Akhirnya pembantu saya dapat pergi ke rumah orang tua saya dan dia menceritakan kepada teman sesama pembantu yang berasal dari agen pembantu mafia ini bahwa dia telah berhasil menjebak suami saya dan dia juga menyarankan temannya coba menjebak abang saya yang juga agak ganteng wajahnya. Dengan hati yang senang karena bisa menjebak suami saya dia menghilang dan tentu saja dia tidak dapat membawa pulang anak saya, orang tua saya tidak mengijinkannya dan…. Setelah seminggu menghilang dia mendatangi ketua RT dengan oknum yang bekerjasama dengan pembantu saya dan mencoba mengancam suami saya di kantor RT itu. Tapi suami saya hanya tersenyum dan menanyai bukti apa dia berani memaksa kehendaknya pada suami saya, lagian suami saya juga lagi mabuk jadi perkara itu tidak dapat diambil sebagai penindasan. Mereka memaksa suami saya tanggung jawab dengan membayar harga tertentu, suami saya menyanggupinya tapi tanpa setahu mereka suami saya menghubungi aparat pemerintah untuk menangkap para mafia
Pada tahun 2004 saya tugas ke luar kota jadi praktis suami saya tidak ada temannya dalam arti tanda kutip. Mungkin karena dari kecil dia kekurangan kasih sayang dari orang tuanya, jadi dia, setelah menikah ingin selalu di dampingi oleh pendamping, siapapun boleh. Jadi disaat saya tidak ada disampingnya, dia mencari seseorang yang dapat melayani dia luar dalam, secara sah atau cuma simpanan, Asal wanitanya mau bertobat, dia akan selalu membantunya, tanpa dia sadari hal itu melukai saya, yang katanya disayang, jangan tanya cinta, cintanya sudah dibawa meninggal oleh pacar pertamanya yang terkena leukimia, bahkan saudara laki laki pacarnya sangat berani memanggil dia kakak ipar begitu juga mertua wanitanya telah menganggapnya menantu yang disayangi. Suami saya adalah pria hasil dari perceraian orang tuanya dan tentu saja ada campur tangan orang ketiga. Karena itulah kenapa dari remaja sampai dia menjadi mantap dalam kehidupannya, banyak orang tua teman wanitanya tidak setuju dengan sua
CEMBURU Apakah saya tidak cemburu? Jangan ditanya saat ini cemburu sangat menguasai saya, apalagi ketika saya pulang, saya tidak menemukan suami saya, dia bersenang senang hanya dengan wanita itu tanpa mengajak anak bungsu saya, Wangi. “Eh, mami, udah pulang ya.” kata Wangi mengangkat kepalanya melihat saya ketika dia menyadari ada saya disekitarnya. “Iya, sayang, sedang main apa?” tanya saya sambil menghampirinya dan menciumnya. Rasanya rindu tidak tertahankan selama seminggu meninggalkan keluarga tercinta. “Sedang main sendiri dengan boneka, ma.’ jawab Wangi sambil memainkan bonekanya. “Papi mana? Kamu tidak ikut papi.” tanya saya lagi mengganggunya. “Tidak, malas ikut papi, papi pergi dengan tante Amel.” jawab anak saya dengan malas. “Jahat mereka, dengan mobil saya mereka bersenang senang, anak orang lain diajak jalan jalan tapi anak sendiri ditinggal di rumah, tidak bisa seperti ini, saya harus bertindak.” batin saya mulai mengatur rencana. Setelah puas mengganggu Wangi,
Seperti Bumerang , saya serba salah menghadapi kenyataan yang saya hadapi sekarang. Sakit hati ini mengingatkan tindakan suami saya, meminjamkan uang kepada wanita itu tanpa memberitahukan saya sebelum dia mau meminjamkannya. Sungguh sudah tidak berartikah diri saya ini dimata suami saya. Hm… 2 juta ya, katanya. Kapan dia pernah memberikan saya uang sebanyak itu, 2 juta. Jika tidak saya paksa dia membantu saya membayar utang karena terpaksa. Ya, untuk membiayai biaya kuliah anak anak saya, saya ikut arisan mingguan dalam beberapa seri. Selama saya di rumah saya yang bayar uang iuran itu tapi setelah saya tugas di luar kota, kewajiban bayar iuran itu jatuh ke tangan suami saya. Karena saya tidak memiliki dana sebanyak itu selama ini saya selalu gali lubang tutup lubang. Tapi karena saya tidak di rumah, ya apa boleh buat yang bayar arisan, saya limpahkan ke suami saya, toh dia juga ikut memakai uang arisan itu ketika saya dapat giliran untuk mendapat uang arisan itu. Bahkan lebih
KERESAHAN SAYA. Saya malam ini sungguh susah tertidur, memikirkan dua sejoli memadu cinta di rumah saya lebih tepatnya di kamar kami tanpa teringat saya dan mungkin itu malah yang diinginkan mereka, jadi tidak ada si pengganggu. Sungguh saya tidak bisa membayangkan perasaan ini sebelumnya, sangat sengsara jika diri ini dihinggapi perasaan cemburu. “Papi, jangan pulang siang siang ya, ingat setelah antar kakak, cepat pulang, saya sudah tidak tahan nih, ingin memadu cinta sama papi.” kata wanita itu. “sia**n, kenapa saya harus mendengar perkataan itu sebelum saya pergi.” batin saya sedih. “Iya , sayang, sabar ya tinggu saya pulang, sudah siapin masakan kamu untuk saya dan anak anak.” kata suami saya merayunya. " biar nanti saya pulang bisa langsung makan dan kita bisa langsung kerjasama." "Oke, saya tunggu ya, selesai masak saya akan mandi, biar harum dan papi menjadi senang." kata wanita itu lagi sambil mengedipkan mata dengan genitnya. Saya pada saat ini hanya berdiri membelakan
Dengan cara apa ya, saya harus mengakhiri pertemanan suami saya dengan wanita itu. Dsaat Santi bingung untuk menghadapi persahabatan suami dengan wanita itu, sementara itu di rumah Santi terjadi. “Tante Amel, masak apa hari ini? Tanya Tika Lintang dengan antusiasnya. Bagi Tika Lintang, urusan ayah ibunya dia tidak mau campuri asal tante Amelnya tahu diri, ya, di rumah mereka Amel sepertinya bagai pelayan di rumah itu, tapi bagi Amel adalah sorga selama Santi tidak ada di rumah. “Masak kesukaan ayah kalian lah, nanti kita sama sama cicipin ya, setelah ayah kalian pulang.” kata Amel dengan muka datar dan merasa senang tinggal disini. Ya, segala fasilitas dia dan anaknya dapat menikmati bahkan tanpa setahu Santi, Amel mendapat uang dari suami mereka, hahaha, mereka nih ye. Dasar tidak tahu diri tuh pelakor, selama tidak ada Santi di rumah dia bagaikan pemilik rumah saja, padahal rumah ini atas nama Santi, berasa nyonya rumah nih ye. Tapi tak apalah selama dia menjaga kebersihan dan
Melihat Wangi sudah sangat marah terhadap anak Amel, Haryanto Lintang mengajak Amel dan anaknya ke tempat paman dan bibinya. Dan untuk seterusnya Amel dan anak anaknya akan tinggal disana. “Amel,bereskan baju Abel, akan saya antar kalian ke rumah paman dan bibi kamu, mulai hari ini Abel biar tinggal disana, Wangi sudah tidak tahan dengan kelakuan egois anak kamu dan kamu sebagai ibunya juga tidak mengajarinya.” kata Haryanto sambil menahan kemarahan. Ya, Wangi adalah anak bungsu kesayangannya, bagaimana bisa dibandingakan dengan anak Abel. Disaat anak yang bukan darah dagingnya dan berani membuat anak kesayangannya marah besar, disaat itu saya harus memilih dan tentu saja anak saya yang harus jadi pemenang. “Baiklah.” Kata Amel tanpa melawan. Amel masuk ke dalam kamar anak anak dan membereskan pakaian Abel. “Bu, kita mau kemana? Mengapa tidak tinggal disini? Disini enak, Bu.” kata Abel. “Salah kamu sendiri, kenapa kamu rusak mainan wangi.” kata Amel. “Bukankah ibu berkata saya b
AMELIA. Nama saya Amelia, janda beranak dua dari suami yang berlainan. Saya cuma seorang wanita lulusan smp, masuk SMA sih, tapi tidak lulus karena sudah senang dengan pemuda yang bisa memuaskan nafsu duniawi saya. Saya dibesarkan dikeluarga sederhana, kakek dan nenek saya cukup berada semasa hidup mereka tapi setelah warisan jatuh ke anaknya yang semuanya ada enam, harta peninggalan itu kandas. Ibu dan ayah saya sudah bercerai dan ibu menikah lagi dengan suami yang juga tidak dapat menyenangkannya sehingga dia harus jualan gado gado untuk kebutuhan seharinya. Dan saya tentu tidak mau seperti dia, jadi saya kawin lari dengan suami saya, sayang suami saya terlalu kaku, memang dia dapat memuaskan semua keinginan saya. Dengan suami pertama saya , saya memiliki seorang anak perempuan, tapi sayang lama kelamaan saya bosan dengan kehidupan yang biasa saja, jadi saya mulai lagi memasuki dunia kegelapan. Sebelum ketemu suami pertama saya, memang saya sudah nakal dalam segala hal. Tuju