Share

BAB 5

Setelah melalui berbagai macam rangkaian acara pernikahan, Agatha dan Bintang segera pergi menuju hotel yang sudah di siapkan oleh keluarganya untuk beristirahat. —Malam pertama? Apakah Bintang benar-benar akan melewatinya dengan Agatha? Apa mungkin perempuan seperti Agatha akan menyerahkan kesuciannya pada Bintang?— Pikiran-pikiran itu terus mengganggu Bintang sepanjang acara sampai tiba di hotel.

Setelah selesai membersihkan diri, Agatha segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan membelakangi Bintang yang sedang membaca buku. Bintang sudah mandi lebih dulu saat Agatha menghapus riasannya. Mereka tahu apa yang akan terjadi malam ini, tapi keduanya terlihat gugup.

Tiba-tiba saja, Agatha merasakan kehangatan di tubuhnya. Bintang meletakkan buku yang ada di tangannya dan memeluk Agatha dari belakang.

"Sudah siap?" bisiknya di telinga Agatha.

Agatha pura-pura tertidur dan tak menjawab pertanyaan dari Bintang, jantungnya berdebar lebih cepat. Dia tidak pernah merasakan getaran seperti itu sebelumnya, bahkan saat pertama kali jatuh cinta kepada Bintang. Mungkinkah karena status mereka sekarang sudah berubah, dan tidak ada lagi batas di antara mereka?

Bintang melepaskan pelukannya dari tubuh Agatha, dia mengelus pucuk kepalanya dengan lembut. Kemudian, Agatha membuka matanya perlahan karena tidak lagi merasakan keberadaannya Bintang di sampingnya. Dia melihat Bintang tertidur di sofa.

"Mas, kenapa tidur di situ?" tanya Agatha bingung.

"Tidak apa-apa, aku tidur di sini saja," jawab Bintang tanpa membuka mata.

"Kenapa? Mas tidak suka ya tidur sama aku, atau Mas punya pikiran jelek dan merasa aku tidak pantas untuk tidur dengan Mas?" ucap Agatha, tidak menyadari apa yang baru saja dikatakannya, karena tiba-tiba merasa cemburu pada Aera.

"St, kok kamu bicara seperti itu?" Bintang beranjak dari sofa dan berjalan mendekatinya.

"Terus kenapa?" tanya Agatha, mulai gugup.

Bintang meraih tangan Agatha dan meletakkannya di dada bidangnya itu, Agatha merasakan detak jantung Bintang yang berdebar.

"Kamu tidak tahu kan, seberapa gugup aku malam ini?" tanya Bintang, menatap Agatha dengan lembut.

"Aku juga sama, Mas." Agatha menunduk, mereka berdua duduk berdampingan di samping tempat tidur.

"Aku tidak pernah tidur dengan perempuan," ucap Bintang dengan jujur.

"Ha, benarkah? Aku yakin, Mas pasti pernah melakukannya, setidaknya dengan pacar Mas. Aku melihatnya saat itu," kata Agatha, mengingat pertemuan pertamanya dengan Aera di rumah Bintang.

Bintang menatap Agatha dan mencium bibirnya secara mendadak, ia memeluk Agatha dengan erat. Agatha merasakan kehangatan dan kelembutan, membuatnya merasa sedikit tenang.

"Ada banyak kesempatan, tetapi aku tidak pernah berani untuk menyentuhnya. Bagiku dia begitu berharga, untuk aku yang tidak pernah memberikannya kepastian tentang hubungan kami berdua. Agatha, apa kamu benar-benar mencintaiku?" tanya Bintang, melepas pelukannya dan menatap Agatha.

"Ya, aku mencintaimu, Mas Bintang."

Bintang kembali mencium bibir Agatha, kali ini suasana semakin panas. Dia mendorong tubuh Agatha ke atas tempat tidur dan menimpanya. Saat kedua mata mereka bertemu, mereka mulai merasakan cinta yang sesungguhnya. Setiap sentuhan yang Bintang berikan membuat Agatha semakin tak berdaya. Bahkan, saat Bintang menanggalkan semua pakaiannya, dia hanya terdiam pasrah.

Saat Bintang mulai turun mencium bagian lehernya, Agatha menghela nafas geli. Namun, helaan nafas Agatha membuat Bintang semakin membuas. Dia mulai menelusuri bagian sensitif lainnya. Dia merasa jiwanya semakin membara ketika melihat lekuk tubuh Agatha yang begitu sempurna.

"Ah, Mas,"

Tubuh Agatha bergetar, ketika milik Bintang mulai memasuki benteng pertahanannya. Dengan lembut, Bintang kembali mencium bibir Agatha. Mereka merasakan sensasi yang tidak biasa, apalagi setelah Bintang berhasil memecah kesucian Agatha.

Bintang menghapus air mata Agatha yang jatuh ke pipinya, Bintang tahu ini tidak mudah. Agatha beberapa kali mendorong tubuh Bintang perlahan, namun berusaha kembali untuk membuka kedua kakinya dengan lebih percaya diri.

"Lakukan pelan-pelan," bisik Agatha di telinga Bintang dengan suara lirih.

"Maafkah aku, Agatha. Aku akan lebih lembut," kata Bintang.

Agatha tidak tahu harus menggambarkannya dengan perasaan apa, rasanya sakit, tapi tidak sesakit yang di bayangkan. Agatha sudah berusaha untuk tidak bersuara, tetapi teriakkan itu akhirnya keluar juga dari mulutnya.

Bintang merasakan suatu kenikmatan yang menjalar di seluruh tubuhnya dan melupakan Aera beberapa saat dari pikirannya. Apalagi setelah berhasil mencapai puncaknya, Bintang seolah lupa diri. Sensasi itu sudah tidak bisa di kendalikan lagi oleh akal normalnya.

Ketika sensasi itu kian menguat, tubuh Agatha semakin bergetar di tempat tidur, tangannya mencengkeram kedua bahu Bintang kuat-kuat, meronta di bawah tekanan tubuh kekar suaminya. Beberapa saat kemudian, mereka merasakan sesuatu keluar secara bersamaan dari miliknya.

"Agatha, terima kasih." Bintang mengecup kening Agatha, dan membaringkan tubuhnya yang kelelahan di sampingnya.

"Itu sudah kewajibanku," jawab Agatha, mencoba meluruskan kakinya yang masih bergetar.

"Agatha, kalau kamu hamil bagaimana?" tanya Bintang, mulai memikirkan akibat dari perbuatannya.

"Memangnya kenapa? Aku kan punya suami," ucap Agatha.

"Kamu tidak akan menyesalinya kan?" tanya Bintang.

"Selama kamu bersamaku, aku tidak akan menyesali apa pun."

Mereka berdua kembali berciuman dan tertidur karena kelelahan malam itu. Semuanya benar-benar terasa seperti mimpi bagi Bintang, sekarang dia sudah menjadi seorang suami, lantas bagaimana dengan Aera? Bagaimana kabarnya?

***

"Mas pacar.."

Suara panggilan itu, akhirnya terdengar lagi di telinga Bintang setelah beberapa hari belakangan ini menghilang. Aera melambaikan tangannya dan berlari ke arah Bintang yang baru saja turun dari mobil. Aera memeluknya dengan erat, sambil menghujaninya dengan pertanyaan yang begitu banyak.

"Mas, kamu ke mana saja? Kenapa tidak bisa di hubungi? Aku sampai datang ke rumahmu, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Ya! Ke mana Mas pergi beberapa minggu ini?" tanya Aera, dengan banyak pertanyaan yang terlontar dari mulutnya.

Aera masih tak mau melepaskan pelukannya. Bintang dapat merasakan kekhawatiran dalam diri Aera, namun dia tidak bisa menjelaskan apa-apa.

"Aera, ayo kita masuk dulu!" Bintang menarik tangan Aera, karena mereka menjadi pusat perhatian.

"Mas, kamu tampan sekali hari ini." Aera mencium pipi Bintang. Seperti biasa, dia tidak peduli dengan sekitar.

"Aera, jangan lakukan itu," wajah Bintang memerah.

"Kenapa? Aku ingin memberi tahu pada dunia bahwa Mas Bintang adalah milikku, Aera!" ucap Aera sambil menatap Bintang tulus.

"Aera, ini masih pagi, berhentilah menggodaku!" seru Bintang, tersipu malu.

Mereka berdua masuk ke dalam kelas dan kembali berpisah karena Aera punya kelas tambahan. Aera tersenyum dan melambaikan tangannya pada Bintang, begitu pun sebaliknya. Namun, Bintang masih memikirkan bagaimana caranya supaya dia bisa berpisah dengan Aera tanpa harus menyakitinya.

Saat Bintang merapikan mejanya, tiba-tiba saja Agatha masuk ke dalam kelasnya. Agatha menunggu semua orang untuk bubar, sehingga hanya meninggalkan dia dan Bintang di dalam ruangan itu. Setelah memastikan semua orang keluar, Agatha mengunci pintu.

"Ada apa, Agatha?" tanya Bintang, menatap perempuan di hadapannya dengan bingung.

"Aku ingin bicara berdua dengan, Mas," jawab Agatha, berjalan mendekati Bintang.

"Tapi ini kampus, apa kita tidak bisa bicara di rumah?" Bintang menatap keluar, khawatir akan ada yang melihat.

"Apa yang kamu cemaskan, Aera?" Agatha menarik kursi dan duduk menghadap Bintang yang masih berdiri.

Bintang terlihat gugup, sementara Agatha tampak tenang. Hubungan Aera dan Bintang yang belum selesai, membuat situasi menjadi rumit di antara mereka.

"Agatha, kami belum putus. Semua orang di kampus ini tahu bahwa kami menjalin hubungan," kata Bintang.

"Aku tidak pernah mengatakan, bahwa aku meminta kalian untuk putus secepatnya. Mas masih bisa berhubungan dengannya, jika itu membuat Mas bahagia." Agatha menatap Bintang dengan tulus.

"Apa maksudmu? Kamu tidak marah?"

"Bukankah kamu menikah denganku hanya karena terpaksa? Aku bisa melihat dengan jelas, ada cinta yang begitu besar di antara kalian berdua. Sulit kan, mencintai orang baru sepertiku?" Agatha menghela nafas berat, berusaha menyembunyikan sesak di dadanya.

Bintang merasa terpojok dengan pertanyaan Agatha. Namun, Bintang merasa lega karena Agatha tidak mendesaknya untuk segera mengungkapkan kebenaran kepada Aera.

"Aku rasa, ini hanya tentang waktu." Bintang meraih tangan Agatha.

"Habiskan semua waktu yang kamu punya bersamanya, karena setelah lulus kuliah mama dan papa ingin kita berdua pindah. Aku berharap, saat itu kamu bisa mengubur semua kenangan bersamanya dan mencintaiku tanpa keterpaksaan." Agatha menundukkan kepalanya, menahan air matanya yang hampir menetes.

Bintang meraih tangan Agatha dan menatapnya dengan sedikit kesal. Dia tidak mengerti bagaimana Agatha bisa menerima semua ini, dan kenapa Agatha tidak menunjukkan rasa cemburu atau marah.

"Agatha, setiap hari kamu selalu mengatakan bahwa kamu mencintaiku. Mana mungkin kamu tidak merasa cemburu, melihat suamimu bersama orang lain?" tanya Bintang, sedikit menekankan ucapannya.

"Bukan soal cinta tidak cinta, Mas. Tetapi, aku tidak mau jadi penghalang kebahagiaanmu hanya karena status kita suami istri sekarang. Kamu berhak melakukan apa yang kamu suka," kata Agatha, suaranya bergetar.

Bintang berpikir keras, sebelum membalas ucapan Agatha. Dia tidak menyangka, kalimat itu akan keluar dari seorang perempuan yang begitu dia percaya.

"Kenapa baru sekarang kamu berpikir seperti itu? Kenapa tidak sejak awal, kamu membuka mulut dan batalkan perjodohan kita!"

Mata Bintang menatap ke arah Agatha yang masih menunduk, menuntut jawaban yang memuaskan. Agatha masih terdiam, meskipun dalam hatinya ada perasaan yang terus berkecamuk.

"Mas, aku tidak bisa hamil," ucap Agatha, memberanikan diri untuk menatap Bintang.

Ketika air mata mulai menetes, membasahi pipi Agatha, Bintang mulai mengerti arah pembicaraannya. Bintang meraih Agatha ke dalam pelukannya, dia memberikan ciuman yang hangat dan lembut. Bintang tahu ini bukan saat yang tepat, namun dia berusaha menenangkan hati istrinya.

"Kita pulang saja, ya!" Bintang menggenggam tangan Agatha, dan berjalan ke arah pintu.

Ketika pintu terbuka, Bintang dan Agatha terkejut melihat Aera berdiri di hadapan mereka. Hati Bintang berdegup kencang, khawatir bahwa Aera mendengar pembicaraan mereka. Apakah ini akan menjadi awal dari masalah yang lebih besar?

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Vya Kim
wah bahaya bahayaaa
goodnovel comment avatar
Wahyu Mei25
wahh makin seru nih gak sabar baca kelanjutannya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status