Raya tak bisa menahan kekagumannya saat melihat penampilan Raihan yang dianggapnya sangat luar biasa.
Raihan yang kini telah membersihkan diri dan mengganti pakaian kotornya dengan baju koko putih bersih yang dipadu dengan sarung kotak-kotak hitam, terlihat mulai bersiap untuk melangkah menuju mushola.
Aura wajah Raihan menjadi sangat cemerlang dengan penampilannya yang seperti itu hingga Raya tertegun penuh kekaguman.
Bahkan sekarang Raya hanya bisa berdiri termangu di ambang pintu kamar, menjadi sangat segan untuk masuk dan mengambil mukena yang ternyata sudah disiapkan oleh ibu mertuanya di atas ranjang.
Raihan yang malah berjalan menuju ambang pintu karena dia memang harus segera melangkah menuju ke mushola untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah.
“Aku akan tinggal ke mushola sebentar,” ucap Raihan dengan rikuh karena bagaimanapun dia tak pernah mendapati ada wanita lain berada di dalam kamarnya, karena saat ini Raya tengah berjalan masuk ke dalam biliknya yang sederhana.
“Hmm,” jawab Raya dengan sama canggungnya.
Setelah itu Raihan bergegas melangkah keluar sembari berusaha meredam detak jantungnya sendiri yang mendadak berdentum lebih keras.
Sementara Raya tak kalah canggungnya, meski kemudian perempuan muda itu segera memakai mukenanya dan bergabung bersama Bu Siti dan Dara untuk menjalankan sholat maghrib berjamaah di rumah.
***
“Aku pulang sekarang Ray,” ucap Dara setelah mereka selesai menjalankan sholat maghrib bersama.
Raya sontak membeliak resah.
“Kamu nggak ikut tidur sini, Dar?”
“Iya nggak lah, aku harus pulang, aku mau menyiapkan semuanya, besok aku harus balik ke Jakarta, karena aku udah janji sama pemilik yayasan penyalur ART untuk berada di Jakarta besok.”
Raya mendengus resah tapi perempuan cantik itu hanya bisa diam tak bisa mencegah sahabatnya pergi. Saat ini dirinya tak bisa menawarkan apapun, dengan keadaannya yang sedang terpuruk seperti sekarang. Sementara Dara memiliki tanggungan yang harus dia penuhi karena kebutuhan ibu dan adik terkecilnya selama ini dia yang mengusahakan.
Satu-satunya kakak lelaki Dara sama sekali tak pernah peduli apalagi semenjak menikah dengan perempuan yang berkarakter buruk dan sangat egois.
Dengan sangat berat hati Raya terpaksa menyetujui apa yang sudah direncanakan oleh sahabatnya yang sebelumnya telah mengurusi segala keperluannya. Sementara sang manajer yang dia percaya malah membawa lari semua uangnya, menjauh dengan ikut melontarkan fitnah pada dirinya, membuat Raya semakin jatuh nama baiknya.
“Lagian aku nggak mau ngganggu malam pertama kamu,” tukas Dara melemparkan candaan dengan sangat enteng.
Sontak Raya mendorong tubuh sahabatnya.
“Malam pertama apaan?!”
Dara menjadi tak bisa menahan tawanya saat melihat ekspresi kesal sahabatnya.
“Lha kamu sama Ustadz Raihan kan barusan nikah, emang nggak mau malam pertama?”
“Dara!”
Dara semakin tergelak saat melihat Raya kian kesal.
Hingga sejurus kemudian Raihan datang dengan melontarkan salam yang segera mengalihkan perhatian kedua perempuan muda yang memiliki gaya penampilan yang bertolak belakang itu.
“Assalamualaikum!”
Raya dan Dara spontan menjawab bersamaan.
Tak berselang lama Siti muncul dari ruang tengah terlihat sangat antusias untuk menawarkan makan malam untuk semua orang.
“Makan malamnya udah siap,”ajak wanita paruh baya itu, yang baru saja menyelesaikan masakannya.
“Malam ini kita makan pepes ikan gabus,” imbuh Siti lagi.
“Kedengarannya enak, ayo kita makan sama-sama,” ajak Raihan ikut antusias.
“Wah kebetulan sekali perutku sedang lapar banget soalnya.”
Dara menjawab gembira.
Raihan kemudian melirik ke arah Raya yang sedang menegaskan tatapannya pada Dara yang dianggap telah memalukannya.
Tapi bukan Dara namanya kalau terpengaruh dengan kekesalan dari mantan majikannya yang telah lama menjadi sahabat baiknya.
Dara malah menampakkan cengiran tipisnya.
“Besok-besok harus kamu yang masak Ray, kamu kan sekarang menantu di keluarga ini.”
Raya hanya diam tak menampakkan tanggapannya.
Selama ini jangankan memasak, untuk pakaiannya saja harus disiapkan oleh sang asisten. Daralah yang selama ini membantunya. Tapi beberapa hari tinggal di rumah Dara, dengan terpaksa Raya harus ikut membersihkan rumah karena perintah dari kakak ipar mantan asistennya itu yang judesnya tidak ketulungan. Bahkan Dara sendiri tak bisa membela majikan sekaligus sahabat baiknya itu.
Kehidupan Raya dulu bak seorang putri dengan segala keinginannya yang selalu akan bisa terpenuhi. Tapi kini segalanya telah berubah dan perempuan muda itu harus menjalani kehidupan di desa sangat jauh berbeda dengan apa yang pernah dimilikinya dulu.
“Sudahlah ayo kita makan sekarang, nanti keburu dingin,” sela Siti masih tak kehilangan antusiasnya.
Wanita bersahaja itu selalu menyimpan praduga positif pada siapapun, bahkan juga kepada keluarga almarhum suaminya yang selama ini terlampau sering memberikan luka dan sangat merendahkan dirinya yang selalu dianggap tak pernah sepadan untuk menjadi bagian dari keluarga besar mereka yang selama ini memang terkenal sebagai keluarga kaya raya di Desa Setani ini.
Mereka kemudian makan malam bersama dengan menu sederhana tapi terasa sangat lezat di lidah Raya. Bahkan perempuan cantik itu menganggap jika masakan Bu Siti adalah masakan yang paling enak yang pernah dia makan.
Seusai makan malam Dara benar-benar pamit pulang. Tinggallah Raya sendiri yang kini malah disergap kebingungan.
Sampai kemudian malam kian beranjak dan Bu Siti sendiri telah masuk ke dalam biliknya.
Tinggallah Raya dan Raihan di ruang tengah terlihat serba cangggung bahkan tak kuasa untuk saling berbicara lagi.
Tapi Raihan kemudian beranjak bangkit dari duduknya.
“Aku akan siapkan ranjangnya, biar kamu bisa tidur,” ucap lelaki yang ternyata memiliki wajah bersih cemerlang yang tadi bahkan sempat memercikkan kekaguman di hati seorang Raya.
Raihan memutuskan segera ke kamar sedikit menghindari gadis muda yang dinikahinya dengan cara yang sangat di luar dugaan itu.
Raya sendiri tak mencegah bahkan dia ikut masuk ke dalam kamar meski kemudian malah memunculkan kembali sebuah kecanggungan yang pelik di antara mereka.
Untuk beberapa saat kedua insan berlainan jenis itu justru saling beradu tatapan masih dengan kerikuhan mereka yang masih tersaji.
Padahal di dalam hatinya Raya berniat ingin menanyakan tentang apakah mereka malam ini akan tidur di ranjang yang sama atau tidak.
Tapi sebelum pertanyaan itu terlontar, Raihan langsung mempersilakan Raya untuk naik ke ranjang yang sudah dia tata dengan rapi.
“Kamu bisa tidur di sini, nanti aku akan tidur di luar,” ucap Raihan yang segera menunjukkan pengertiannya dengan sangat mudah.
Nyatanya pernikahan mereka bukan pernikahan yang diawali dengan segala kenormalan, bahkan mereka sebelumnya tak pernah saling mengenal.
Walau ini yang diharapkan Raya tapi tetap saja wanita muda yang selalu tampil modis itu menjadi tak enak hati juga. Raya bisa menilai kalau lelaki yang telah berstatus suaminya itu adalah lelaki yang baik, dan tampak perhatian pula.
“Terima kasih,” gumam Raya kemudian.
Raihan menjawab dengan sebuah senyuman tipis.
Tapi ketika Raihan mulai membalikkan badan, Raya semakin tak bisa menahan keinginannya untuk mengajak lelaki yang masih asing baginya itu berbicara.
“Tunggu,” cegah Raya sedikit tegas.
Wanita muda itu menjadi sedikit gugup ketika tatapan Raihan mulai menyergapnya.
“Bisa kita bicara sebentar?”
***
“Bisa kita bicara sebentar?” Ajakan Raya sedikit meresahkan seorang Raihan.Walau mereka telah menikah tapi tetap saja mereka adalah dua orang asing yang bahkan sebelumnya tak saling mengenal. Raihan mengetahui nama Raya saja, saat dia akan mengucapkan ijab kabul yang dia ikrarkan dengan hati yang dihinggapi kebingungan.Tapi Raihan yang tipikal pria polos dengan hatinya yang penuh kebaikan itu, menjadi tak bisa menampik ajakan perempuan muda yang sudah berstatus sebagai istrinya itu. Terlebih saat ini Raihan bisa melihat dengan lugas keresahan seorang Raya yang sekarang sedang duduk di sisi ranjang.Raihan menjadi tak bisa menampik yang membuatnya tetap bertahan di dalam kamar meski dia memilih berdiri di ambang pintu, tetap menjaga jarak di antara mereka.“Aku mau bicara tentang kita, tentang pernikahan kita.”Raya sedikit mendesah panjang sembari memandang lugas ke arah pria yang baru saja menikahinya itu.Gadis itu terlihat menampakkan dominasinya karena memang seorang Raya sejak
“Kamu yakin ingin ikut ke sawah?”Raihan merasa perlu untuk bertanya kembali pada istrinya menanggapi permintaan Raya yang di luar dugaan.“Iya, aku ingin tahu tempat sawah yang kamu garap. Lagian aku bakal kebosanan kalau terus tinggal di rumah.”Raya mengutarakan alasannya dengan terang.“Tapi di sana sangat panas, apa kamu nggak takut gosong kulit kamu?”Raihan bertanya dengan sedikit gelisah.“Nggak apa-apa, lagian aku udah pakai suncreen.”Raihan mengernyit ketika Raya menunjukkan sebuah kemasan sunblok yang sudah dioleskan pada kulit mulusnya yang kini bahkan sudah membuat darah kelelakian Raihan berdesir gelisah.Detik berikutnya sebelah mata Raya kemudian malah mengerling sembari mengulas segaris senyum yang membuat dada seorang Raihan bertalu ramai.Lelaki itu tak pernah mendapati pesona seorang wanita sesempurna Raya yang semakin dilihatnya semakin menyeret dirinya dalam pusaran kekaguman.Raihan kian gelisah saat Raya kemudian mulai mendekat.“Kurasa kamu juga harus mengole
“Memangnya kamu mau aku melakukan apa sih?”Raya menjadi kian penasaran.Tapi Raihan tetap diam malah memberikan senyuman yang membuat hati seorang Raya gelisah tak menentu. Senyuman itu terlalu manis semanis gula yang dijadikan sirup.“Kamu tunggu di sini dulu,” ucap Raihan yang kemudian malah keluar dari dalam kamar yang membuat Raya menjadi kian bertanya-tanya.Tak lama berselang lelaki bertubuh tegap itu kembali masuk dengan membawa sebuah gamis lengkap dengan jilbab lebar yang berwarna senada.Raya sontak mengernyitkan keningnya sembari memandang gelisah pada pria yang baru kemarin menikahinya itu.“Sebelum pergi kamu ganti dulu baju kamu dengan ini.”Raya menguarkan keraguannya sembari memandangi gamis berpotongan sederhana yang sama sekali tak sesuai dengan selera fashionnya.“Aku pakai ini?”“Iya karena aku pikir kamu akan jadi cantik kalau pakai baju itu, biar kamu pantas untuk disebut sebagai istri ustaz?” Raihan kemudian tersenyum penuh arti.Tapi Raya menanggapi dengan eks
“Pria itu!” sergah Raya sebal saat melihat seorang pria berkumis tebal yang kemarin paling getol menuduhnya bersama Raihan melakukan perbuatan mesum memalukan yang nyatanya tak pernah mereka lakukan.Raihan terlihat agak enggan untuk mendekat. Sejak awal hubungannya dengan pria paruh baya bertubuh dempal itu yang merupakan adik dari ayahnya sendiri itu memang kurang harmonis. Bahkan dirinya terlampau sering menjadi sasaran kemarahan pria itu, yang tampak selalu membencinya, semua karena dia terlahir dari rahim seorang wanita sederhana yang dulu memang tak pernah direstui untuk menjadi menantu di dalam keluarga mereka.Bahkan ibunya sampai sekarang masih disalahkan atas kematian sang ayah yang sebenarnya terjadi atas kehendak takdir, sama sekali bukan salah dari sosok yang sudah menghadirkannya ke dunia.“Kalian pasangan mesum, mau ke mana?” sindir lelaki bernama Parman itu sangat sinis.&nb
“Kamu mau minta apalagi?” sergah Raya sedikit kesal.Raihan malah menggaruk tengkuknya dengan rikuh.Raya menjadi berkernyit heran.“Aku pengen dengar kamu manggil aku mas, buat memastikan kalau kamu bisa mengucapkannya dengan luwes.”Saat mendengar ucapan Raihan yang terkesan sangat polos itu Raya malah tak bisa menahan kekehannya. Gadis itu menjadi tergelak panjang sampai memegangi perutnya yang sekarang menjadi terasa kaku.“Kamu itu lucu juga ya, apa kamu pikir aku nggak bisa manggil kamu Mas, sampai perlu praktek segala?”“Coba ..., kamu coba dulu manggil aku ... mas.”Kali ini Raya langsung menghentikan tawanya saat mendengar Raihan malah tetap mendesaknya.Gadis itu kemudian mengedikkan bahu sesaat, meski kemudian mulai melakukan apa yang diminta oleh suamin
Raya langsung menyergap ekspresi suaminya dengan tatapan heran, karena Raihan tampak terlalu kaget saat ia meminta lelaki itu untuk ikut membeli pakaian.“Iya Mas, kamu harus ikut beli baju juga,” tegas Raya kemudian.Raihan segera menggeleng lugas.“Nggak usah, sayang uangnya, lebih baik uangnya buat keperluan kamu saja.”Raihan kemudian menatap Raya lebih lekat.“Sekarang kamu butuh apalagi?” Raihan malah menawari Raya lagi.Raya tak langsung menjawab. Gadis itu segera menjadi termangu saat mendengar ucapan Raihan yang terkesan begitu perhatian padanya hingga pria sederhana itu mengabaikan kepentingannya sendiri tapi begitu peduli dengan kebutuhannya.“Aku butuh suamiku bisa tampil lebih fashionable,” sambung Raya kemudian yang langsung membuat Raihan terperangah karena gadis yang tadi bah
“Terus gimana caranya?”Raya mulai mencecar dengan sengit.Raihan malah menanggapi dengan tatapannya yang semakin lekat, yang membuat Raya langsung membuang mukanya karena tak mau menentang tatapan sang suami yang entah mengapa selalu membuat perasaannya menjadi tak menentu.“Kita berdoa saja agar fitnahan yang menimpa kita dapat terlerai dengan sendiri karena Allah selalu memiliki rencana terbaik untuk setiap hambaNya.”Jelas saja ucapan Raihan tak bisa diterima oleh nalar Raya yang selama ini selalu berpikir realistis.“Apa kamu bilang, doa?”Raihan malah menjawabnya dengan sebuah anggukan pasti.Raya menanggapi dengan helaan nafas jengah.“Apa nggak pernah mencobanya? Percayalah itu sangat manjur jika kamu benar-benar percaya.”&ldqu
“Kamu itu emangnya ada masalah apa sama dia?” cecar Raya menjadi sangat ingin tahu saat mereka duduk berdua di teras depan selepas makan malam.Raihan seperti biasa selalu mengukir senyuman tipis saat menghadapi sikap Raya yang selalu seperti menggebu-gebu.“Nggak ada masalah apa-apa,” jawab Raihan santai yang tentu saja tak bisa diterima oleh Raya yang sudah sangat penasaran.“Kalau nggak ada masalah kenapa Si Kumis Kucing itu pengen ngganggu kamu terus?” tukas Raya semakin kesal.“Itu masalah lama, sangat lama sekali.”“Apa itu alasannya terus mengatai ibu sebagai wanita yang nggak benar? Terus kenapa dia mengatakan itu sama ibu?” Raya masih saja memperturutkan rasa ingin tahunya.Kali ini Raihan tak bisa setenang sebelumnya. Pria itu sedikit gelisah dan mulai mendesah panjang.