"Kalau nggak jual diri dia nggak bisa bayar uang kuliah."Zendaya merebut balik cookiesnya, tak membiarkan Bela membuka atau mencicipi. Bukan pelit, masalahnya ini milik kakaknya dan hanya dia yang diperbolehkan memakannya. "Pelit banget sih," kelu Bela karena tak diperbolehkan memakan cookies tersebut. "Ini punya Kakak aku dan dia nggak suka berbagi," jawab Zendaya dongkol. "Kamu keterlaluan banget sampe bilang Lachi jual diri. Kalau benci nggak usah sampe ke tahap fitnah, Bel," ketus Kiandra, kali ini tersulut karena menurutnya Bela semakin kurang ajar. "Loh, aku bilang sesuai fakta. Dan aku buka semua aib dia karena yah … aku udah muak sama sikap nggak tahu dirinya. Aku udah capek nutup-nutupin kelakuan gila dia dari kalian. Tapi kalau kalian tetap pengen nyusul, yaudah sih pergi saja. Biar kalian tahu se miskin apa Lachi."Zendaya dan Kiandra sama-sama bersitatap. Apa mereka harus menyusul saja? Tetapi mereka sama sekali tidak tahu Lachi tinggal di mana. Maksudnya mereka hany
"Apaan dah Lachi punya hutang ke dia?" Indah menatap horor pada Zendaya dan Kiandra, setelah itu menatap tak suka pada Belle. Bela sendiri sudah memucat, berkeringat dingin dan takut. Karena Zendaya keukeuh untuk bertemu dengan Lachi–menyusul ke desanya, Zendaya menemui Indah. Zendaya yakin Indah tahu tempat tinggal Lachi ada di sana. Selain untuk mencari alamat Lachi, Zendaya juga sekalian menanyakan kebenaran perkataan Bela. Bela sejujurnya malas ikut dengan Zendaya dan Kiandra. Tetapi kemarin dia menguping pembicaraan keluarga Zendaya, dia mendengar jika Danzel menyusul Lachi. Oleh sebab itu Bela terpaksa ikut. Jika nanti Danzel telah melihat rumah kumuh Lachi dan Danzel berakhir jijik pada Lachi, maka Bela ingin menjadi orang pertama yang menertawakan Lachi. Sialnya, Bela tak menduga Zendaya akan menemui Indah dan menanyakan pasal perkataannya pada perempuan ini. "Yang ada dia yang punya hutang ke Lachi. Sampe sekarang belum dibayar." Indah menatap sinis ke arah Bela. Lalu t
Danzel yang kepanasan, masa bodo dan memilih tidur. Sedangkan Nathan dan Karamel, sudah mencondongkan tubuh ke depan–penasaran, terpana dan tak sabar melihat sosok perempuan cantik tersebut. Perempuan itu mengangkat pandangan. Nathan, Naren dan Karamel terus memandang–jantung mereka berdebar kencang. Mungkinkan perempuan yang mereka tabrak merupakan jodoh salah satu dari mereka?Flasss'Angin bertiup lebih kencang, membuat rambut cantik tersebut tertiup dan berkibar indah. "Sial!""Fuck!""What the hell!"Ketiganya seketika saling mengumpat. Awalnya mereka terkesima melihat si perempuan, tetapi setelah mengangkat dan mendongak mereka bertiga sama-sama mengumpat–langsung menarik doa-doa yang sempat terpanjat dalam batin. Alih-alih menabrak gadis desa cantik speak bidadari seperti di film, yang mereka tabrak ternyata seorang bapak-bapak. Kebetulan punya rambut panjang yang bagus serta tubuh kecil dan kurus.Bapak-bapak tersebut mengenakan baju kaos bergambar bunga-bunga sembari mengen
"Kenapa Pak Danzel datang ke sini?" Lachi masih berdiri di belakang tubuh mamanya, menatap gugup bercampur syok ke arah Danzel dan tiga teman pria itu. "Bukannya kau yang menyuruhku untuk datang melamarmu?" ucap Danzel santai. "Hah?" Lachi melongo kaget, reflek menutup mulut sembari menatap mamanya yang juga ikut-ikutan menutup mulut. "Ih, Mama ngapain sih?" gumam Lachi pelan, memutar bola jengah pada sang mama yang terkekeh pelan padanya–menertawakan tingkah Lachi yang kaget barusan. Lachi langsung menatap ayahnya. Raut muka wajah Lachi tegang dan jantungnya berdebar kencang. Lachi khawatir ayahnya salah paham, mengira jika selama di kota Lachi hanya sibuk pacaran. Dia takut ayahnya marah. "Yah, aku bisa jelasin," ucap Lachi, menghampiri ayahnya secepat mungkin. Lachi langsung duduk di sebelah ayahnya dan langsung memijit pundaknya–merayu sang kepala keluarga agar tak marah padanya. "Tidak apa-apa. Orang Ayah suka kok dengan calon kamu," jawab Adit sembari tertawa kecil. Lachi
"Beruntung juga kau, Dude. Ayah Kakak ipar langsung suka padamu," bisik Karamel pada Danzel, lagi-lagi Danzel tersenyum. Tetapi kali ini senyum bangga. Akhirnya mereka mengobrol kembali, membahas Lachi habis-habisan. Danzel baru tahu jika Lachi memang sangat gigih dalam bekerja. Ayah mertuanya-- ah maksud Danzel, calon ayah mertuanya mengatakan jika saat Lachi berusia delapan tahun, anak itu pernah ikut mengisi polybag di salah satu kebun jeruk milik keluarganya tanpa sepengetahuan siapapun. Saat membayar upah karyawan, Lachi datang dengan mengenakan topi supaya tak dikenali. Adit tahu jika itu putrinya, dan dia benar-benar terkejut karena putrinya ikut mengisi polybag. Saat ditanya kenapa Lachi ikut, Lachi menjawab jika dia ingin mengumpulkan uang untuk membeli sepeda. Itu membuat ayahnya semakin terkejut. Bukan hanya itu, Lachi berusia dua belas tahun juga pernah ikut membantu pasca panen kelapa sawit dengan karyawan, hanya demi mengumpulkan uang untuk mengganti handphonenya yan
Mamanya senang karena Lachi memang jarang membawa teman ke rumah, hampir tak pernah jika itu teman di kota. Karena hampir malam, Lachi buru-buru menyusul. Di sisi lain, Zendaya, Kiandra dan Bela duduk di sebuah warung dekat persimpangan. Sedangkan Indah langsung lanjut pulang, mengejar sebelum hari semakin gelap. Mereka bertiga terlihat lesu, lelah karena perjalanan yang cukup memakan waktu. Mereka sama-sama berkeringat dingin, bisa dikatakan mabuk perjalanan. Sebuah mobil pajero sport tiba-tiba berhenti di depan mereka. Zendaya, Kiandra dan Belle hanya mengamati. "Kayaknya nggak ada deh bus yang masuk ke dalam. Jangan-jangan Lachi menjemput kita dengan jalan kaki," ucap Bela, masih sempat julit sembari mengibas tangan ke arah wajah. Tadi sangat panas, tetapi semakin hari menuju malam, semakin suhu udara turun. Ditambah angin bertiup, membuat udara semakin dingin. "Kalau jalan kaki aku nggak akan sanggup deh." Bela kembali berucap. "Ada kok transportasi ke dalam, Neng. Mini bu
"Hehehe … ha-hanya sedikit kesalahpahaman kok, Zen. Hehehe …." Zendaya ikut menyengir, tak tahu harus menanggapi seperti apa. Yang jelas, Zendaya kaget kakaknya di sini. Sekarang Zendaya gugup, takut berhadapan dengan Danzel. "Ayo, masuk," ucap Lachi, mendadak kikuk karena Zendaya sudah tahu ada Danzel di sini. Lachi diam-diam merasa tak enak, teman-temannya menyukai Danzel. Dia takut mereka salah paham karena Danzel ada di sini. Setelah masuk ke dalam rumah, mereka disambut hangat oleh orang tua Lachi. Setelah berbincang sedikit, Zendaya dan yang lainnya istirahat. Zendaya sangat bersyukur karena tidak bertemu dengan kakaknya. Sedangkan Lachi, dia menyiapkan makan malam bersama para pembantu. Namun, tiba-tiba saja ayahnya datang. "Lachi, tolong rebus dedaunan ini dan air rebusannya kasih ke calon kamu. Dia sakit perut, kebanyakan makan buah rambutan," titah Adit, memberikan daun berserta ranting dan bunga kecil yang beraroma pahit. "Pak Danzel sakit perut?" beo Lachi, merai
Setelah makan dan berbincang-bincang–di mana orangtua Lachi sudah tahu kalau Zendaya adalah adik Danzel, sekarang Lachi dan yang lainnya sedang menghabiskan waktu bersama di teras balkon belakang rumah. Orangtua Lachi awalnya tak curiga karena Danzel dan Zendaya tak saling bertegur sapa. Akan tetapi ayah Lachi memperhatikan, merasa jika Danzel dan Zendaya punya kemiripan. Dari sana lah ketahuan kalau Zendaya dan Danzel adik kakak. "Lachi, aku meminta maaf untuk perkataan ku selama ini padamu. Aku juga meminta maaf padamu karena telah memfitnahmu." Bela berkata sepenuh hati–dari luar dia terlihat tulus dengan mata yang berkaca-kaca, tetapi dari dalam hatinya terus merutuki Lachi. "Ini-- uang untuk membayar utangku waktu itu padamu," tambah Bela, menyerahkan sejumlah uang pada Lachi. Lachi menerima uang tersebut lalu menghitungnya. Setelah memastikan jumlahnya pas, Lachi langsung memberikan uang itu pada salah satu pembantu. "Mulut itu dijaga. Lain kali