Di ruang makan yang terdapat tiga orang di meja tampak terasa hangat. Tidak, tidak semuanya terasa hangat, namun ada satu yang merasa terbakar.Regina yang sejak tadi melihat kemesraan David dengan Anya merasa hatinya seperti dibakar oleh api besar.“Mas, makan ini.” Ucap Anya sambil menaruh lauk dengan nada manis.David menanggapinya dengan senyuman dan anggukan, sikapnya sangat berbeda jauh saat bersama Regina dulu.Regina merasakan kemarahan yang membara di dalam hatinya. Tidak tahan lagi melihat kemesraan antara David dan Anya, dia menaruh sendoknya dengan keras di meja, suaranya menggema di ruang makan.“Mas, kenapa kamu begitu berubah? Dulu kamu tidak pernah sehangat ini padaku,” ucap Regina dengan suara yang bergetar menahan emosi.David mengangkat pandangannya dari piring dan menatap Regina dengan tatapan yang datar namun tajam. “Regina, kamu tahu sendiri bagaimana hubungan kita dulu. Semua ini sudah berlalu, dan sekarang aku bahagia dengan Anya. Lebih baik kamu belajar meneri
“Regina kemana?” Tanya Anya pada David saat mereka sarapan tapi Regina tak kunjung keluar.“Mungkin belum pulang.” Ucap David dengan tenang seolah tak peduli kemana wanita itu pergi.“Belum pulang? Memang kemana dia, Mas?” Tanya Anya dengan bingung.Tapi sebelum David menjawab, suara pintu terbuka yang membuat mereka langsung menoleh. Anya dan David bisa melihat tampilan Regina tampak tidak rapi dan dengan mata jeli Anya bisa melihat ada bekas tanda merah di leher wanita itu yang membuatnya curiga.Regina berusaha berjalan dengan tenang, meskipun merasa tatapan Anya dan David tertuju padanya. Dia menundukkan kepala sedikit, mencoba menghindari tatapan langsung dari mereka.“Pagi,” ucap Regina dengan suara yang sedikit serak, berusaha terdengar santai.David hanya mengangguk singkat sebagai balasan, sementara Anya terus menatap Regina dengan curiga. "Kamu tidak tidur di rumah semalam?" tanya Anya dengan nada sedikit curiga.Regina menghela napas, mencoba mencari alasan yang masuk akal.
Di dapur, Regina tampak sangat sibuk dengan bi Narsih yang sudah pulang dari kampungnya. Mereka seperti sedang membuat sesuatu yang membuat Anya penasaran.Tapi dia tak bertanya dan mengamati mereka, hingga saat David datang Regina langsung mendekati pria itu.“Mas, aku buatkan ayam kecap kesukaanmu.” Ucapnya dengan nada yang begitu manis yang membuat Anya mengerutkan dahinya dengan bingung.David tersenyum tipis menanggapi Regina, tetapi tatapannya beralih kepada Anya yang berdiri di dekat pintu dapur. "Ya. Terima kasih. Tapi aku ingin tahu pendapat Anya juga. Apakah dia sudah mencoba masakanmu?"Anya yang mendengar percakapan itu merasa semakin curiga. Regina yang selama ini tidak pernah mau repot-repot di dapur tiba-tiba menunjukkan perhatian. Namun, dia tetap tenang dan mendekat ke meja."Terima kasih, Regina. Kamu terlihat sangat sibuk di dapur. Apa ada sesuatu yang istimewa hari ini?" tanya Anya dengan nada datar.Regina tersenyum tipis, berusaha menampilkan wajah tanpa rasa ber
“Mereka dimana, bi?” Tanya Regina yang baru keluar dari kamar tapi tak melihat adanya David dan Anya di rumah.Bi Narsih yang tadinya membereskan rumah langsung berhenti dan berbalik, “Saya kurang tahu, nyonya. Tapi tuan tadi terlihat buru-buru pergi bersama nyonya Anya.” Ucap bi Narsih.Regina mengerutkan kening, merasa penasaran. "Buru-buru pergi bersama Anya? Ada apa?" gumamnya sendiri.Dia berjalan menuju ruang tamu, mencoba menghubungi David melalui ponselnya, tetapi tidak ada jawaban. Dengan perasaan tidak tenang, Regina memutuskan untuk menunggu di rumah, berharap mendapatkan jawaban segera.Sementara itu, David dan Anya sedang dalam perjalanan menuju ke rumah mereka setelah pulang dari rumah sakit.“Aku akan mengatakan pada bi Narsih nanti untuk memasakkan masakan yang sehat untukmu.” Ucap David saat mereka masih di dalam mobil."Terima kasih, Mas. Aku akan sangat berterima kasih untuk itu," balas Anya sambil tersenyum.Mobil mereka melaju pelan memasuki halaman rumah. Ketika
“Minum ini.” Ucap David dengan lembut saat masuk ke dalam kamar Anya sambil membawakan segelas susu ibu hamil untuknya.Anya menggeleng, “Perutku tidak nyaman, rasanya aku ingin memuntahkan segala makanan yang masuk ke dalam perutku.” Ucap Anya.David duduk di tepi tempat tidur, menatap Anya dengan penuh perhatian. "Aku mengerti, sayang. Tapi kamu perlu nutrisi untuk dirimu dan bayi kita. Cobalah minum sedikit demi sedikit, oke?"Anya menghela napas, tetapi menerima gelas susu itu. "Baiklah, aku akan mencoba," katanya, mengambil sedikit tegukan. Wajahnya meringis sejenak, tetapi dia memaksakan diri untuk minum lebih banyak.David mengusap punggung Anya dengan lembut. Di luar kamar, Regina mengintip dengan rasa cemburu yang semakin membesar. Dia merasa semakin terpinggirkan di rumahnya sendiri. "Aku harus menemukan cara agar bisa tetap di sini tanpa terus-menerus merasa seperti orang luar," pikir Regina dalam hati.David dan Anya tidak menyadari bahwa Regina sedang mengamati mereka.
Liburan kali ini Anya memilih destinasi wisata di pulau Derawan, meskipun jauh dari tempat tinggal mereka David menuruti keinginan istrinya tersebut.Hamil muda tak membuat semangat Anya menurun, bahkan dia terlihat sangat senang.“Airnya sangat biru, Mas. Aku tidak salahkan memilih tempat?” Ucapnya dengan semangat.David tersenyum melihat kegembiraan Anya. "Kamu tidak salah pilih, sayang. Tempat ini memang indah sekali," katanya sambil memandang laut yang biru jernih di depan mereka.Mereka tiba di resor di Pulau Derawan, di mana pemandangan pantai yang menakjubkan menyambut mereka. David membantu Anya turun dari kapal dan memastikan semua barang bawaan mereka dibawa ke kamar yang telah mereka pesan.Setelah check-in dan beristirahat sejenak di kamar mereka yang nyaman dengan pemandangan langsung ke laut, David mengajak Anya berjalan-jalan di sekitar pulau. "Ayo kita lihat-lihat sekeliling. Pasti banyak tempat indah yang bisa kita kunjungi," ajak David.Anya mengangguk antusias, "Ayo
“Mas, hati-hati yaa. Semoga penerbanganmu bisa lancar dan selamat sampai jakarta.” Ucap Anya dengan lembut sambil memegang tangan David.David tersenyum meskipun ada sedikit keraguan untuk meninggalkan Anya sendiri disini dengan kondisi hamil muda.“Apa kamu yakin tak ingin ikut ke jakarta? Jujur aku ragu meninggalkanmu sendiri.”Anya mengangguk sambil tersenyum lembut. "Aku yakin, Mas. Aku akan baik-baik saja. Ini hanya beberapa hari, dan aku butuh waktu untuk menyelesaikan rencana ku terhadap Dimas. Kamu tahu ini penting bagiku."David menghela napas, masih merasa cemas. "Baiklah, tapi aku ingin kamu selalu waspada. Jangan biarkan siapa pun mendekatimu terlalu dekat, terutama Regina."Anya mengangguk dengan serius. "Aku mengerti, Mas. Aku akan sangat berhati-hati. Aku juga akan menghubungimu setiap saat untuk memberi kabar."David mencium kening Anya dengan lembut. "Aku akan selalu menghubungimu. Jika ada apa-apa, segera beri tahu aku. Jangan ragu untuk meminta bantuan.""Baik, Mas.
Di depan pintu rumah sakit, Johan tampak sangat frustasi menunggu hasil pemeriksaan Anya.Bahkan saat perawat mengatakan jika dia juga butuh dirawat intensif tapi dia menolak.“Obati luka saya saja disini.” Ucap Johan dengan dingin.Dia tak bisa tenang jika belum mendengar kabar nyonyanya, bahkan dia belum bisa menghubungi David karena masih dalam penerbangan.Johan duduk di ruang tunggu dengan wajah penuh kecemasan dan rasa sakit yang terus mendera punggungnya. Perawat membersihkan dan merawat lukanya sebisanya di tempat, meskipun mereka berulang kali mengingatkan bahwa Johan seharusnya dirawat secara intensif.Beberapa waktu kemudian, seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan dan menghampiri Johan. "Pak Johan?" panggilnya.Johan segera berdiri meskipun dengan rasa sakit yang luar biasa. "Bagaimana keadaannya, Dokter?"Dokter menghela napas sejenak sebelum menjawab, "Nyonya Anya mengalami benturan yang cukup keras, saya sudah berusaha mempertahankan janinnya. Tapi sayangnya tidak