Share

4. Malam Pertama

Raya tak bisa menahan kekagumannya saat melihat penampilan Raihan yang dianggapnya sangat luar biasa.

Raihan yang kini telah membersihkan diri dan mengganti pakaian kotornya dengan baju koko putih bersih yang dipadu dengan sarung kotak-kotak hitam, terlihat mulai bersiap untuk melangkah menuju mushola.

Aura wajah Raihan menjadi sangat cemerlang dengan penampilannya yang seperti itu hingga Raya tertegun penuh kekaguman.

Bahkan sekarang Raya hanya bisa berdiri termangu di ambang pintu kamar, menjadi sangat segan untuk masuk dan mengambil mukena yang ternyata sudah disiapkan oleh ibu mertuanya di atas ranjang.

Raihan yang malah berjalan menuju ambang pintu karena dia memang harus segera melangkah menuju ke mushola untuk menunaikan sholat maghrib berjamaah.

“Aku akan tinggal ke mushola sebentar,” ucap Raihan dengan rikuh karena bagaimanapun dia tak pernah mendapati ada wanita lain berada di dalam kamarnya, karena saat ini Raya tengah berjalan masuk ke dalam biliknya yang sederhana.

“Hmm,” jawab Raya dengan sama canggungnya.

Setelah itu Raihan bergegas melangkah keluar sembari berusaha meredam detak jantungnya sendiri yang mendadak berdentum lebih keras.

Sementara Raya tak kalah canggungnya, meski kemudian perempuan muda itu segera memakai mukenanya dan bergabung bersama Bu Siti dan Dara untuk menjalankan sholat maghrib berjamaah di rumah.

***

“Aku pulang sekarang Ray,” ucap Dara setelah mereka selesai menjalankan sholat maghrib bersama.

Raya sontak membeliak resah.

“Kamu nggak ikut tidur sini, Dar?”

“Iya nggak lah, aku harus pulang, aku mau menyiapkan semuanya, besok aku harus balik ke Jakarta, karena aku udah janji sama pemilik yayasan penyalur ART untuk berada di Jakarta besok.”

Raya mendengus resah tapi perempuan cantik itu hanya bisa diam tak bisa mencegah sahabatnya pergi. Saat ini dirinya tak bisa menawarkan apapun, dengan keadaannya yang sedang terpuruk seperti sekarang. Sementara Dara memiliki tanggungan yang harus dia penuhi karena kebutuhan ibu dan adik terkecilnya selama ini dia yang mengusahakan.

Satu-satunya kakak lelaki Dara sama sekali tak pernah peduli apalagi semenjak menikah dengan perempuan yang berkarakter buruk dan sangat egois.

Dengan sangat berat hati Raya terpaksa menyetujui apa yang sudah direncanakan oleh sahabatnya yang sebelumnya telah mengurusi segala keperluannya. Sementara sang manajer yang dia percaya malah membawa lari semua uangnya, menjauh dengan ikut melontarkan fitnah pada dirinya, membuat Raya semakin jatuh nama baiknya.

“Lagian aku nggak mau ngganggu malam pertama kamu,” tukas Dara melemparkan candaan dengan sangat enteng.

Sontak Raya mendorong tubuh sahabatnya.

“Malam pertama apaan?!”

Dara menjadi tak bisa menahan tawanya saat melihat ekspresi kesal sahabatnya.

“Lha kamu sama Ustadz Raihan kan barusan nikah, emang nggak mau malam pertama?”

“Dara!”

Dara semakin tergelak saat melihat Raya kian kesal.

Hingga sejurus kemudian Raihan datang dengan melontarkan salam yang segera mengalihkan perhatian kedua perempuan muda yang memiliki gaya penampilan yang bertolak belakang itu.

“Assalamualaikum!”

Raya dan Dara spontan menjawab bersamaan.

Tak berselang lama Siti muncul dari ruang tengah terlihat sangat antusias untuk menawarkan makan malam untuk semua orang.

“Makan malamnya udah siap,”ajak wanita paruh baya itu, yang baru saja menyelesaikan masakannya.

“Malam ini kita makan pepes ikan gabus,” imbuh Siti lagi.

“Kedengarannya enak, ayo kita makan sama-sama,” ajak Raihan ikut antusias.

“Wah kebetulan sekali perutku sedang lapar banget soalnya.”

Dara menjawab gembira.

Raihan kemudian melirik ke arah Raya yang sedang menegaskan tatapannya pada Dara yang dianggap telah memalukannya.

Tapi bukan Dara namanya kalau terpengaruh dengan kekesalan dari mantan majikannya yang telah lama menjadi sahabat baiknya.

Dara malah menampakkan cengiran tipisnya.

“Besok-besok harus kamu yang masak Ray, kamu kan sekarang menantu di keluarga ini.”

Raya hanya diam tak menampakkan tanggapannya.

Selama ini jangankan memasak, untuk pakaiannya saja harus disiapkan oleh sang asisten. Daralah yang selama ini membantunya. Tapi beberapa hari tinggal di rumah Dara, dengan terpaksa Raya harus ikut membersihkan rumah karena perintah dari kakak ipar mantan asistennya itu yang judesnya tidak ketulungan. Bahkan Dara sendiri tak bisa membela majikan sekaligus sahabat baiknya itu.

Kehidupan Raya dulu bak seorang putri dengan segala keinginannya yang selalu akan bisa terpenuhi. Tapi kini segalanya telah berubah dan perempuan muda itu harus menjalani kehidupan di desa sangat jauh berbeda dengan apa yang pernah dimilikinya dulu.

“Sudahlah ayo kita makan sekarang, nanti keburu dingin,” sela Siti masih tak kehilangan antusiasnya.

Wanita bersahaja itu selalu menyimpan praduga positif pada siapapun, bahkan juga kepada keluarga almarhum suaminya yang selama ini terlampau sering memberikan luka dan sangat merendahkan dirinya yang selalu dianggap tak pernah sepadan untuk menjadi bagian dari keluarga besar mereka yang selama ini memang terkenal sebagai keluarga kaya raya di Desa Setani ini.

Mereka kemudian makan malam bersama dengan menu sederhana tapi terasa sangat lezat di lidah Raya. Bahkan perempuan cantik itu menganggap jika masakan Bu Siti adalah masakan yang paling enak yang pernah dia makan.

Seusai makan malam Dara benar-benar pamit pulang. Tinggallah Raya sendiri yang kini malah disergap kebingungan.

Sampai kemudian malam kian beranjak dan Bu Siti sendiri telah masuk ke dalam biliknya.

Tinggallah Raya dan Raihan di ruang tengah terlihat serba cangggung bahkan tak kuasa untuk saling berbicara lagi.

Tapi Raihan kemudian beranjak bangkit dari duduknya.       

“Aku akan siapkan ranjangnya, biar kamu bisa tidur,” ucap lelaki yang ternyata memiliki wajah bersih cemerlang yang tadi bahkan sempat memercikkan kekaguman di hati seorang Raya.

Raihan memutuskan segera ke kamar sedikit menghindari gadis muda yang dinikahinya dengan cara yang sangat di luar dugaan itu.

Raya sendiri tak mencegah bahkan dia ikut masuk ke dalam kamar meski kemudian malah memunculkan kembali sebuah kecanggungan yang pelik di antara mereka.

Untuk beberapa saat kedua insan berlainan jenis itu justru saling beradu tatapan masih dengan kerikuhan mereka yang masih tersaji.

Padahal di dalam hatinya Raya berniat ingin menanyakan tentang apakah mereka malam ini akan tidur di ranjang yang sama atau tidak.

Tapi sebelum pertanyaan itu terlontar, Raihan langsung mempersilakan Raya untuk naik ke ranjang yang sudah dia tata dengan rapi.

“Kamu bisa tidur di sini, nanti aku akan tidur di luar,” ucap Raihan yang segera menunjukkan pengertiannya dengan sangat mudah.

Nyatanya pernikahan mereka bukan pernikahan yang diawali dengan segala kenormalan, bahkan mereka sebelumnya tak pernah saling mengenal.

Walau ini yang diharapkan Raya tapi tetap saja wanita muda yang selalu tampil modis itu menjadi tak enak hati juga. Raya bisa menilai kalau lelaki yang telah berstatus suaminya itu adalah lelaki yang baik, dan tampak perhatian pula.

“Terima kasih,” gumam Raya kemudian.

Raihan menjawab dengan sebuah senyuman tipis.

Tapi ketika Raihan mulai membalikkan badan, Raya semakin tak bisa menahan keinginannya untuk mengajak lelaki yang masih asing baginya itu berbicara.

“Tunggu,” cegah Raya sedikit tegas.

Wanita muda itu menjadi sedikit gugup ketika tatapan Raihan mulai menyergapnya.

“Bisa kita bicara sebentar?”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status