"Kamu merawat cucu kesayanganku dengan baik kan, Karl sayang?" Alarich menoleh ke arah neneknya, tersenyum tipis lalu menganggukkan kepala secara lembut. "Tentu saja, Gadis pendekku," ucapnya dengan nada lembut, terkesan hangat sekaligus jahil secara bersamaan. Mendengar itu, Ruqayah seketika tersipu malu–memukul-mukul manja lengan sang cucu. "Sudah cukup, Anak nakal! Kamu sudah punya istri, goda istrimu saja. Jangan Nenek," ucapnya dengan nada malu-malu. Gavin hanya menghela napas, menatap putranya dan sang mama. Alarich memang sangat dekat dengan sang Ibu, dan bisa dikatakan Alarich sangat suka menggoda atau menjahili neneknya. Jadi melihat pemandangan ini, Gavin sudah terbiasa. "Mana istrimu?" tanya Gavin setelah mereka di dalam rumah, menoleh ke sana kemari untuk mencari keberadaan sang menantu, "jangan bilang kamu mengurungnya di suatu tempat! Papa perhatikan kamu … cukup lain," sinis Gavin di akhir kalimat, menatap curiga pada putranya. "Aeera-- ah, Adek di kamar. Akan ku p
'Tapi aku bisa-bisanya malah nggak tahu kalau Pak Alarich tak suka makanan manis. Bagaimana ini?' batin Aeera, cemas dan takut cookies-nya tak disentuh oleh Alarich. Karena masalah ini, Aeera sama sekali tak berani menoleh ke arah Alarich–padahal pria itu berdiri tepat di sebelahnya dengan jarak yang cukup dekat. Dia bukan takut, tetapi lebih ke arah malu sebab tak tahu menahu tentang sang suami. Di depan keluarga suaminya, Aeera memperlihatkan ketidak pedulian serta ketidak tahuannya mengenai Alarich. Ini hal yang membuat Aeera sangat tertampar dan … entah kenapa dia sedih. Alarich suaminya tetapi sedikitpun tentang Alarich dia tak tahu. Miris sekali!"Jangan bilang kamu tak tahu apapun tentang cucuku!" Ranti bersuara, menatap sinis bercampur tak suka pada Aeera. Sejak awal, Ranti memang tak suka pada Aeera. Pertama, dia menganggap Aeera menjebak Alarich sehingga dia menjadi istri Alarich. Kedua, dia tahunya Aeera berasal dari keluarga biasa–dalam artian tak kaya dan tak miskin. Di
"Hanya aku yang boleh memanggil Ara dengan sebutan Adek. Dan kau-- sopanlah!" tegur Alarich, cukup kesal dan sedikit marah karena Nadien ikut-ikutan memanggil Ara-nya dengan sebutan Adek. Shit! Hanya Alarich yang boleh memanggil Aeera dengan sebutan itu. Dia tidak suka orang lain ikut-ikutan memanggil istrinya dengan panggilan tersebut. "Oh, maaf, Kak Karl," cicit Nadien, berkata dengan lembut dan lirih–sengaja supaya Alarich tidak tega untuk lanjut memarahinya, "soalnya Aeera sangat lucu, panggilan Adek sangat cocok buat dia. Aku suka memanggilnya begitu," jelas Nadien kemudian, merayu agar Alarich membiarkannya memanggil Aeera dengan sebutan Adek. 'Cik, Kak Karl memarahiku hanya karena ikut memanggil Aeera dengan panggilan Adek. Argkk, aku kesal banget. Pokoknya Aeera tak boleh mendapatkan panggilan istimewa itu. Panggilan itu milikku!' batin Nadien, diam-diam mengepalkan tangan–luar biasa marah dan cemburu pada Aeera. "Iya, Karl. Tak masalah dong jika Nadien memanggil Aeera de
Setelah menakut-nakuti Aeera, Gavin beranjak dari sana–terkekeh jenaka karena sepertinya Aeera percaya pada ucapannya tadi. Wajah menantunya langsung pucat dan panik. ***Aeera memasuki kamar, bertepatan dengan Alarich yang keluar dari kamar mandi–sangat seksi dan menggoda iman dengan handuk yang melilit di pinggang. Yang membuat Aeera bertanya-tanya adalah, ada banyak handuk kimono di sini. Tetapi kenapa setiap kali mandi, Alarich lebih suka handuk biasa–lebih suka mengenakan handuk dengan melilitkannya di pinggang. Yah, Aeera tahu jika aurat laki-laki dan perempuan itu berbeda. Namun, tetap saja bukan jika Alarich seperti sedang tebar pesona. 'Oh ya, Ampun!! Roti sobeknya … aduh, jadi panas.' batin Aeera, berupaya menjauhkan mata dari roti sobek diperut sang suami. Namun, semakin dia melarang, semakin nakal matanya. Brak'Aeera tiba-tiba saja tersandung kaki meja–efek akibat terlalu fokus menatap ABS Alarich, membuat Aeera tak melihat jalan dan berakhir terjerembab di lantai.
"Umm ... boleh aku menginap di sini? Hujan lebat sedang turun. Ada petir dan aku takut, Kak Karl," pinta Nadien lirih, menatap sendu serta penuh ketakutan pada Nadien. Perempuan tersebut sengaja memasang raut muka sedih supaya Alarich tidak bisa menolak permintaannya. Biasanya Alarich selalu luluh dengan cara ini. "Humm." Alarich berdehem untuk mengiyakan, membuat Nadien tersenyum lebar. See? Alarich mudah luluh olehnya. Sebab apa? Sebab Alarich menyayanginya. Nadien hanya perlu menyadarkan Alarich supaya dia tahu jika dia sebenarnya mencintai Nadien. Bekalnya sudah ada, sebab Alarich pernah suka padanya.'Aku cinta pertama Kak Alarich. Sedangkan Aeera, dia hanya wanita yang tengah dijadikan mainan oleh Kak Alarich. Setelah Kak Alarich puas bermain dengan Aeera, Kak Alarich akan kembali padaku.' batin Nadien, senang sekaligus kepedean jika Alarich baik padanya karena pria ini masih suka padanya. Dia cinta pertama Alarich dan yang pertama selamanya akan menang. Pendatang baru seper
"Besok kita lanjut yah. Hujan soalnya, suara kamu rada hilang, aku nggak bisa dengar jelas," ucap Aeera, sedang bertelponan dengan Dewa–di mana pria itu bercerita jika ada karyawan baru di kantor, seorang perempuan yang sangat cantik tetapi problematik. Baru dua hari kerja tetapi sudah terancam dipecat karena bersikap malas-malasan. Gilanya, perempuan itu mengaku sebagai istri dari sang Big Boss–hanya karena mendengar divisi lain mengatakan jika istri dari Big Boss bekerja di perusahaan. Rekan-rekan satu divisi Aeera tak ada yang terlalu menanggapi, terlanjur menganggap perempuan itu gila. Seandainya perempuan itu mengaku menjadi salah satu keluarga sang Big Boss, mereka mungkin masih percaya. Namun, istri? Hei … mereka tahu siapa istri sang Big Boss. 'Iya, Beib. Jangan lupa pakai lingerie. Soalnya lagi hujan, Tsay!! Enak tuh, anget anget.'"Kepalamu!" ketus Aeera, buru-buru mematikan sambungan telpon. Dia malu bercampur kesal mendengar perkataan Dewa. Sepertinya Aeera harus menca
"Aeera, gih buatkan kotak bekal untukku juga. Cepat yah, soalnya aku pengen berangkat bareng dengan Kak Karl," titah Nadien dengan antusias, tak sabar dibuatkan bekal oleh Aeera. Dia berencana akan memakan bekal buatan Aeera tersebut bersama Alarich. Sangat romantis jika mereka makan siang bersama. Dan sangat menyakitkan bagi Aeera karena menyaksikan Nadien dan Alarich makan dengan bekal buatannya sendiri. Ide yang sempurna! "Coba ulangi!" ucap Alarich tiba-tiba, berkata dingin serta penuh peringatan pada Nadien. Dia mendongak sepenuhnya, melayangkan tatapan tajam ke arah adik sepupunya tersebut. "Aku …-" Nadien mendadak murung, menatap ragu pada Alarich, dia mendadak ragu dan takut. Sepertinya Alarich marah, "aku hanya ingin dibuatkan bekal juga oleh Aeera, Kak," cicitnya pelan. Sejujurnya Aeera sangat kesal, bahkan dia berniat akan beranjak dari sana–membuatkan bekal untuk Nadien. Dia kesal tetapi dia lebih takut Alarich akan marah jika dia menolak membuatkan Nadien bekal. Car
"Selamat pagi menjelang siang, Pak," sapa Aeera setelah berhadapan dengan Alarich, berdiri tegap di depan meja kerja sang suami. Tubuhnya menegang, cukup takut dengan tatapan tajam Alarich yang menghunus ke arahnya. Dia tahu dia salah karena terlambat menemui suaminya, akan tetapi-- hei, siapa perempuan yang bisa menahan godaan dari menggosip? "Ini sudah siang," dingin Alarich, menatap Aeera dengan tajam–mengeluarkan aura mengintimidasi yang pekat dan mengerikan. Aeera meneguk saliva dengan kasar, menatap takut-takut pada sang suami. "Waktu yang kuberikan padamu hanya tiga puluh menit, sedangkan kau pergi selama tiga jam lebih," datar Alarich, menekuk jari telunjuk–isyarat agar Aeera mendekat ke arahnya. Dengan langkah gugup serta kaku, Aeera berjalan ke arah Alarich. Wajahnya ditekuk, muram serta panik secara bersamaan. Pasti Alarich akan menghukumnya. Yah, apalagi? Alarich memang suka menghukumnya. "Pak …-""Kita hanya berdua." Alarich menegur pelan, tetapi meskipun begitu ber