Tubuh Laila seakan membeku, dan Laila yakin bahwa Rina pun merasakan hal yang sama. "Bu, tapi Bu ..." Suara Rina nyaris seperti anak tikus yang terjepit saat melihat mata Bu Yanik melotot padanya. "Saya tidak bisa melakukan konsultasi laporan pasien sekarang. Urusan kamu lebih penting. Ayo ikut saya ke ruang periksa!" instruksi Bu Yanik terdengar tegas dan dingin. "Ba-baiklah, Bu," sahut Rina dengan suara lirih. Rina pun mengikuti Bu Yanik berjalan menuju ke ruang periksa. Ruang periksa yang dimaksud di sini adalah ruangan untuk melakukan ujian tahap atau ujian praktek. Ada sederet bed yang berfungsi untuk memeriksa pasien hamil saat ujian pemeriksaan kehamilan, patung-patung dan boneka peraga untuk ujian persalinan maupun perasat lain. Mata Rina dan Laila bertatapan saat Rina melewati teman nya itu menuju pintu keluar ruang dosen. Pandangan mata Rina seolah menyiratkan permintaan tolong pada Laila agar terlepas dari situasi seperti ini, tapi Laila pun tidak bisa berbuat apapu
"Yu, sakit perut kamu sudah semakin sering?" tanya Juleha yang baru saja muncul dari pintu kamar mandi ruang bersalin puskesmas membuat Laila terkejut. "Lho, Juleha? Kalian akan melahirkan bersamaan? Wah, Alhamdulillah. Semoga lancar ya proses persalinan nya," ujar Laila tulus seraya menurunkan kan tangan nya. Laila merasa Ayu dan Juleha tidak akan mau bersalaman dengannya tapi hal itu tidak menjadi masalah baginya. Juleha pun tidak kalah kaget melihat wajah Laila. "Kamu kok di sini sih? Bikin kaget saja!" cetus Juleha, menatap penuh rasa penasaran pada Laila dan Ayu bergantian. Laila hanya tersenyum. "Hm, aku memang sudah ijin pada kepala puskesmas untuk membantu persalinan di sini. Jangan cemas, aku sudah terlatih kok, insyaallah, tiga bulan lagi jadwalku wisuda. Jadi aku sudah resmi jadi bidan, Ju."Juleha melengos. "Aku tidak peduli dengan kapan kamu lulus. Kamu mau kesini karena mau pamer kalau kamu berhasil kuliah kan? Beda dengan kami yang sekarang justru akan menjadi emak
Laila seketika terbatuk dan tersedak nasi yang dimakan nya. "Uhuk ... Uhuk ...!"Dokter Marzuki langsung membukakan tutup botol air mineral milik Laila lalu mendekatkannya ke arah gadis itu. "Kenapa kamu, Mbak?" tanya Dokter Marzuki agak panik. Laila menyedot air mineral di botol nya lalu menghela nafas dalam-dalam. 'Heh, kok dokter yang nanya sih? Harusnya aku dong yang nanya kenapa hari ini pertanyaan nya aneh banget?" tanya Laila dalam hati. Setelah Laila tidak terbatuk-batuk lagi, dokter Marzuki menatap Laila lalu mengulangi pertanyaannya. "Jadi, apa kamu sudah punya pacar, La?" "Nah itu dia!" sahut Laila seraya meletakkan garpu dan sendok nya ke mangkuk. Gadis itu lalu menyedekapkan kedua tangannya di depan dada, membuat dokter Marzuki mengerutkan keningnya. "Apa maksudmu, La?""Dokter, selama ini kan Dokter nggak pernah sekalipun bertanya saya dekat dengan siapa atau saya pacaran dengan siapa kan? Kok sekarang mendadak dokter tanya siapa pacar saya? Jelas saja kalau saya
Dokter 82"Ada apa, Dokter?""Yasmin kecelakaan, La. Saya mau pulang dulu!" ucap dokter Marzuki tanpa menyentuh makanannya sama sekali. Dokter Marzuki berdiri dari kursi nya lalu menuju ke penjaga kantin untuk membayar makanan nya, Laila mengikuti dari belakang. "Dokter, saya ikut!" ujar Laila seraya berusaha mensejajarkan langkahnya dengan dokter Marzuki. Dokter Marzuki melirik sejenak, sibuk menimbang-nimbang. "Baiklah. Lagipula kamu di sini hanya sebagai tenaga tambahan saja. Bukan karyawan puskesmas dan semua pasien sudah partus," sahut Dokter Marzuki. Wajah Laila berseri lalu dia segera bergegas mengemasi tas nya. ***Kondisi Yasmin rupanya lebih parah dari yang diperkirakan oleh Laila dan dokter Marzuki. Anak dokter Marzuki yang sekarang berusia sembilan tahun itu mengalami beberapa luka terbuka sehingga harus masuk ke ruang operasi dan mengalami pemasangan pen.Dokter Marzuki merasa lemas saat dokter UGD di rumah sakit umum daerah itu mengatakan bahwa Yasmin membutuhkan
"Dokter, benarkah apa yang dokter katakan barusan?"Dokter Marzuki kaget dan seketika menarik tangannya dari pipi Laila. Pipi keduanya memerah saat saling beradu pandang. Jantung Laila berdebar kencang kedua tangan dan kakinya panas dingin. Tapi dia tidak ingin melewatkan momen saat dokter Marzuki baru saja mengatakan cinta padanya. "Dokter? Kok diam? Tolong dong jawab pertanyaan saya?""Kamu ... sudah bangun tidur sejak kapan?" Dokter Marzuki justru bertanya balik. "Saya sudah bangun sejak mobil ini berhenti di halaman rumah saya.""Kalau begitu, ayo turun dari mobil, La. Kamu pasti sudah ditunggu oleh orang tua kamu." Dokter Marzuki masih berusaha mengalihkan pembicaraan nya. "Saya tidak akan turun kalau dokter belum menjawab pertanyaan saya. Dari tadi lho dokter selalu mbulet kalau menjawab pertanyaan saya, padahal saya sudah satset menjawab pertanyaan dari dokter Marzuki," sahut Laila mengerucutkan bibirnya. Dokter Marzuki tampak menyerah. Dia juga harus segera menurunkan Lai
Laila pun turun dari mobil dokter Marzuki dan masuk ke dalam rumah dengan diantar oleh sang dokter. Setelah berbasa-basi sejenak dengan pak Jaka, dan keluarga Laila yang mengucapkan turut berbela sungkawa atas musibah yang sedang dialami oleh Yasmin, dokter Marzuki pun pamit pulang. "La, duduk dulu!" instruksi pak Jaka saat dokter Marzuki sudah pulang dari rumahnya. Laila mengerutkan keningnya. "Ada apa, Pak?" Laila mengurungkan niatnya untuk berdiri, dia pun tetap duduk di depan bapak dan ibunya."Kamu beneran nggak melakukan hal yang buruk dengan dokter itu kan?"Laila melongo. "Enggak lah, Pak. Ada-ada saja bapak ini. Laila sungguhan hanya menengok keadaan Yasmin lalu mendonorkan darah padanya. Ada apa sih, Pak?""Nggak apa-apa. Bapak cuma khawatir kalau kamu khilaf, La. Banyak kejadian yang dialami oleh teman-teman kamu kan?"Laila menghela nafas. "Insyallah, Laila bisa jaga diri, Pak. Bapak tenang saja ya. Laila akan menjaga perasaan bapak dan ibu. Laila juga akan lulus kuli
"Kamu ... belum tidur?" tanya dokter Marzuki saat melihat putrinya yang mencoba duduk dari posisi berbaring nya. Marzuki segera menolong Yasmin dengan menarik tuas yang menempel di ranjang putri nya, sampai posisi Yasmin menjadi setengah duduk. "Papa, beneran kalau Tante Laila mau jadi ibu sambung Yasmin?" tanya Yasmin. Matanya berbinar. Marzuki mengangguk mengiyakan. "Iya.""Alhamdulillah ya Allah! Yasmin tidak akan sendiri lagi ya nanti. Jadi kapan Tante Laila pindah ke rumah?" tanya Yasmin antusias. Papanya tersenyum. "Masih lama, Sayang. Kamu sudah nggak sabar ya?" tanya dokter Marzuki. Sebenarnya lelaki itu hampir saja mengatakan tiga bulan lagi menunggu Laila lulus kuliah dan diwisuda. Tapi tidak mungkin. Marzuki khawatir kalau Laila ingin bekerja dahulu.Wajah Yasmin tampak kecewa. "Yah, papa! Ternyata masih lama?" Marzuki mengelus rambut anaknya. "Enggak lama kok. Kamu berdoa saja ya agar Tante Laila bisa jadi mama sambung kamu," sahut Marzuki tersenyum. Yasmin pun terse
Laila bangkit dari lantai lalu mengelus kepalanya yang nyeri, tapi tak lama kemudian dia tersenyum. "Ah, jatuh cinta emang seindah ini," desisnya. Laila lalu bangkit dan mengambil pashmina instan nya lalu berfoto dan mengirimkannya pada dokter Marzuki disertai pesan whatsapp pada dokter muda itu. [Buat dipandang sebelum tidur, Mas. Boleh juga sih dicetak buat nakut-nakutin tikus.]***Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, Laila pun akhirnya wisuda. Dengan langkah penuh percaya diri, Laila maju ke panggung sesuai dengan urutannya dan rektor kampus nya memindahkan tali di toganya dari arah kiri ke arah kanan. Seusai acara peresmian wisuda, Laila dan keluarga nya berfoto di area kampus. Mendadak seluruh pandangan keluarga Laila bahkan beberapa tatapan teman-teman nya mengarah pada satu sosok. Laila dan semua orang itu melongo dengan kedatangan dokter Marzuki yang mengenakan kemeja warna biru laut dengan celana jins panjang. Sepatu kets warna hitam membuatnya tampak semak