Setelah kejadian itu, Lachi tidak berani berbicara pada Danzel. Dia mengira pria itu marah padanya karena ketahuan memaki-maki Danzel. Sekarang Danzel pergi entah kemana. Dia tidak mengatakan apa-apa dan Lachi tak bertanya sebab takut. Sekarang Lachi di outdoor kamar penginapan, duduk di kursi santai sembari berbicara lewat telepon dengan Zendaya. 'Pasti Kak X cemburu pada Devson. Makanya habis dari sana, dia langsung mendiamimu.' ucap Zendaya di seberang sana. Lachi habis curhat mengenai keanehan Danzel yang tiba-tiba kesetanan setelah Devson menunjukkan lukisannya ke tamu. Tentunya Lachi tak mengatakan bagian intim antara dia dan suaminya. Itu privasi!"Maksudnya, Mas Suami eh maksudnya Pak Danzel cemburu karena Devson bisa melukis?" 'Acieee … yang sudah manggil Mas Suami ke … ekhmm. Katanya dulu nggak mau, amit-amit. Ahahaha …. Mas suami nggak tuh.'"Hehehe … jangan gitu dong. Hidungku pegal kembang kempis melulu gegera salting. Kembali ke topik atuh." Lachi menegur halus. Tet
"Tuan Danzel, adikku bisa mati. Tolong berhenti," teriak Viktoria, berusaha menghentikan Danzel yang saat ini sedang menghajar habis adiknya. Devson terlihat tak berdaya, wajahnya sudah tak berbentuk akibat pukulan kuat Danzel. Bukan hanya itu, tangan Devson jua patah, Danzel pelakunya. "Danzel, tenangkan dirimu." Melihat Danzel berhenti memukul Devson, Nathan memanfaatkan hal tersebut untuk mendekat. Perlahan dia menarik Danzel untuk menjauh dari Devson lalu menepuk pundak sahabatnya. "Devson mungkin belum mengenal Lachi." "Dia sudah bertemu dengan istriku. Dia memang sengaja." Danzel berucap penuh kemarahan, menatap Devson yang tergeletak tak berdaya di lantai. Tatapan Danzel sangat tajam, menyala oleh kemarahan yang nyata, "terus terang saja. Jika kau suka pada istriku katakan secara langsung di hadapanku, supaya aku bisa mengantarmu langsung pada kematian!" dingin Danzel, menekan gigi dengan nada rendah tetapi menusuk. Devson merayap menjauhi Danzel, aura pria ini begitu men
Akhirnya Danzel dab Lachi pulang dari bulan madu mereka. Setelah sampai di rumah, mereka disambut hangat oleh orangtua Danzel dan tentunya Zendaya yang langsung menagih oleh-oleh pada kakaknya. Sekarang mereka beristirahat. Tepatnya hanya Danzel karen Lachi saat ini bersama Zendaya dan mama mertuanya. Mereka sedang bergosip. Namun karena sang ayah mertua memanggil Nara, jadilah sekarang Lachi dan Zendaya berdua. "Mas crushmu sudah pulang?" tanya Lachi pelan, mendapat anggukan dari Zendaya. "Iya, Lachi. Anehnya dia tiba-tiba datang ke rumah, khusus untuk mengantar oleh-oleh padaku. Padahal aku nggak nagih, sesuai permintaan kamu. Aku bahkan pura-pura nggak tahu kalau dia lagi ke luar negeri," balas Zendaya berbisik, takut daddynya atau kakaknya tiba-tiba datang lalu mendengar pembicaraannya dengan Lachi. "Sebelumnya kamu melakukan apa? Mungkin ada sesuatu yang membuatnya inisiatif mengantar oleh-oleh padamu."Zendaya mengerjap beberapa kali, kemudian mengatakan sesuatu. "Kak Kara
'Ngantor lagi.' batin Lachi, yang saat ini sudah di lantai ia ditempatkan. Lachi duduk di kubikel tempatnya kemudian mulai menyalakan komputer. Namun, tiba-tiba saja seorang perempuan datang ke sana sembari menatap sinis ke arah Lachi. "Ini tempatku. Kenapa kamu duduk di sini?" ucap perempuan tersebut dengan nada merajuk dan terkesan manja. Lachi mengerjap beberapa kali, mendongak ke arah si perempuan sembari melayangkan tatapan kaget. "Tempatmu?" beonya, menatap meja kerja nya untuk memeriksa sekitar. "Kayaknya kamu salah deh. Ini tempatku, penaku masih ada di sini." "Memangnya kamu siapa?" tanya perempuan itu. "Staf di sini lah." Lachi menjawab sekenehnya. Perempuan tersebut pergi, tanpa mengatakan apa-apa pada Lachi. Sedangkan Lachi, dia melanjutkan pekerjaan. Tak lama, Kiandra dan Zendaya datang.Setelah basa-basi sejenak, Lachi bertanya mengenai meja kerjanya. Mungkin karena hampir tiga minggu tak berkerja bisa saja anak baru masuk lalu ditempatkan di mejanya. Jika itu terj
"U-untung Pak Danzel datang," ucap Andika, sembari masih menahan sakit dia mendekat ke kaki Danzel. Dia bersimpuh di lantai, seperti pengemis yang sedang memohon. Lachi berdecak pelan, melepas kasar tangan dari rambut perempuan tersebut. "Di-dia Lachi Angguina, Pak. Staf yang baru masuk tetapi sudah berani mengambil cuti cukup lama. Dia juga telah lancang mengaku sebagai istri anda, Pak. Berbohong kepada semua orang di sini dan memanfaatkan status palsu tersebut untuk menindas staf lain, Pak," adu Andika, masih di posisi bersimpuh sebab 'itunya sangat sakit. Bug' Dengan enteng, Danzel menendang pundak Andika–membuat pria tersebut terpental, di mana punggungnya menabrak kuat sudut meja. Andika menjerit tetapi Danzel sama sekali tak peduli, hanya menampilkan raut muka datar. Danzel meraih pergelangan tangan Lachi kemudian menarik perempuan tersebut untuk ikut dengannya. "Makhluk tidak berguna sepertimu tidak layak di kantorku. Kau dipecat," dingin Danzel, sebelum menarik Lachi dari
"Kau suka pada Nathan?" Deg deg deg Jantung Zendaya hampir copot, terasa akan meledak dalam sana. Dengan gugup dan kaku, Zendaya menoleh pada kakaknya. Dia menggelengkan kepala secara cepat. "E-enggak, Kak X. Mana mungkin aku suka, Kak Nathan kan sudah seperti Kakak untukku.""Baguslah." Danzel berucap pelan, "Nathan tidak akan menyukai perempuan tengil sepertimu. Dia juga sudah bertunangan.""Aku tahu, Kak." Suara Zendaya lemah, tertohok oleh ucapan kakaknya sendiri. Tidak bisakah Danzel lembut sedikit saja padanya?! Begini-begini Zendaya adiknya Danzel, punya hati dan mudah sakit hati juga. Dia tahu yang dikatakan oleh Danzel adalah sebuah fakta. Tetapi tetap saja sakit! "Aku pamit," judes Zendaya, berjalan cepat untuk pergi keluar. Akan tetapi lagi-lagi langkahnya terhenti, kali ini oleh Lachi yang tiba-tiba keluar dari ruangan khusus kakaknya. "Zendaya," seru Lachi riang, seperti teletubis Po bertemu dengan teletubis Lala. "Lachi," balas Zendaya tak kalah riang. "Ayo kita ma
"Jadi begini kelakuanmu di belakangku, Mas?" teriak Aeera marah sembari berjalan kesetanan menuju pria yang duduk dengan posisi membelakanginya. Pria tersebut terlihat menikmati makanan mewah bersama seorang perempuan mengenakan gaun biru. Aeera tidak terlalu memperhatikan si perempuan sebab dia hanya fokus menatap pria dengan punggung lebar dan kokoh tersebut. "Aku sangat percaya padamu, Mas. Tapi-- hiks … kenapa kau mengkhianatiku?!" pekik Aeera, berucap pilu dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Pandangan Aeera mengabur, air mata membendung dan menutupi penglihatan. "Kamu bilang minggu depan akan melamarku kan? Tapi apa? Hiks … hiks … disini kamu malah makan romantis dengan perempuan lain. Aku saja tak pernah diajak makan ke tempat mewah seperti ini."Pria tersebut menoleh. Namun, Aeera yang sudah kesal dan marah langsung memukul wajah si pria dengan tasnya. Bug'"Kamu jahat, Mas!" jerit Aeera sembari kembali memukul pria tersebut. Hal tersebut membuat para bodyguard yang berjaga
"Tolong aku, Shilaaa!" pekik Aeera seraya menggenggam kuat tangan sahabatnya tersebut. Kini Aeera berada di apartemen sang sahabat, beristirahat sejenak di sana dan sekaligus menangkan diri dari kejadian sial tadi. Smirk Alarich-- hell! Masih mengiyang di pikiran Aeera, membuat Aeera semakin takut untuk berjumpa dengan hari esok. "Aku juga dalam bahaya, Aeera. Gara-gara kamu salah sasaran, aku nggak bisa nolak pria itu. Sekarang dia semakin mantap untuk menikahiku. Katanya aku ini lucu." Shila menggembungkan pipi, "lucu dari mana coba?! Ah! Aku takut nikah, Aeera. Aku takut dicoplos. Aaaa … aku nggak bisa bayangin kalau aku jadi istri, Aeera." Shila menjerit di akhir kalimat. "Aelah, kenapa jadi kamu yang curhat? Malah adu nasib lagi." Aeera mendengkus pelan. "Harus kamu tahu yah, Shila Okserila Wijaya, yang aku labrak tadi, itu tak lain adalah Big Bos ku! CEO di perusahaan tempatku kerja, Lala. Bayangin gimana suramnya hariku besok!""Apa? CEO di tempat kamu kerja? Gila!" Shila m