Share

BAB 6

Pintu yang terbuka menampilkan sosok Aera yang terkejut sekaligus bingung melihat Bintang dan Agatha keluar dari ruangan yang sepi. Bintang menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum mulai berbicara kepada Aera.

"Mas Bintang, ini.." Aera terlihat bingung, menatap ke arah Agatha dan Bintang.

"Aera, aku bisa jelaskan semuanya." Bintang segera melepaskan tangan Agatha dari genggamannya.

Bintang merasakan keringat dingin di punggungnya. Dia menatap Agatha sejenak, berharap dia akan mengambil alih situasi. Agatha tahu, ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Aera.

"Ada apa, Aera?" tanya Agatha dengan suara tenang.

"Aku mendengar ada percakapan serius di dalam. Apa yang kalian berdua bicarakan?" tanya Aera, matanya menatap tajam ke arah Bintang.

"Ah, itu... hanya urusan pekerjaan," kata Bintang mencoba tersenyum. "Tidak ada yang penting."

"Urusan pekerjaan?" Aera mengangkat alis, jelas tidak percaya. "Kenapa harus dibicarakan dengan pintu tertutup seperti itu?"

"Aku hanya ingin memastikan, tidak ada yang mengganggu les pribadiku. Pak Bintang merasa tidak enak denganmu, jadi dia mengajakku untuk les di rumah. Apa kau sudah puas?" kata Agatha.

Aera memandang Bintang dengan mata yang menyelidik. Bintang merasa semakin terpojok, tetapi dia berusaha untuk terlihat tenang.

Agatha tiba-tiba saja meraih minuman yang berada di tangan Aera dan keluar dari ruangan itu.

"Aku tidak akan les hari ini," ucap Agatha sembari menyeruput minuman itu dan pergi membawanya.

"Hai, kau.. Mas, itu minuman untukmu." Aera merajuk kesal.

"Sudah, biarkan saja. Apa kelasmu sudah selesai?" tanya Bintang, mencoba mengalihkan topik.

"Mr. Juno tidak masuk hari ini, jadi kelasnya di liburkan. Mas ingin berjalan-jalan?" kata Aera, dengan penuh semangat.

Bintang merasa kelegaan mendengar bahwa kelas Aera sudah selesai. Dia tahu dia harus menyelesaikan masalah ini dengan baik. "Tentu, Aera. Mengapa kita tidak berjalan-jalan sebentar?" jawab Bintang sambil mencoba tersenyum.

Mereka berdua keluar dari ruangan menuju ke luar. Bintang berusaha memikirkan cara terbaik untuk menjelaskan situasi kepada Aera tanpa menimbulkan kebingungan atau kekhawatiran lebih lanjut.

Sementara itu, Agatha berjalan di depan, merenungkan keputusannya untuk tidak mengungkapkan kebenaran kepada Aera. Dia merasa bersalah, tetapi dia yakin bahwa saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk mengungkapkannya.

Agatha melamun dan hampir saja tertabrak oleh seorang pria yang sedang berjalan terburu-buru di koridor. Dia dengan cepat menghindarinya, seraya menyentuh pundak pria itu dengan lembut.

"Maaf, Anda hampir menabrak saya," ucap Agatha, menahan napasnya.

Pria itu menoleh cepat ke arahnya dengan ekspresi terkejut sebelum tersenyum ramah. "Oh maaf, apa Anda baik-baik saja?"

Agatha mengangguk cepat. "Ya, terima kasih. Kamu harus lebih berhati-hati."

Mereka berdua melanjutkan perjalanan masing-masing. Tak lama kemudian, pria itu tiba-tiba saja menoleh kembali ke arah Agatha. Matanya menyipit sedikit, lalu wajahnya bersinar cerah.

"Agatha? Apakah itu benar?" ucap pria itu, ekspresinya berubah menjadi antusias.

Pria itu melihat sekeliling dengan cepat, mencari-cari keberadaan Agatha. Namun, Agatha sudah menghilang begitu saja, meninggalkannya dalam kebingungan. Dia menghela nafas dalam-dalam, merenungkan kebetulan bertemu dengan Agatha tanpa bisa memperoleh kesempatan untuk berbicara dengannya.

Dengan hati yang sedikit kecewa, dia melanjutkan perjalanannya dengan langkah yang lebih cepat, berharap bisa bertemu dengan Agatha di lain waktu.

***

Bintang mengikuti Aera dengan langkah yang berat, masih terpikir dengan kejadian di ruangan tadi. Meskipun merasa tegang dan tidak nyaman, dia berusaha menyembunyikan perasaannya di depan Aera.

Aera sesekali menoleh ke arah Bintang dengan senyuman lembut, namun Bintang merasa semakin terjebak dalam kebimbangan. Dia tahu harus mengatasi masalah ini secepat mungkin, tetapi juga tidak yakin bagaimana caranya.

Ketika mereka tiba di rumah Aera, suasana hening terasa begitu kentara. Aera membuka pintu dengan hati-hati, mempersilahkan Bintang untuk masuk.

"Silakan masuk, Mas Bintang," ucap Aera dengan lembut, tetapi ada kekhawatiran terselip di suaranya.

Setiba di rumah Aera, Bintang merasa sedikit lega dengan suasana yang tenang dan nyaman di sekitarnya. Meskipun perasaan canggung masih ada, tetapi kehadiran Aera memberinya rasa nyaman.

Mereka berdua berjalan ke dalam rumah, dan Aera dengan lembut mengajak Bintang ke kamar seperti yang biasa mereka lakukan saat berpacaran. Meskipun situasinya agak berbeda dari biasanya, tetapi Bintang berharap bahwa lingkungan yang akrab ini akan membantu mereka berbicara dengan lebih terbuka.

"Mas, aku akan pergi mandi. Kamu bisa menunggu kan?" tanya Aera.

"Ya, tentu saja." Bintang duduk di tepi tempat tidur.

Pikiran buruk kembali menyelinap di pikiran Bintang ketika Aera mulai pergi ke kamar mandi. Dia selalu membayangkan bisa mandi bersama Aera untuk melihat tubuhnya, tetapi sekarang dia ingin cepat pulang ke rumah untuk bertemu istrinya, Agatha.

Setiap sudut kamar yang sekarang ditempati Bintang, mengingatkannya pada saat-saat bahagia bersama Aera. Dia merasa terombang-ambing antara rasa kehilangan dan keinginan untuk melanjutkan hidup bersama Agatha.

Meskipun Bintang mencoba mengarahkan pikirannya ke depan, tetapi kenangannya bersama Aera membuatnya semakin sulit untuk melupakan masa lalunya. Setiap hari yang Bintang habiskan bersama Aera, semua penuh warna. Bintang bahkan tidak pernah berpikir bahwa mereka berdua akan berpisah dengan cara seperti ini.

"Aera, apa kau masih lama?" Bintang beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu kamar mandi.

"Sebentar lagi, Mas!" teriak Aera dari dalam.

Aera membuka pintu dan menarik tangan Bintang secara tiba-tiba. Dia meraih tubuh Bintang dan mendorongnya ke belakang pintu, mencium bibirnya dengan lembut, sambil melepaskan perlahan-lahan pakaian yang dikenakan Bintang.

Aera menarik tubuh Bintang masuk semakin dalam, dan berhenti di bawah pancuran air yang menyala sehingga tubuh mereka berdua terguyur air yang mengalir dengan deras.

"Sial, ini menyenangkan," pikir Bintang.

Bintang meraih tubuh Aera, dan mencium bibirnya dengan penuh semangat. Bintang merasa sensasi air hangat mengalir di tubuhnya, menyatu dengan kelembutan sentuhan yang diberikan oleh Aera. Bintang merasakan kesenangan tersendiri dalam dirinya saat jari Aera bermain di sekitar tubuhnya.

Namun, dengan cepat Bintang menghentikannya. Bintang tiba-tiba saja teringat dengan Agatha. Kenapa dia harus mencari kesenangan dari wanita lain, jika istrinya juga bisa memberikannya?

"Aera..." bisik Bintang, suaranya penuh dengan keraguan dan keinginan yang tak terungkap kan.

"Lakukanlah, Mas. Aku tidak akan menyesali apa pun denganmu," desis Aera lembut, membuat Bintang semakin terpancing untuk melakukan sesuatu yang lebih lagi.

Mereka terperangkap dalam momen yang semakin panas, melupakan segala hal di luar sana. Bintang tidak bisa menahan diri untuk tidak membalas godaan yang ditunjukkan oleh Aera. Dia merasakan sensasi ciuman Aera menggertakkan seluruh tubuhnya, menghidupkan gejolak yang terpendam.

Dalam pelukan yang hangat, Bintang merasa seolah ketegangan dan kebimbangan dalam dirinya meleleh. Setelah melakukan hubungan terlarang itu, mereka terdiam sejenak, hanya suara air yang terdengar di sekitar mereka.

"Aera, apa yang sudah kau lakukan? Kau berani sekali!" Bintang melepaskan tubuhnya dari pelukan Aera yang begitu erat.

Wajah Bintang memancarkan kekesalan yang begitu jelas. Mereka berdua melakukan kan hubungan itu tanpa pengaman, dan Aera sengaja menahan Bintang untuk mencapai klimaksnya di dalam.

"Mas, kenapa reaksimu berlebihan?" Aera menatap Bintang dengan wajah yang memerah, Bintang dapat melihat rasa takut sedang menguasai diri Aera.

Aera memeluk tubuh Bintang dari belakang, menyandarkan kepalanya ke pundak Bintang. Dia menahan rasa sesak di dadanya, namun berusaha menyembunyikannya dari Bintang.

"Aera!" seru Bintang, kembali terkejut dengan perlakuan Aera.

"Mas, kamu akan bertanggung jawab kan? Kamu sekarang tidak punya alasan untuk tidak menikahiku," ucap Aera di telinga Bintang.

Bintang terkejut dengan ucapan Aera, dia tidak bisa menerima keputusan Aera yang terburu-buru untuk menikah. Bintang juga tidak mau mengorbankan pendidikan Aera. Tetapi, hati Bintang mulai melemah. Dia merasa ada sesuatu yang menetes ke pundaknya.

"Aku tidak bisa. Kamu harus tetap kuliah, kejar impianmu!" kata Bintang dengan tegas, melepas pelukan Aera dan menatap matanya yang basah.

"Ada banyak orang yang menikah tapi tetap bisa kuliah. Aku janji, pernikahan kita tidak akan mempengaruhi pendidikanku." Aera menatap Bintang dengan penuh keyakinan.

"Aera?" Bintang berusaha menenangkannya.

"Menikahlah denganku, kau satu-satunya impianku, Mas!" Aera terus menatap Bintang semakin dalam.

"Itu tidak mungkin!" seru Bintang lebih tegas, berusaha membuatnya mengerti.

"Bagaimana jika aku hamil?" teriak Aera, tidak terima dengan penolakan Bintang.

"Kenapa kau selalu bertindak sesuka hatimu tanpa memikirkan tanggapanku? Kalau tahu ini salah dan kau merasa takut, kenapa di lakukan!" balas Bintang, dengan suara lantang.

"Semua salah, Mas!"

Aera merasakan hatinya terluka, ini pertama kalinya Bintang berbicara keras padanya. Bintang tidak bisa menahannya pergi, ia tahu sikapnya membuat Aera kecewa. Dan setelah tahu kebenarannya, Aera pasti akan merasa semakin hancur dari ini.

Aera meraih pakaiannya dan pergi keluar, meninggalkan Bintang yang masih berdiam diri di tempatnya dengan penuh penyesalan. Pikiran Bintang terus berubah-ubah, antara penyesalan karena berani jatuh cinta pada siswanya sendiri dan juga penyesalan karena menerima perjodohan dengan Agatha.

"Ah, sial! Kenapa aku menikah dengan orang lain, padahal sudah jelas aku punya kekasih?" gumam Bintang, sambil mengacak-acak rambutnya dengan penuh emosi.

Pikiran Bintang semakin berkecamuk, tidak tahu mana yang benar dan salah. Aera dan Agatha tidak punya sisi buruk, mereka mencintai Bintang dengan tulus, dan memperlakukannya dengan baik. Waktu yang Bintang habiskan bersama keduanya juga meninggalkan momen-momen indah. Baik istrinya atau kekasihnya, Bintang tidak ingin kehilangan keduanya.

Bintang segera memakai kembali pakaiannya dan keluar dari kamar mandi, dia melihat Aera yang masih menangis di atas tempat tidurnya. Dia mendekati Aera dan meminta maaf. Sebelum mereka sempat bicara, ponsel Bintang berdering, nama Agatha muncul di layar.

"Mas, tolong jangan di jawab!" seru Aera.

Bintang terdiam, terjebak antara dua pilihan yang akan mengubah hidupnya selamanya. Dia menatap ponsel itu dengan penuh keraguan, lalu menghela nafas dalam-dalam.

"Aku harus segera pergi," ucapnya dengan suara berat.

Bintang segera keluar dari kamar Aera dengan tergesa-gesa. Namun, suatu ketika, ketukan dari luar kamar menghentikan langkah Bintang. Aera segera beranjak dari atas tempat tidurnya dan kembali menarik Bintang ke dalam pelukannya.

"Aera, apa yang kau lakukan? Kau bilang di rumahmu tidak ada orang!" seru Bintang yang mulai panik.

Ketika pintu perlahan mulai terbuka, mata mereka bertemu dengan tatapan terkejut dari seseorang yang tak terduga. Bintang mulai merasa cemas, tidak tahu apa yang harus dikatakan atau dilakukan selanjutnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Wahyu Mei25
wahhh makin penasaran di tunggu kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status