Bintang memacu mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit, hatinya dipenuhi kegelisahan dan ketakutan yang mendalam. Setiap detik terasa seperti selamanya saat dia merenungkan keadaan Airin yang hilang. Saat tiba di rumah sakit, dia segera melompat keluar mobil dan bergegas masuk ke dalam gedung yang ramai itu.Di dalam, suasana tegang terasa begitu kental. Aera masih berada di ruang tunggu, dihadapkan pada kecemasan yang tak terkira. Niko juga sudah tiba di sana, berdiri di samping Aera dalam usahanya membantu penyelidikan."Aera, apa yang terjadi dengan Airin?" tanya Bintang dengan cepat begitu dia melihat Aera."Aku tidak tahu, Mas. Dia hilang begitu saja," jawab Aera dengan suara gemetar, matanya terus memandang ke arah pintu masuk rumah sakit dengan harapan melihat Airin.Bintang duduk di samping Aera, mencoba menenangkan diri dan memberikan dukungan untuknya. "Kita akan mencarinya, Aera."Niko menambahkan, "aku akan segera memeriksa seluruh area rumah sakit dan meminta bantua
Agatha tetap menangis dalam pelukan Niko. Setelah beberapa saat, dia mengangkat wajahnya dan menatap Niko dengan mata yang masih penuh air mata."Niko, aku tidak mau kembali ke rumah sekarang. Aku tidak sanggup menghadapi semua ini," kata Agatha dengan suara gemetar.Niko menatap Agatha dengan penuh pengertian dan empati. "Aku mengerti, Agatha. Jika kau butuh tempat untuk tinggal sementara, kau bisa tinggal di tempatku. Aku akan memastikan kau aman dan nyaman."Agatha merasa sedikit lega mendengar tawaran Niko. "Terima kasih, Niko. Aku hanya butuh waktu untuk merenung dan memikirkan semuanya."Niko mengangguk. "Aku akan membantumu sebaik mungkin. Mari kita pergi dari sini."Mereka berdua berjalan menuju mobil Niko yang terparkir di dekat sana. Selama perjalanan menuju apartemen Niko, Agatha berusaha menenangkan pikirannya. Dia tahu bahwa keputusannya ini akan membawa banyak konsekuensi, tetapi dia merasa tidak punya pilihan lain.Setelah mereka tiba di apartemen Niko, Agatha dud
Di ruang tamu apartemen Niko, suasana tampak sibuk namun menenangkan. Niko menatap layar laptopnya dengan serius, berkas-berkas penting bertebaran di meja. Pekerjaannya sebagai seorang detektif membuatnya harus melakukan penyelidikan dengan teliti, memastikan setiap detail diperiksa dengan cermat.Agatha, yang sedang mencuci piring di dapur, sesekali melemparkan pandangan kepada Niko yang tampak tenggelam dalam pekerjaannya. Setelah selesai, dia membawakan segelas kopi untuk Niko dan meletakkannya di meja, dekat dengan tumpukan berkas."Terima kasih, Agatha," kata Niko dengan suara pelan namun penuh apresiasi, tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.Agatha tersenyum lembut. "Kamu sudah bekerja keras hari ini. Jangan lupa istirahat," ucapnya sambil duduk di kursi sebelah Niko.Niko mengangguk, mengambil kopi yang diberikan Agatha. "Aku harus menyelesaikan laporan ini. Setiap petunjuk sangat penting."Agatha mengerti. Dia tahu betapa serius dan berdedikasinya Niko terhada
Aera tiba di kantor polisi dan mendapati bahwa Rocky sedang dalam interogasi. Ketika dia bertanya tentang perkembangan kasus, petugas memberitahu bahwa Rocky tetap tidak mau mengungkapkan lokasi Airin. Niko, yang keluar dari ruang interogasi, mendekati Aera dengan wajah lelah namun penuh tekad. "Aera, Rocky masih belum mau bicara. Dia terus berusaha mengulur waktu."Aera menggenggam tangan Niko dengan erat. "Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak bisa terus menunggu sementara Airin mungkin dalam bahaya."Niko menghela napas panjang. "Kami sudah melakukan segala cara untuk membuatnya bicara, tapi dia tetap bungkam. Kita mungkin harus mencoba pendekatan lain."Aera terlihat putus asa. "Apa yang bisa kita lakukan? Airin perlu ditemukan sekarang."Niko menatap Aera dengan serius. "Aku mengerti. Kita akan mencoba satu hal terakhir sebelum kita menyerah dan menunggu lebih lama lagi."Niko memutuskan untuk membawa Aera ke ruang interogasi untuk mencoba memengaruhi Rocky secara emosion
Di sebuah rumah tua yang tersembunyi jauh dari keramaian kota, suasana terasa mencekam. Jendela-jendela tertutup rapat, hanya ada sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah kecil. Rocky berdiri di dekat jendela, melihat ke luar dengan waspada. Di sudut ruangan, ada sebuah boks bayi berisi Airin yang sedang tertidur. Suara tangisan bayi yang sesekali terdengar menambah ketegangan di dalam ruangan.Rocky menghela napas dalam-dalam, lalu berbisik pada dirinya sendiri, “Ini bukan yang aku inginkan, tapi aku tidak punya pilihan lain.”Dia berjalan mendekati boks bayi, melihat Airin yang kecil dan tak berdosa. Ada keraguan di matanya, tetapi rasa dendam dan kebencian menguasai pikirannya.“Kau adalah kunci dari semua ini. Mereka akan merasakan sakit yang sama seperti yang aku rasakan,” bisik Rocky dengan suara keras.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu. Rocky tersentak, kemudian berjalan pelan menuju pintu, mengintip dari lubang kecil.“Boss, ini aku. Ada kabar dari rumah sa
Agatha duduk di kursi belakang sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. Mereka tertawa dan bercanda, suasana penuh kebahagiaan. Agatha kecil menggenggam tangan saudara kembarnya, Rocky, yang duduk di sebelahnya. Namun, tiba-tiba suasana berubah mencekam. Hujan deras membuat jalanan licin, dan mobil mereka tergelincir di tikungan tajam.Agatha kecil menjerit saat mobil mereka kehilangan kendali dan meluncur menuju tepi jurang. Ia merasakan guncangan hebat saat mobil terjun ke dalam kegelapan. Bunyi benturan keras dan suara pecahan kaca memenuhi telinganya. Wajah Rocky juga terlihat pucat dan ketakutan, dan kemudian, segalanya menjadi gelap.Ketika Agatha sadar kembali, ia berada di rumah sakit dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, ingatannya kabur dan tidak jelas. Dokter mengatakan bahwa dia mengalami amnesia akibat trauma kecelakaan tersebut. Dia tidak mengingat siapa dirinya, keluarganya, atau kejadian yang menimpanya.Di rumah sakit, Bu Shinta dan Pak Jinwoo, pasangan yang
Setelah diskusi panjang di kantor polisi, Bintang mengajak Agatha pulang. Meski suasana hati keduanya masih dipenuhi oleh banyak ketegangan dan masalah yang belum terselesaikan, malam itu mereka berdua merasakan ada momen tenang yang langka.Ketika mereka tiba di rumah, Bintang mengajak Agatha masuk. "Mungkin kita perlu waktu sejenak untuk beristirahat," katanya dengan lembut.Agatha mengangguk setuju. Mereka berjalan menuju ruang tamu, di mana Bintang mempersiapkan secangkir teh hangat untuk mereka berdua. Setelah menyerahkan secangkir teh kepada Agatha, Bintang duduk di sampingnya di sofa."Aku tahu ini semua sangat berat untukmu, Agatha," kata Bintang, menatap matanya dengan penuh perhatian. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku benar-benar peduli padamu."Agatha mengambil napas dalam-dalam, merasakan hangatnya teh yang dipegangnya. "Mas, malam ini, aku hanya ingin menikmati momen ini bersamamu tanpa memikirkan masalah lain."Bintang tersenyum lembut. "Aku mengerti, Agatha. Mari
Keheningan menyelimuti ruangan, dan tatapan terkejut dari Bu Liana dan Pak Jerry membuat suasana semakin tegang. Agatha bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat, menunggu reaksi dari orang tua Niko yang akan menentukan langkah berikutnya.Bu Liana akhirnya memecah keheningan. "Niko, apa maksudmu dengan 'beri restu untuk kalian berdua'?" Matanya beralih dari Niko ke Agatha, penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.Pak Jerry berdiri dengan tangan disilangkan di dada, wajahnya menunjukkan ketidaksenangan. "Niko, kami tahu Agatha masih istri Bintang. Dan ingat, Aera, adalah adikmu, dia juga istri Bintang. Ini hubungan terlarang!"Niko menggenggam tangan Agatha lebih erat, mencari kekuatan dalam genggamannya. "Ma, Pa, Agatha dan aku... kami sudah lama tinggal bersama. Aku mencintainya, dan kami ingin melanjutkan dengan restu kalian. Aku tahu situasinya rumit, tapi kami butuh dukungan kalian."Bu Liana menatap Agatha, matanya menyelidik. "Agatha, kau tahu bahwa ini tidak bisa d