Share

BAB 2

"Masuk," kata Bintang setelah menggunakan kembali kemejanya.

Bintang meraih minuman di atas meja dan meminumnya sampai habis, ia terlihat berkeringat dan gugup. Aera juga merasakan hal yang sama. Jantungnya sejak tadi tak mau berhenti berdebar karena hampir kehilangan kesuciannya.

Mereka kembali menoleh ke arah pintu, tampaklah seorang gadis dengan penampilan yang memukau, memiliki kecantikan yang klasik dan elegan. Rambut hitamnya yang panjang mengalir lembut seperti sutra, membingkai wajahnya yang sempurna. Matanya yang besar dan kulitnya yang putih, menunjukkan kelembutan namun juga ketegasan.

Bintang memperhatikannya tanpa berkedip, membuat Aera terbakar api cemburu. Aera segera berdiri, dan menghampiri gadis itu yang masih berdiri di luar.

"Siapa kamu?" tanya Aera.

"Perkenalkan, saya Agatha. Apa benar ini rumah Mas Bintang?" tanya gadis itu.

"Apa katamu? Mas Bintang? Bisakah kamu memanggil dia lebih sopan, Pak Bintang!" kata Aera dengan keras.

"Baiklah, Pak Bintang, bisa kita mulai lesnya?" ucap Agatha sambil berjalan mendekati Bintang.

Bintang masih terdiam mengaguminya, penampilan Agatha benar-benar sempurna. Agatha yang terlihat anggun dan berkelas, memang selalu berhasil menjadi pusat perhatian di setiap ruangan yang ia masuki.

"Hm, bisa kita mulai kelasnya? Saya tidak punya banyak waktu," kata Agatha, menatap jam di tangannya.

"Ayo, mari kita mulai. Aera, duduklah."

Bintang segera merapikan tempat duduk dan menyingkirkan semua makanan yang ada di atas meja agar dia bisa lebih leluasa untuk mengajar.

"Oke, sekarang kalian isi semua soal ini dulu," kata Bintang, membagikan selembar kertas kepada Agatha dan Aera.

"Mas? Masa baru mulai kelas sudah di kasih soal, belajar juga belum!" protes Aera.

"Kalian isi soal itu supaya saya tahu kemampuan kalian sudah sampai mana, baru kita bahas bersama. Mengerti?" Bintang kembali menatap Agatha yang tampak tidak keberatan sama sekali.

Aera tahu, kekasihnya itu memang tampan, tapi sayangnya menyebalkan. Aera merobek kertas soal itu dan berdiri menatap Bintang. Dia berpindah tempat duduk ke sampingnya.

"Aku tidak ingin belajar. Lagi pula aku sudah pintar," kata Aera.

"Kalau begitu, saya tambah dua lembar, total tiga lembar. Kerjakan dalam waktu satu jam, selamat mengerjakan." Bintang memberikan Aera tugas lagi.

"Mas?" Aera tampak mengeluh.

Aera hendak merobek kembali kertas itu, tapi Bintang menahan tangannya. Aera akhirnya pasrah dan duduk kembali di samping Agatha, mengerjakan soal itu dengan terpaksa. Bintang tidak membantunya sama sekali.

"Tenang saja, aku sangat paham tentang soal ini. Kamu harus banyak belajar agar sedikit pintar, ya." Agatha menepuk bahu Aera, dan menyerahkan tugasnya yang sudah selesai kepada Bintang.

"Maksudmu, aku kurang pintar?" Aera menatap Agatha dengan tajam.

"Tidak, kamu harus bisa lulus tahun ini kan? Atau kamu ingin aku lulus lebih dulu darimu?" tanya Agatha, dengan sinis.

"Wah, kamu cukup berbakat, Agatha. Saya rasa kamu tidak memerlukan les tambahan, apa kamu akan melanjutkan?" tanya Bintang pada Agatha.

Agatha tersenyum tipis, matanya melirik sekilas ke arah Aera yang tampak semakin gelisah. "Terima kasih, Pak Bintang. Saya hanya ingin memastikan, saya siap untuk ujian nanti."

Aera mendengus kesal, tapi tetap berusaha fokus pada soal di depannya. Setelah pelajaran selesai, Agatha mengemas barang-barangnya dengan anggun dan berpamitan pada Bintang.

"Terima kasih, Pak Bintang. Kita akan sering bertemu mulai sekarang," katanya dengan senyum manis.

"Terima kasih kembali, Agatha. Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya," jawab Bintang.

Setelah Agatha pergi, Aera menatap Bintang dengan tatapan tajam. "Apa maksud Mas dengan pujian itu? Kenapa Mas begitu terpesona dengan dia?"

Bintang menghela nafas panjang. "Aku hanya memberinya apresiasi yang pantas. Aera, kamu tahu betapa aku mencintaimu. Tidak ada yang bisa menggantikanmu."

"Aku akan mencoba mempercayaimu. Tapi tolong, jangan biarkan dia terlalu dekat denganmu." Aera menatap Bintang dengan penuh keraguan.

Bintang tersenyum dan memeluk Aera erat. "Aku berjanji, sayang. Aku hanya mencintaimu."

Namun, sebelum Aera bisa membalas pelukan itu, dia merasakan sesuatu yang hangat mengalir di hidungnya. Ketika dia menyentuh hidungnya dan melihat tangannya, dia terkejut mendapati darah di sana.

"Aera, kamu mimisan!" seru Bintang panik, segera meraih tisu dan menekan hidung Aera.

Aera terdiam, merasa sedikit pusing, tapi kemudian dia tersenyum kecil. "Tenang saja, Mas. Ini hanya mimisan biasa," katanya, mencoba meredakan kekhawatiran Bintang. "Aku cuma butuh air minum."

Bintang tetap khawatir, tapi dia menurut dan segera mengambilkan segelas air. "Tapi, Aera, ini bisa jadi tanda sesuatu yang lebih serius. Kita harus ke rumah sakit."

Aera menggeleng sambil meminum air yang diberikan Bintang. "Tidak perlu, Mas. Aku sering mimisan kalau terlalu lelah atau stres. Ini bukan hal besar."

"Tapi kamu terlihat sangat pucat, Aera," kata Bintang, suaranya penuh kekhawatiran. "Aku tidak bisa tenang kalau belum memastikan kamu baik-baik saja."

Aera menyeka sisa darah dari hidungnya dan mencoba tersenyum. "Aku benar-benar baik-baik saja."

Aera menatap Bintang dengan tulus, pria di hadapannya selalu menunjukkan jika dia adalah pacar yang baik, Aera sangat bangga memilikinya. Tetapi, rasa bangganya itu membuatnya semakin takut kehilangan.

"Mas, di rumahmu tidak ada siapa-siapa kan?" tanya Aera.

"Tidak, memang kenapa?" jawabnya.

"Aku boleh lihat kamar, Mas?" tanya Aera.

Aera tersenyum, meraih tangan Bintang dan bergelayut manja di pundaknya. Hari ini Aera ingin sekali menghabiskan waktu bersama Bintang seolah akan berpisah. Bintang yang menerima perlakuan itu, seperti mengerti maksud dari pertanyaan Aera.

Bintang mengangguk dan mengajak Aera naik ke lantai dua. Sesampai di sana, Bintang membuka pintu dan mempersilahkan Aera untuk masuk. Meskipun seorang pria yang sibuk di luar, kamar Bintang terlihat bersih dan rapi. Tidak ada kotoran atau debu sama sekali.

Tiba-tiba saja, Bintang melepas kemejanya dan memeluk Aera dari belakang. Ini pertama kalinya Aera datang ke rumahnya, dan langsung menerobos masuk ke dalam kamar yang merupakan privasi bagi Bintang.

"Mau lanjut yang tadi?" tanya Bintang, yang tampak nakal sekarang.

"Mau, sayang." Aera memutar tubuhnya, dan menarik tubuh Bintang ke atas tempat tidur.

“Mas sudah pulang?" seru seseorang dari luar, sebelum akhirnya pintu terbuka.

Bintang dengan cepat turun dari atas tubuh Aera dan menutup tubuh mereka dengan selimut.

"Iya, sejak kapan kamu di rumah?" jawab Bintang sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir Aera, menandakan agar dia tidak boleh mengeluarkan suara.

"Baru kok, Mas kenapa sih pakai selimut siang-siang?" tanya Moona yang hampir saja menarik selimut kakaknya.

"Moon," dengan cepat Bintang menahannya. "Ini Mas lagi istirahat, baru pulang dari kampus. Mas mau mandi, enggak pakai baju. Kamu mau liat?" kata Bintang, membuka sebagian tubuhnya.

"Ih, malas!" Moona segera pergi meninggalkan Bintang sambil bergidik ngeri.

"Lain kali kalau mau masuk kamar orang itu, ketuk pintu dulu!" seru Bintang, memperhatikan adiknya pergi.

Bintang segera membuka selimutnya dengan nafas terengah-engah. Dia turun dari atas tempat tidur untuk mengunci pintu dan kembali kepada Aera.

Cup.. cup..

Bintang mencium kedua pipi Aera, dan memeluknya yang masih berbaring di atas tempat tidur.

"Haruskah kita melanjutkan?" tanya Aera menggoda.

"Tentu saja," ucap Bintang, lebih bersemangat dari sebelumnya.

Aera bangun dan menarik celana jeans Bintang, kali ini dia berhasil menanggalkannya perlahan. Dia membaringkan tubuhnya menghadap Bintang, pasrah dengan apa yang akan dilakukan pria itu.

Bintang menarik nafasnya, sepertinya ia ragu. Namun, area sensitifnya itu sudah terbangun. Meskipun masih tersembunyi, Aera bisa melihat dan merasakan keinginan Bintang. Tetapi, keduanya masih menutupnya dengan rapat.

Bintang mencium bibir Aera dengan lembut, mencoba menenangkan ketegangan di antara mereka. Perlahan, ciuman itu menjadi semakin dalam, menghapus keraguan yang mungkin masih ada di antara mereka. Tangan Bintang mulai menjelajahi tubuh Aera, membangkitkan sensasi yang tak terlupakan bagi dirinya.

"Mas, kamu tidak akan meninggalkanku kan?" tanya Aera, sebelum mereka melangkah lebih jauh.

"Tentu saja tidak, aku mencintaimu, Aera."

Bintang menanggalkan celana Aera lebih dulu, dan di lanjutkan dengan melepas pakaiannya. Embusan nafas Aera yang tak beraturan, membuatnya semakin berani. Dia mulai memainkan tangannya di sekitar area sensitif Aera.

Mereka terjebak dalam momen yang semakin panas, saat ini hanya ada ruang untuk kesenangan dan kenikmatan bersama. Namun, sebelum permainan mencapai puncaknya, ponsel Aera tiba-tiba saja berdering, menunjukkan nama ayahnya di layar.

"Gawat, ayahku menelpon!" seru Aera dengan panik, dia segera bangun dan mengangkat panggilan dari ayahnya.

"AERA, PULANG KE RUMAH SEKARANG!" ucap Ayah Aera yang terdengar sangat marah.

"Tapi, Pa—"

"TIDAK ADA TAPI, TAPI. PULANG ATAU TIDAK USAH PULANG SEKALIAN! SEKALI SAJA KAU TIDAK PULANG KE RUMAH, JANGAN ANGGAP PAPA SEBAGAI ORANGTUAMU LAGI.." ancam ayahnya dengan nada yang lebih keras.

"Ah, tidak, Papa. Aku akan segera pulang. Aku ingin tetap menjadi putrimu!"

Aera segera memungut semua pakaiannya yang ada di lantai dan memakainya dengan cepat. Dia meminta maaf pada Bintang karena tidak bisa melanjutkan. Orang tuanya tiba-tiba saja pulang dari luar kota, dia pasti akan di hukum jika membantah.

"Mas Bintang, maafkan aku." Aera memeluk Bintang dengan erat.

"Tidak masalah, pulanglah dan kabari aku jika terjadi sesuatu." Bintang mencium bibir Aera sebelum dia pergi.

Aera segera keluar dari kamar Bintang dengan hati-hati agar tidak terlihat oleh adiknya, Moona. Sesampai di taksi, dia menerima pesan masuk dari Bintang.

"CD-mu ketinggalan!"

Aera tersenyum dan menepuk keningnya, kejadian tadi terasa lucu baginya. Meskipun tidak bisa melakukannya hari ini, tapi Aera tidak akan menyerah. Aera masih penasaran dan ingin merasakannya sekali seumur hidupnya.

Apa yang istimewa dari sebuah pernikahan, jika orang lain bisa mendapatkannya sebelum menikah?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status