"Umm ... boleh aku menginap di sini? Hujan lebat sedang turun. Ada petir dan aku takut, Kak Karl," pinta Nadien lirih, menatap sendu serta penuh ketakutan pada Nadien. Perempuan tersebut sengaja memasang raut muka sedih supaya Alarich tidak bisa menolak permintaannya. Biasanya Alarich selalu luluh dengan cara ini. "Humm." Alarich berdehem untuk mengiyakan, membuat Nadien tersenyum lebar. See? Alarich mudah luluh olehnya. Sebab apa? Sebab Alarich menyayanginya. Nadien hanya perlu menyadarkan Alarich supaya dia tahu jika dia sebenarnya mencintai Nadien. Bekalnya sudah ada, sebab Alarich pernah suka padanya.'Aku cinta pertama Kak Alarich. Sedangkan Aeera, dia hanya wanita yang tengah dijadikan mainan oleh Kak Alarich. Setelah Kak Alarich puas bermain dengan Aeera, Kak Alarich akan kembali padaku.' batin Nadien, senang sekaligus kepedean jika Alarich baik padanya karena pria ini masih suka padanya. Dia cinta pertama Alarich dan yang pertama selamanya akan menang. Pendatang baru seper
"Besok kita lanjut yah. Hujan soalnya, suara kamu rada hilang, aku nggak bisa dengar jelas," ucap Aeera, sedang bertelponan dengan Dewa–di mana pria itu bercerita jika ada karyawan baru di kantor, seorang perempuan yang sangat cantik tetapi problematik. Baru dua hari kerja tetapi sudah terancam dipecat karena bersikap malas-malasan. Gilanya, perempuan itu mengaku sebagai istri dari sang Big Boss–hanya karena mendengar divisi lain mengatakan jika istri dari Big Boss bekerja di perusahaan. Rekan-rekan satu divisi Aeera tak ada yang terlalu menanggapi, terlanjur menganggap perempuan itu gila. Seandainya perempuan itu mengaku menjadi salah satu keluarga sang Big Boss, mereka mungkin masih percaya. Namun, istri? Hei … mereka tahu siapa istri sang Big Boss. 'Iya, Beib. Jangan lupa pakai lingerie. Soalnya lagi hujan, Tsay!! Enak tuh, anget anget.'"Kepalamu!" ketus Aeera, buru-buru mematikan sambungan telpon. Dia malu bercampur kesal mendengar perkataan Dewa. Sepertinya Aeera harus menca
"Aeera, gih buatkan kotak bekal untukku juga. Cepat yah, soalnya aku pengen berangkat bareng dengan Kak Karl," titah Nadien dengan antusias, tak sabar dibuatkan bekal oleh Aeera. Dia berencana akan memakan bekal buatan Aeera tersebut bersama Alarich. Sangat romantis jika mereka makan siang bersama. Dan sangat menyakitkan bagi Aeera karena menyaksikan Nadien dan Alarich makan dengan bekal buatannya sendiri. Ide yang sempurna! "Coba ulangi!" ucap Alarich tiba-tiba, berkata dingin serta penuh peringatan pada Nadien. Dia mendongak sepenuhnya, melayangkan tatapan tajam ke arah adik sepupunya tersebut. "Aku …-" Nadien mendadak murung, menatap ragu pada Alarich, dia mendadak ragu dan takut. Sepertinya Alarich marah, "aku hanya ingin dibuatkan bekal juga oleh Aeera, Kak," cicitnya pelan. Sejujurnya Aeera sangat kesal, bahkan dia berniat akan beranjak dari sana–membuatkan bekal untuk Nadien. Dia kesal tetapi dia lebih takut Alarich akan marah jika dia menolak membuatkan Nadien bekal. Car
"Selamat pagi menjelang siang, Pak," sapa Aeera setelah berhadapan dengan Alarich, berdiri tegap di depan meja kerja sang suami. Tubuhnya menegang, cukup takut dengan tatapan tajam Alarich yang menghunus ke arahnya. Dia tahu dia salah karena terlambat menemui suaminya, akan tetapi-- hei, siapa perempuan yang bisa menahan godaan dari menggosip? "Ini sudah siang," dingin Alarich, menatap Aeera dengan tajam–mengeluarkan aura mengintimidasi yang pekat dan mengerikan. Aeera meneguk saliva dengan kasar, menatap takut-takut pada sang suami. "Waktu yang kuberikan padamu hanya tiga puluh menit, sedangkan kau pergi selama tiga jam lebih," datar Alarich, menekuk jari telunjuk–isyarat agar Aeera mendekat ke arahnya. Dengan langkah gugup serta kaku, Aeera berjalan ke arah Alarich. Wajahnya ditekuk, muram serta panik secara bersamaan. Pasti Alarich akan menghukumnya. Yah, apalagi? Alarich memang suka menghukumnya. "Pak …-""Kita hanya berdua." Alarich menegur pelan, tetapi meskipun begitu ber
Bug' Baru saja dia ingin berdiri, seseorang itu kembali menghajar–brutal dan membabi buta. "Argk … a--ampun, Pak," ucap Aldi dengan nada rendah, bergetar dan penuh rintihan sakit. Namun, bukannya berhenti, pukulan Alarich malah semakin kuat dan menjadi-jadi. Alarich terlihat sangat menakutkan, wajahnya kaku–merah karena amarah yang berselimut. Tatapan mata pria itu begitu tajam, gelap dan penuh aura intimidasi yang mengerikan. Rahangnya mengatup kuat, urat-urat di bagian leher serta kening terlihat menonjol–pertanda jika dia sedang dikendalikan oleh iblis dalam dirinya. Alarich mencengkeram kerah kemeja Aldi yang tergeletak di lantai, membuat pria bangun–terduduk oleh sentakan Alarich. "Tidak ada ampunan bagi siapapun yang merendahkan istriku," ucap Alarich rendah, mengalun tenang tetapi begitu dingin–memberikan kesan horor yang menakutkan. "Sa--saya tidak merendahkannya, Pak. Sa--saya hanya mengatakan yang sebenarnya. Dia pernah melakukan sek …-" Bug'Sebelum ucapannya selesai,
"Apa selama ini dia sering mengganggumu?" Aeera yang sedang menundukkan kepala, mengangkat pandangan–menatap ke arah Alarich yang tengah mengenakan kembali kemejanya. Aeera meneguk saliva secara kasar, tersipu malu serta terpesona oleh punggung lebar nan kokoh milik sang suami. Alarich sedang membelakanginya, jadi Aeera bisa melihat secara puas pada punggung menggoda tersebut. Pundak Alarich-- OMG! Sangat senderable sekali. Jangan salah paham! Alarich dan Aeera tidak melakukan apa-apa. Alarich hanya baru selesai mandi–dia mendengarkan saran sang bidadari, mandi untuk meredam amarah.Berhasil, meskipun ada amarah yang masih tersisa dalam sana. 'Hais!! Fokuslah, Aeera.' batin Aeera, buru-buru memalingkan wajah ketika Alarich tiba-tiba membalikkan tubuh ke arahnya. Jawaban pertanyaan Alarich ada di kepalanya, tetapi karena dia sedang dilanda oleh godaan punggung yang sulit diabaikan, Aeera tidak bisa fokus selain pada punggung tersebut. Alarich menaikkan sebelah alis, memperhatikan
"Apa dia menyiksamu seperti ini?" tanya Alarich dengan nada yang begitu dingin. Jika pria itu menyiksa Aeera dengan menorehkan luka fisik, Alarich tak akan meloloskannya begitu saja! Pria itu harus membayar mahal!Aeera kembali menggelengkan kepala, menghela napas pelan. Sungguh, Alarich terlalu serius. Maksud Aeera siksaan di sini bukanlah melukai, tetapi mempersulit Aeera. "Bukan, Mas--" Aeera ingin menjawab, tetapi mendadak diam tak bersuara–kaget dengan mata melotot karena Alarich duduk lalu menempatkan Aeera di pangkuannya. Ya Tuhan!! Aeera tidak bisa. Ini terlalu dekat dan tidak baik untuk kesehatan jantungnya. Dia pemula dalam hal jatuh cinta, dan ini terlalu berbahaya bagi Aeera! "Katakan." Alarich berucap dingin. "Maksud dari kata siksaan di sini bukan Pak Aldi betul-betul melakukan kekerasan fisik, Mas. Tapi dia sering memberikan pekerjaan berlebihan padaku, sering marah padaku dan … semisal aku telat datang, aku pasti akan kena denda," jelas Aeera. "Terakhir kali aku d
"Ada apa, Nek?" tanya Alarich yang saat ini sudah di ruang tamu, duduk di sofa single sembari menatap datar ke arah neneknya. "Mana istri kamu?" tanya Ranti, raut mukanya terlihat tak sabaran dan wajahnya cukup serius. "Aeera tidur," jawab Alarich santai. "Istri apaan kerjanya tidur terus?!" ketus dan kesal Ranti. "Jelasnya Aeera istriku, Nek." Alarich kembali berkata santai. "Huh, istri malas-malasan itu untuk apa, Sayang. Mending kamu ceraikan dia dan ganti istri kamu. Misal dengan Nadien atau … Clara. Mereka jauh lebih cantik daripada istrimu, lebih lemah lembut dan Nenek jamin kamu hidup bahagia bila memperistri salah satu dari mereka.""Kenapa bukan Nenek saja. Kulihat hidupmu yang kurang bahagia." Alarich berucap dingin, menatap tak suka pada perempuan tua di hadapannya ini. Mau bagaimanapun, perempuan ini adalah neneknya–alasan kenapa ibunya lahir di dunia ini. Akan tetapi, wanita tua ini sangat menjengkelkan, sangat suka mencampuri urusan semua orang. Jujur saja, Alarich