Kamu Ketahuan"Loh itu 'kan bagas." Sandra menunjuk ke arah Mas Bagas dengan jari telunjuknya. Seketika mataku liar mengikuti arah jari Sandra. "Tapi tunggu dulu, ko ada dia sih," ucap sandra sedikit berbisik saat tau siapa yang sedang bersama Mas Bagas. "Sejak kapan dia jalan, kok sampai duluan dari kita," tambahnya lagi. Mungkin sahabatku itu penasaran bagaimana Lika bisa sampai duluan dari kami. Mataku rasanya ingin meloncat keluar bisa-bisanya perempuan busuk ini makan siang bersama suamiku. Meskipum itu juga suaminya. Ingin rasanya berlari ke sana dan menjambak rambut wanita itu. Untung Sandra mencekal tanganku, kalau tidak tamatlah riwayatmu wahai pelakor.Alika .... Tidak habis pikir, Bagas suamiku dan Lika si madu busuk itu sedang menikmati makan siang berdua. So sweet sekali! Perempuan busuk itu terlihat sedang merajuk dengan bimoli nya (bibir monyong lima inci). Sekilas pandang memang tidak ada yang salah karna mereka sepasang suami istri, meskipun hanya nikah siri,
Gugup 'Kan Kamu, Mas!"Sayang, kamu ko di rumah?" ucap lelaki yang masih bergelar suami sahku itu. Terlihat sekali kegugupan di matanya, meskipun ia berusaha terlihat tenang. "Loh emang aku kemana, Mas? Kok kamu nanyanya gitu?" balasku penuh selidik. Aku memicingkan mata menanti jawaban darinya. Pasti Alika bilang, jika aku dan Sandra sedang jalan. Makanya mereka merasa aman. "Oh eng–nggak ko, Sayang," gagapnya. Matanya liar kesana–kemari menghindari mataku. Ketara sekali jika ia sedang ketakutan. "Loh ... kamu kok sama dia, Mas? Kalian habis jalan," tanyaku saat melihat Lika turun dari mobil dengan langkah pelan. Lelaki di depan ku ini gelagapan. Mukanya terlihat pias dengan gakunnya yang naik turun menelan cairan dari mulutnya. Dasar kada*, giliran berbuat aja berani. "Kena kamu Mas. Ayo ... alasan apa lagi yang ingin kamu sampaikan." Dalam hati bersorak riang menunggunya mencari alasan. "Loh ... kamu ko sama dia, Mas? Kalian habis jalan?" tanyaku saat melihat Li
Harga Diri konon!"Kamu ngebelain Lika, Mas? Apa menurutmu, pantas seorang pembantu duduk di kursi depan sama majikannya? Orang yang tidak kenal pasti mengira kalian suami istri!" Mas Bagas seketika menghentikan langkah kakinya. Pria itu kemudian memutar badan menghadapku. Melihatnya berhenti, otomatis langkahku juga terhenti dengan sendiri. Kutatap laki-laki di depanku itu, tapi ia malah memalingkan wajahnya, tidak berani menatapi mataku. Ciri-ciri orang yang sedang berbohong, matanya liar kemana-mana. "Apa'an sih kamu, Sayang. Ya nggaklah! Lagian, tadi aku hanya ketemu di jalan kok sama Alika, nggak jalan bareng." Mas Bagas seakan tidak terima ucapanku, tapi aku tau, itu hanyalah topeng saja. "Loh ... aku 'kan nggak bilang kalian jalan bareng! Santai aja, Mas. Kamu kok gugup gitu sih? Seperti baru ketahuan selingkuh aja." Mata Mas Bagas membulat sempurna, mungkin merasa tertampar. "Sudah, sudah ... makin lama kamu makin ngelantur aja ngomongnya." Mas Bagas melanjutkan la
Bunglon Ketemu Kadal"Ga pa-pa. Nyonya salah dengar!" balasnya dengan menekan nada di kata Nyonya. Aku tertawa dalam hati. "Memang itulah posisi mu, pelakor." Kuambil gelas yang sudah berisi jus mangga pesananku. Ternyata pelakor suamiku ini menurut juga. Duduk di meja makan sambil meminum jus bikinan maduku, mata ini lekat memperhatikan wanita yang sedang melakukan perintah memasak dariku itu. Ia terlihat salah tingkah dengan kehadiranku. Mungkin risih, atau merasa terawasi, tapi mata ini terus saja memandang ke arahnya. Biakan dia merasa terintimidasi, biar kena mental! "Kamu itu niat kerja nggak, sih?" tanyaku dengan nada pelan. Seketika Lika menghentikan gerakannya. "Iya Nyonya," jawabnya malas, lalu melanjutkan gerakan tangannya yang sempat terhenti. "Tapi kalau saya liat, kamu sepertinya tidak ada niatan kerja. Semua kamu lakukan asal-asalan. Apa ada niat lain kamu masuk ke rumahku?" Ucapanku sontak membuat wanita bermata bulat itu membalikan badannya. Menatap
Ternya Mereka Sudah Jauh Melangkah! "Mas, kenapa sih gak jujur aja sama Dewi! Aku ini juga istrimu, Mas! Dewi memperlakukan ku seperti pembantu, dzalim, tapi kamu hanya diam! Aku capek begini terus, Mas!" Suara Lika tertangkap oleh pendengaranku. Wanita itu terdengar membentak suami sirinya "Tunggulah sebentar, Sayang. Aku akan membujuk Dewi supaya mengerti dan mau menerimamu. Kasih Mas mu ini waktu," ucap Mas Bagas terdengar sangat lembut. Kupingku memanas mendengar ucapan pria bajinga* itu. Sampai kiamat pun aku tidak akan pernah menerima Alika. Madu busuk itu tidak akan pernah menjadi madu bagiku. Jika Mas Bagas menginginkannya, maka akulah yang akan mundur. Kuedarkan pandangan mencari tempat aman untuk menguping. Aku harus tau semua yang mereka omongkan, agar bisa mematahkan semuanya. Sakit sekali rasanya hati melihat suami yang sangat di cintai memanggil sayang pada wanita lain. Rasanya tak Sudi lagi sebutan itu ia sematkan padaku. Bersusah payah aku menjaga kesetia
Kena Kamu, Mas! "Kamu jangan salah sangka gitu dong, Sayang. Lika itu perempuan baik ko, mana mungkin menaruh hati sama Mas. Majikannya iya 'kan," ucap Mas Bagas membela istri simpanannya. Astaga bisa-bisanya ia mengatakan itu. Membela selingkuhannya di depanku, istri sahnya. Hebat kamu, Mas! "Tidak sedikit rumah tangga hancur karena seorang pembantu. Bahkan ada suami yang memasukkan sendiri selingkuhannya ke dalam rumah tangga mereka. Dengan berkedok pembantu, Mas. Aku harus waspada sebelum itu semua menimpaku."Ucapan ku membuat raut wajah Mas Bagas berubah total. Lelaki itu kelihatan gugup, sesekali terlihat menelan ludahnya. Mungkin ucapanku menjadi pukulan telak buatnya. Menusuk sampai ke ulu hati. Bagaimana tidak, semua yang aku ucapkan benar terjadi. Alika adalah selingkuhan Mas Bagas, yang ia masukkan ke dalam rumah tangga kami sebagai pembantu. Kena kamu Mas! " Udah ah, Yang! Kamu makin ngawur aja," ucap Mas Bagas dengan nada tidak suka, tapi aku bisa meliha
"Aku? Emang kenapa aku, Mas? tanyaku seraya menunjuk diri sendiri. Aneh aja mendengar pertanyaan laki-laki yang sedang duduk di sebelahku ini. Harusnya pertanyaan itu ia tujukan pada dirinya sendiri. Ada apa dengannya, sehingga tega mengkhianati cinta suciku. Pria ini tidak sadar, kesalahan ada pada dirinya sendiri. "Kamu itu akhir-akhir ini jutek banget, Sayang. Selalu aja sensi. Kenapa? Aku ada salah?" Aku memutar bola mata mendengar ucapannya. Mestinya dia tidak perlu bertanya. Dasar kadal buntung. "Selalu sensi? Perasaan kamu aja kali, Mas. Lagian kalau memang aku berubah, coba tanya deh diri kamu apa penyebabnya," balasku santai, lalu menatap layar HP. "Aku? Emang aku salah apa?" tanyanya dengan kening mengerut. Pura-pura bodoh seolah bingung dengan ucapanku. Muak rasanya melihat wajah laki-laki pengkhianat ini, benar-benar tak tau diri. " Ya kali aja, Mas. Siapa tau kamu ada sesuatu yang disembunyikan dariku. Insting seorang istri itu kuat loh, Mas. Nggak tau ke
"Hmm," balasku malas. Suamiku itu kemudian menarik kursi lalu menghempaskan panta* nya dengan kasar. Sepertinya ia merasa perubahanku. Selama ini, aku selalu menunggu dan melayaninya di meja makan, tapi kali ini semua itu tidak akan terjadi. "Makan, Mas," ucapku santai. Sengaja aku tidak melihat kerahnya, tapi tetap melirik lewat ekor mata. Mas Bagas menghentakkan nafasnya kasar. Seperti ingin protes, tapi ditahan olehnya. Perlahan tangan lelaki itu membalikkan piring dan mengisinya dengan nasi dan aneka lauk yang dimasak oleh istri keduanya. Selama dua tahun perkawinan, aku selalu melayani semua kebutuhannya dengan baik, tapi semua itu tiada artinya. Lelaki itu tetap berselingkuh, dan menghadirkan madu diantara kami. Madu busuk pula. Aku bukan mengingkari poligami, karena itu adalah syariat islam, dan Rasulullah melakukannya dengan niat ibadah. Namun, poligami yang dilakukan Mas Bagas, semua karena nafsu belaka. Bahkan mungkin mereka telah berzina sebelum hubungan mere