Di sebuah rumah tua yang tersembunyi jauh dari keramaian kota, suasana terasa mencekam. Jendela-jendela tertutup rapat, hanya ada sedikit cahaya yang masuk melalui celah-celah kecil. Rocky berdiri di dekat jendela, melihat ke luar dengan waspada. Di sudut ruangan, ada sebuah boks bayi berisi Airin yang sedang tertidur. Suara tangisan bayi yang sesekali terdengar menambah ketegangan di dalam ruangan.Rocky menghela napas dalam-dalam, lalu berbisik pada dirinya sendiri, “Ini bukan yang aku inginkan, tapi aku tidak punya pilihan lain.”Dia berjalan mendekati boks bayi, melihat Airin yang kecil dan tak berdosa. Ada keraguan di matanya, tetapi rasa dendam dan kebencian menguasai pikirannya.“Kau adalah kunci dari semua ini. Mereka akan merasakan sakit yang sama seperti yang aku rasakan,” bisik Rocky dengan suara keras.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu. Rocky tersentak, kemudian berjalan pelan menuju pintu, mengintip dari lubang kecil.“Boss, ini aku. Ada kabar dari rumah sa
Agatha duduk di kursi belakang sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. Mereka tertawa dan bercanda, suasana penuh kebahagiaan. Agatha kecil menggenggam tangan saudara kembarnya, Rocky, yang duduk di sebelahnya. Namun, tiba-tiba suasana berubah mencekam. Hujan deras membuat jalanan licin, dan mobil mereka tergelincir di tikungan tajam.Agatha kecil menjerit saat mobil mereka kehilangan kendali dan meluncur menuju tepi jurang. Ia merasakan guncangan hebat saat mobil terjun ke dalam kegelapan. Bunyi benturan keras dan suara pecahan kaca memenuhi telinganya. Wajah Rocky juga terlihat pucat dan ketakutan, dan kemudian, segalanya menjadi gelap.Ketika Agatha sadar kembali, ia berada di rumah sakit dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, ingatannya kabur dan tidak jelas. Dokter mengatakan bahwa dia mengalami amnesia akibat trauma kecelakaan tersebut. Dia tidak mengingat siapa dirinya, keluarganya, atau kejadian yang menimpanya.Di rumah sakit, Bu Shinta dan Pak Jinwoo, pasangan yang
Setelah diskusi panjang di kantor polisi, Bintang mengajak Agatha pulang. Meski suasana hati keduanya masih dipenuhi oleh banyak ketegangan dan masalah yang belum terselesaikan, malam itu mereka berdua merasakan ada momen tenang yang langka.Ketika mereka tiba di rumah, Bintang mengajak Agatha masuk. "Mungkin kita perlu waktu sejenak untuk beristirahat," katanya dengan lembut.Agatha mengangguk setuju. Mereka berjalan menuju ruang tamu, di mana Bintang mempersiapkan secangkir teh hangat untuk mereka berdua. Setelah menyerahkan secangkir teh kepada Agatha, Bintang duduk di sampingnya di sofa."Aku tahu ini semua sangat berat untukmu, Agatha," kata Bintang, menatap matanya dengan penuh perhatian. "Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku benar-benar peduli padamu."Agatha mengambil napas dalam-dalam, merasakan hangatnya teh yang dipegangnya. "Mas, malam ini, aku hanya ingin menikmati momen ini bersamamu tanpa memikirkan masalah lain."Bintang tersenyum lembut. "Aku mengerti, Agatha. Mari
Keheningan menyelimuti ruangan, dan tatapan terkejut dari Bu Liana dan Pak Jerry membuat suasana semakin tegang. Agatha bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat, menunggu reaksi dari orang tua Niko yang akan menentukan langkah berikutnya.Bu Liana akhirnya memecah keheningan. "Niko, apa maksudmu dengan 'beri restu untuk kalian berdua'?" Matanya beralih dari Niko ke Agatha, penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.Pak Jerry berdiri dengan tangan disilangkan di dada, wajahnya menunjukkan ketidaksenangan. "Niko, kami tahu Agatha masih istri Bintang. Dan ingat, Aera, adalah adikmu, dia juga istri Bintang. Ini hubungan terlarang!"Niko menggenggam tangan Agatha lebih erat, mencari kekuatan dalam genggamannya. "Ma, Pa, Agatha dan aku... kami sudah lama tinggal bersama. Aku mencintainya, dan kami ingin melanjutkan dengan restu kalian. Aku tahu situasinya rumit, tapi kami butuh dukungan kalian."Bu Liana menatap Agatha, matanya menyelidik. "Agatha, kau tahu bahwa ini tidak bisa d
Di rumah Bintang, suasana tampak tenang dan damai. Bintang dan Aera telah mulai menjalani kehidupan mereka setelah rentetan peristiwa yang mengguncang. Hari itu, Bu Liana tiba-tiba berkunjung, membawa hadiah untuk Airin. Kehadirannya disambut hangat oleh keluarga tersebut."Terima kasih telah datang, Bu," kata Bintang sambil mengambil hadiah dari tangannya. "Airin pasti akan sangat senang dengan ini."Bu Liana tersenyum, tapi ada kilatan tajam di matanya. "Tentu saja, Airin adalah cucu kesayangan saya."Setelah beberapa saat berbincang, suasana mulai tenang. Namun, Bu Liana tampak punya agenda lain. Dia memicu ketegangan dengan kata-katanya yang berikutnya."Saya pikir Agatha sudah kembali setelah masalah ibunya selesai," kata Bu Liana dengan nada menyindir.Bintang terdiam, sedikit kaget dengan pernyataan tersebut. Aera yang kebetulan ada di sana, merasakan sesuatu yang tidak beres. "Dari mana ibu tahu Agatha tidak ada di rumah?" tanyanya dengan nada terkejut.Bu Liana tersenyu
"Mas pacar!" seru seorang gadis dari tepi lapangan.Panggilan itu sudah tak asing lagi di telinga Bintang. Aera berlari dari kejauhan menuju ke arahnya, dengan penuh semangat gadis itu memberikannya sebotol air mineral dan mengelap keringat di wajahnya.Sudah hampir tiga tahun mereka berpacaran, Bintang tidak tahu kenapa dia bisa menerima cinta gadis manja ini. Setiap kali bersamanya, Bintang seperti sedang mengurus seorang bayi. Anehnya, sikap Aera yang menggemaskan dan kekanak-kanakan justru membuatnya semakin jatuh hati pada Aera.Sebenarnya, adiknya Moona tidak begitu menyukai Aera sebagai kekasihnya. Katanya, "ngapain pacaran sama bocil?". Tetapi Bintang tidak peduli, baginya Aera adalah gadis yang paling dia sayang."Mau makan apa, aku yang traktir hari ini," ucap Aera bersemangat."Tidak, biar aku saja. Aku punya banyak uang," kata Bintang."Benar, Mas kan sudah selayaknya memberiku nafkah," kata Aera menyindir."Seharusnya kamu juga memasak untukku setiap hari, dan mem
"Masuk," kata Bintang setelah menggunakan kembali kemejanya.Bintang meraih minuman di atas meja dan meminumnya sampai habis, ia terlihat berkeringat dan gugup. Aera juga merasakan hal yang sama. Jantungnya sejak tadi tak mau berhenti berdebar karena hampir kehilangan kesuciannya.Mereka kembali menoleh ke arah pintu, tampaklah seorang gadis dengan penampilan yang memukau, memiliki kecantikan yang klasik dan elegan. Rambut hitamnya yang panjang mengalir lembut seperti sutra, membingkai wajahnya yang sempurna. Matanya yang besar dan kulitnya yang putih, menunjukkan kelembutan namun juga ketegasan.Bintang memperhatikannya tanpa berkedip, membuat Aera terbakar api cemburu. Aera segera berdiri, dan menghampiri gadis itu yang masih berdiri di luar."Siapa kamu?" tanya Aera."Perkenalkan, saya Agatha. Apa benar ini rumah Mas Bintang?" tanya gadis itu."Apa katamu? Mas Bintang? Bisakah kamu memanggil dia lebih sopan, Pak Bintang!" kata Aera dengan keras."Baiklah, Pak Bintang, bisa k
Setelah selesai mandi, Bintang bersiap untuk turun ke bawah. Dia membuka jendela dan melihat mobil orang tuannya sudah terparkir rapi di garasi. Kedatangan Moona sebelumnya tidak membuatnya curiga, tapi kali ini dia merasakan ada sesuatu yang tak biasa.Bintang keluar dari kamarnya dan melihat ke ruang tamu. Dia berdiri di depan tangga, langkahnya terhenti saat melihat Agatha berada di antara kedua orang tuanya. Dia menarik nafasnya dan menghempaskannya perlahan. Jantungnya kembali berdebar."Mas, kenapa berdiri di sini?" seseorang menepuk bahunya.Bintang berteriak kaget, mengambil alih perhatian mereka yang sedang bicara di bawah. Dia menatap orang yang baru saja menyentuhnya dengan jengkel, dia adalah Moona. Adiknya itu selalu muncul secara tiba-tiba. Semua mata kini menatap ke arah mereka berdua yang masih berdiri di atas tangga. Kedua orang tuanya sedang duduk di sofa bersama sepasang orang tua yang baru saja Bintang lihat wajahnya. Bintang tidak mengenal siapa mereka.Bintan