku.Sebenarnya banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu fikiran ini sejak tadi, tapi aku enggan mengatakannya, takut mas Pras kefikiran.
Cukup lama aku menunggu, tapi Aruna tak kunjung keluar, akhirnya aku memutuskan untuk menyusul meskipun tanpa persetujuan dari mama."Aku tidak setuju!" Ujarku saat mendengar Aruna akan memilihkan madu untuk dirinya sendiri, pilihan macam apa itu.Meskipun aku tidak mendengar keseluruhan perbincangan mereka tapi aku sudah bisa membaca kemana arah pembicaraan mereka."Ma-mas ..." Aruna terkejut dengan kehadiranku, begitupun dengan papa kulihat beliau juga sama terkejutnya."Mas, kita bicarakan dirumah." Aruna langsung bangkit menarik tangan ini agar keluar dari kamar papa, aku tahu dia tidak ingin aku terlibat, terlebih dia sangat mengagungkan sosok papa."Tidak, mas harus bicara dengan papa, dek!" Pras menautkan jemari mereka lalu kembali mendekat keranjang Gunawan."Apa papa tidak memikirkan perasaan Aruna? Pras hanya mencintai Aruna dan selamanya tidak akan mfnbagi cinta ini dengan wanita lain." ujar Pras dengan wajah yang suda
Drrttt ...Pras meraih ponsel disaku celana nama istriku tampil dilayar ponsel, Pras memijit pelipisnya, dia lups mengabari sang istri."Hallo dek, Assalamualaikum? maaf mas tidak mengabari kamu?" sesal Pras."Wa'alaikumsalam! Kamu dimana, mas?" tanya Aruna cemas."Mas dirumah sakit, papa sudah mau dirawat." jawab Pras."Alhamdulillah, Aruna nyusul ya, mas?" pinta Aruna.."Besok saja, ini sudah malam! Sebentar lagi mas juga akan pulang." balas Pras, rencananya saat dirumah nanti dia akan mengatakan apa penyebab papanya mau dirawat."Ya sudah, hati-hati ya, mas?" balas Aruna."iya, dek! Love you han?" Pras mencium layar ponselnya."Love you to honey." balas Aruna, suaminya selalu membuatnya jatuh cinta setiap hari.Setelah panggilan terputus, senyum diwajah Aruna sirna. Bahkan untuk tersenyumpun Aruna sudah tidak sanggup.Lambat tapi pasti keinginan sang papa akan Aruna wujudkan, apa aku sanggup menghadapi kenyataan yang akan terjadi ya Allah, gumam Aruna.Tapi siapa yang akan aku jadi
Disinilah kami sekarang, berhadapan dengan Nisa teman sepantiku, wanita bergamis ini terlihat anggun dan berwibawa, aku tidak menyangka akan bertemu dengan Nisa lagi, apa mungkin Allah mengutuskan dia untuk menjadi penolong dalam masalahku.Sepertinya gamis dengan stelan hijab panjang tidak mengganggu aktivitasnya sama sekali, bahkan aku sangaat mengagumi penampilannya, Nisa terlihat anggun dalam balutan gamis tersebut.Akupun sama juga memakai hijab, tapi aku lebih menyukai stelan tunik dipadankan dengan pasmina, karena bagiku sangat simpel."Maaf, Runa! Aku tidak bisa, aku tidak mungkin menjadi duri didalam pernikahan kalian." ujar Nisa saat aku mengatakan tujuanku, aku memang mengatakan niatku secara langsung, tidak ada yang kututup-tutupi.Mas Pras hanya diam tanpa melepaskan genggaman tangan ini, bisa kulihat dari ekor mataku, Nisa selalu menundukkan pandangannya saat berbicara kepadaku, mungkin karena ada mas Pras disebelahku.Wanit
Aku merasakan pelukan hangat seseorang saat mengerjabkan mata ini, perlahan membuka mata karena kepalaku terasa begitu berat.Aku melirik jam didinding, astahhfirullah! Ternyata hari sudah malam, aku melewati 3 waktu shalat, acara ijab pukul 10 pagi dan sekarang sudah memasuki waktu isya.Mungkin karena pergerakanku, mas Pras terbangun tanpa memalingkan tatapannya dari wajahku."Kenapa tidak membangunkanku." balasku menatapnya, mas Pras semakin mengeratkan pelukannya saat aku ingin beranjak."Mas tahu aku melewatkan waktu shalatku." Pras menatap wajah istrinya, meskipun Aruna marah tapi dimatanya itu ekspresi yang sangat menggemaskan.Pras langsung mencuri kecupan dibibir tipis istrinya dan membuat yang empunya melotot."Mas sangat mencintaimu, dek!" balas Pras."Bukankah mas seharusnya dikamar Nisa?" Aruna menautkan Alisnya, tanpa menjawab pernyataan cinta suaminya, dia tidak boleh egois bagaimanapun Pras bukan miliknya
Setelah berberes aku dan Nisa menyusul keruang tamu, kulihat wajah mas Pras memerah seperti tengah meredam amarah, apa mereka habis berdebat."Run, papa ingin kekamar?" pinta papa saat aku baru saja sampai disana, keningku mengkerut menatap mas Pras."Berhenti meracuni Aruna, pa? Papa tidak tahu bagaimana terlukanya Aruna." tukas mas Pras, aku bingung tidak mengerti arah pembicaraan mereka."Mas! Aku mendelikkan mata kearah mas Pras, aku hanya tidak inhin jika keadaan papa drop lagi."Biar Aruna antar, pa!" balasku seraya mendorong kursi roda, mama menyusul dibelakangku.Aku dan mama membantu papa berbaring ditempat tidur saat sampai dikamar."Run, maafkan papa?" ujar sang papa.Aku tersenyum lalu duduk disisi ranjang membawa tangan pria paruh baya tersebut kedalam genggamanku."Tidak ada yang perlu dimaafkan, pa! Aruna ikhlas." ujar Aruna, kebahagiaan sang papa adalah yang utama baginya."Papa istiraha
Vop NisaHari pertama aku menginjakkan kembali kaki ini dikota dimana aku dibesarkan.Karena kegigihan dan tekadku untuk sukses, disini lah aku sekarang, aku sudah bisa membeli sebuah ruko untuk tempat tinggalku sekalian membuka tokoh pakaian muslimah didepannya dengan hasil jerih payahku.Saat berberes satu pesan masuk diponselku, notif pesan keakun disalah satu aplikasi diponselku,Saat kubuka ternyata pesan dari Aruna teman kecilku saat masih dipanti.Aruna mengajakku bertemu, dan tentunya aku langsung mengiyakan karena aku juga sangat merindukan anak itu.Nasibku tidak seberuntung Aruna, saat lulus sekolah dia langsung dipinang oleh salah satu donatur tetap dipanti tempat kami tinggal untuk anak semata wayang mereka.Aruna tidak perlu banting tulang sepertiku karena yang meminangnya orang terpandang dikota ini, dan memang sedari kecil keluarga pak Gunawan memang sangat menyayangi Aruna diantara puluhan anak Panti lainnya.