Jayden menyelesaikan tugasnya di Surabaya dengan baik dan kini dia sudah mendarat kembali dengan nyaman di Jakarta. Tujuan pertama ketika Jayden sampai di Jakarta bukan rumahnya. Namun kediaman Mamanya, dia hanya ingin berbaring di paha sang Ibu lalu merasakan kedua tangan lembut sang Ibu mengusap rambutnya.
“Mama” Jayden langsung memeluk Marry ibunya yang sedang asik menyiram bunga mawarnya.
“Oh, langsung mampir ke sini. Mau makan?”
“Mau”
Marry merangkul lengan putra semata wayangnya, lalu mengajaknya untuk makan siang bersama. Hanya sayur asem dengan ayam goreng namun bagi Sam itu sangatnya nikmat, apalagi dimasak dengan kedua tangan orang yang telah melahirkan dirinya.
“Taruh saja piringnya disana, biar Mbak Novi yang membereskannya” Marry lalu mengjak permata semata wayangnya untuk mengistirahatkan tubuhnya di ruang tamu.
Sekarang Jayden telah berbaring dengan kedua paha Mamanya sebagai ban
Rasa gelisah dan tidak tenang karena Sam yang baru saja hilang entah kemana sejak pertemuan dengan laki-laki itu. Rasa gelisah diganti dengan rasa perih dan sesak dalam dada yang pernah dia alami belasan tahun yang lalu. Bahkan dia sampai mengabaikan Sam juga Leo yang sampai sekarang merasa kebingungan karena sikap diamnya. Neta sedang tidak ingin berbicara, lehernya sakit dan paru-parunya rasanya bagai terhimpit benda yang sangat berat. Nyeri rasanya.Jadi yang dilakukan Neta sejak pulang dari rumah sakit hanya mengunci dirinya di kamar. Lalu berbaring di kasurnya empuknya, menahan jerit tangisnya dengan bantal agar kedua putrnya tidak mendengar suara isak tangisnya yang coba dia redam. Namun gagal, kedua putrnya mengetahui bahwa Neta sedang menagis dalam kamarnya.“Mama kenapa Le?” tanya Sam yang baru saja memasuki apartment Neta namun sudah mendengar isak tangis dari orang yang telah merawat dirinya sejak bayi.“Nggak tahu bang, pulang dari
Masih pukul sembilan pagi namun sang Mentari sudah bersinar dengan terik, ketika mobil Range rover hitam itu berhenti di basement sebuah kantor. Tanpa melepas kaca mata hitamnya, Jayden berjalan dengan gagah memasuki Gedung perkantoran yang sarat dengan budak korporat mengejar uang demi sesuap nasi juga sebongkah berlian.“Ruangan Ibu Agneta berada dilantai berapa ya?” masih dengan nada mengintimidasi Jayden bertanya kepada front office yang sedang bertugas.Seolah dihipnotis, petugas front office menyebutkan dilantai berapa Neta bertahta “Ruangan ibu Neta berada dilantai 19”“Baik terima kasih”Langkahnya matab menuju lift dan dengan tangannya memencet tombol 19 sesuai dengan letak ruangan Neta.Ternyata sangat mudah menemukan ruangan dimana Neta. Tanpa tedeng aling-aling Jayden memasuki ruangan 7x7 tersebut untuk bertemu dengan seseorang dimasa lalunya.“Maaf bu, telah membuat Ibu tergangg
Jika Neta berfikir Jayden menyerah setelah dia mengatakan bahwa Leo bukan putranya, maka fikiran Neta salah besar. Karena setelah pulang dari kantor Neta, Jayden langsung menghubungi Rudy. Menyuruh detektif swasta itu untuk melakukan penyelidikan ulang Neta berserta Leo. Tidak ketinggalan mengenai asal muasal Leo. Bagaimanapun caranya Jayden harus mendapatkan informasi yang mendetail.Dan tibalah hari ini, setelah hampir satu bulan penantian dari Jayden berbuah manis dengan adanya beberapa berkas dari laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rudy. Kedua tangan Jayden gemetar, setelah lembar terakhir dari dokumen tersebut. Lembar itu bukan sembarangan dokumen melainkan lembar yang memuat test DNA dari Leo yang dilakukan Rudy diam-diam.Rahang Jayden mengeras, suasana ruangan yang semula santai menjadi tegang dan menakutkan. Kertas yang Jayden pegang menjadi buntalan akibat remasan yang kuat dari kedua tangan Jayden.“Fuck Neta, berani-beraninya kau memb
“El…”El melangkah dengan malas menuruni setiap anak tangga, berhenti sejenak untuk menoleh ke sumber suara. El terdiam sejenak, menatap bingung pada Jayden yang sudah duduk di meja makan dengan iPad di tangan kanannya. Ini hari Minggu tumben Papanya sudah duduk manis di meja makan.Tidak mendapat jawaban dari sang empunya nama, Jayden menutup portal berita di ipad nya dan mencurahkan semua perhatiannnya kepada putri satu-satunya. “Kamu sudah makan?”El menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan dari Jayden. Anak yang baru memasuki masa remaja tidak banyak mengeluarkan tenaga untuk bicara hanya diam sambil menunggu action selanjutnya dari Papanya.“Ya kalau begitu, sini duduk sama Papa kita sarapan bareng” Jayden meletakkan gawainya. Senyum hangat terus dipasang Jayden, menatap El dengan pancaran kasih sayang yang sudah lama tidak El temukan.Tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun, El menuruti
Suara lantuntan lagu berputar dari speaker mobil, menemani Jayden yang tengah duduk dibalik kemudi, mobilnya dia parkir dekat dengan lapangan tempat Sam dan Leo bermain basket. Langit tengah mendung, sinar matahari sore itu engan bersaing dengan kumpulan awan pekat yang menggantung berisikan air. Tak lama butiran hujan turun membasahi ibu kota dengan rintik hujan. Jayden masih di dalam mobil, dengan kedua netranya terus saja mengawaasi Sam dan Leo yang tengah bermain basket di bawah rintik hujan. Kedua putranya terlihat bahagia bermain sambil hujan-hujanan. Hasrat ingin bergabung dengan keduanya menghabiskan waktu bersama keduanya, entah bermain basket, surfing, jetski atau lainnya, pasti menyenangkan. Dari rintik hujan berubah menjadi hujan lebat, dan kedua putra masih menikmati waktu di bawah derasnya hujan. Hingga ada seseorang perempuan datang membawa payung. Dari raut wajahnya bisa Jayden tebak, Wanita itu memarahi kedua putranya. Walaupun tengah dimarah
“… Selamanya?” ulang Jayden seraya tertawa lirih. Jayden membuang muka, lebih tepatnya dia menatap jendela Neta yang memuat pemandangan malam kota Jakarta. Berusaha menahan kristalnya yang hendak turun.Sementara Neta masih asik meremas kedua tangannya, dan mengigit bibir bawahnya keras-keras. “Pulanglan, sudah malam” seru Neta “Aku berjanji aku akan memberikan pengertian. Namun tidak dalam akhir-akhir ini. Leo jelas terlalu kaget dengan kehadarianmu”“Dua belas tahun Neta, dua belas tahun” Jayden menekan setiap kata yang terucap dari mulutnya. “Mau sampai kapan?”“Iya, dua belas tahun” Seru Neta dengan senyuman miring “Dan kamu tidak ada di sampinya untuk menemani dia tumbuh.“Semua ini salah kamu” Jayden memukul meja di hadapannya hingga menimbulkan suara yang cukup keras “Apa saja yang kamu ceritakan tentang aku?”“Tidak ada”
“Papa Jay, akhir-akhir ini jadi aneh ya Kak?”Itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan yang dilontarkan oleh El. Sam memilih untuk tidak memberikan komentar “Papa sudah jarang lembur, tetapi mengapa kalau bangun tidur udah kaya zombie. Hidup sih masih hidup tetapi kaya tidak ada semangat” lanjut El sambil menoleh ke arah kiri, tempat Kakaknya Sam sedang asyik dengan mobile phone miliknya yang hampir menutupi sebagaian wajahnya.“Memangnya kerjaan Papa seberat apa sih Kak? Sampai bikin Papa kurusan, mana tidak ada istri yang ngurusin lagi. Ngenes banget hidup Papa ya Kak”Sam menurunkan mobile phone miliknya, konsentrasi sudah terpecah begitu saja tidak bisa kembali focus dengan pekerjaan miliknya. Bukan, bukan karena kecerewetan El yang tidak ada habisnya, namun karena kalimat terakhir yang dikatakan El baru saja, sepenuhnya benar.Sam akui bahwa semenjak Papanya bertemu dengan Mama Neta dan Leo
Jayden menuruti saran dari Sam, yaitu mengutamakan kesehatannya. Jadi Jayden memutuskan untuk mengajak Sam dan El berlibur sekalian healing ke Raja ampat selama seminggu full.Ternyata waktu seminggu cukuplah cepat, Jayden hari ini akan memulai kembali perjuangannya. Baik sebagai Papa maupun sebagai Suami atas Leo dan juga Neta. Dan sekarang pria bertubuh tegap itu sudah mendarat kembali di Jakarta untuk menemui anaknya.Langkah besarnya membawanya keluar dari bandara setelah memastikan koper miliknya juga kedua anaknya yang lain sudah berada ditangan mereka. Ia terus saja berfokus pada ponsel yang berada di tangan kirinya, iya mengejar cinta Neta tak membuat Jayden melupakan kewajibannya pada perusahaan miliknya“Semua sudah?” tanya Jayden setelah koper milkinya ditangan.“Sudah Pa”“El istirahat dulu dirumah, besuk baru sekolah. Sam, kamu kerja boleh atau mau istirahat kaya El dulu nggak papa. Sekarang Papa pamit dul