“Tuan, saya sudah menemukan pelakunya.” Bisik Johan pada David saat masih di ruang rawat inap Anya.David yang mendengar itu mengangguk sedangkan Johan pergi dari sana.“Ada apa?’ Tanya Anya dengan penasaran.David tersenyum, “Ada urusan pekerjaan, apa kamu tak masalah aku tinggal sebentar?”Anya mengangguk meskipun sedikit cemas. "Tidak masalah, Mas. Pergilah. Aku akan baik-baik saja di sini."David memberikan ciuman lembut di dahi Anya sebelum meninggalkan kamar. "Aku akan segera kembali. Istirahatlah, sayang."David mengikuti Johan ke ruangan yang lebih tenang. "Ceritakan semuanya," perintahnya dengan suara rendah tapi tegas.Johan mengeluarkan beberapa dokumen dan foto. "Ini adalah bukti yang saya temukan, Tuan. Rem mobil itu sengaja dirusak. Pelakunya adalah Dimas dan Anggun. Mereka bekerja sama dengan seorang mekanik yang dibayar untuk merusak rem mobil kita."David menatap foto-foto itu dengan mata yang berkilat marah. "Jadi, mereka benar-benar melakukannya. Mereka mencoba memb
“Mas, kamu akan pergi lagi?” Tanya Regina saat melihat David keluar dari ruang kerjanya kemudian ingin menuju pintu keluar.David yang mendengar itu langsung menghentikan langkah kakinya dan melirik ke arah Regina, “Setelah ini angkat kakimu dari rumah ini dan bawa anak dan mantumu keluar.” Ucap David dengan dingin.Regina terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Mas, apa maksudmu? Kamu tidak bisa mengusir kami begitu saja. Ini rumahku juga."David menatap Regina dengan dingin. "Rumah ini milikku, bukan milikmu. Kau sudah melewati batas dengan mencoba membunuh istri dan anakku. Aku tidak akan mentolerir kejahatanmu lagi."“Anak? Anya hamil?” Tanya Regina dengan terkejut karena dia tak tahu tentang hal itu.
“Wah memang Anj*ng ya tuh nenek-nenek! Besok aku dan Nersa terbang ke kalimantan. Aku akan memberikan apa namanya kesengsaraan!!” Umpat Angel melalui panggilan video saat dia mendengar kabar sahabatnya berada di rumah sakit akibat kecelakaan dan parahnya mengalami keguguran.“Tidak perlu, Ngel. Bukannya kamu akan sidang skripsi besok? Lebih baik kamu fokus aja.” Ucap Anya untuk menenangkan sahabatnya itu.“Setelah sidang, aku dan Nersa akan berangkat. Aku tak perlu izin darimu, Anya. Dia telah menghilangkan calon keponakanku yang lucu!!”Anya tersenyum lemah, mengerti betapa marah dan khawatirnya sahabatnya itu. "Angel, aku tahu kamu peduli padaku, tapi aku tidak ingin kamu melewatkan sidang skripsi. Itu sangat penting. Aku sudah merasa lebih baik sekarang, dan David sudah mengambil tindakan untuk mengatasi semua ini."Angel menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Aku tahu, Anya. Tapi aku tidak bisa hanya diam saja setelah apa yang mereka lakukan padamu. Aku ingin memastikan mereka
“Selamat datang kembali dirumah, istriku.” David membuka pintu untuk Anya.Mendengar sambutan itu membuat Anya tertawa, “Apa sih, Mas. Ayo masuk, disini panas.” Ucap Anya yang langsung di angguki oleh David.“Nyonya Anya, apakah nyonya sudah sembuh?” Tanya Bi Narsih saat ANya masuk ke dalam rumah.“Sudah bi, gimana kabar rumah?” Tanya Anya basa-basi.“Baik, nyonya. Tapi terasa sepi sata nyonya tidak ada.”Mendengar itu Anya tersenyum lalu masuk ke dalam kamarnya. Namun, hal pertama yang membuat dia terkejut saat masuk adalah Lemari miliknya terbuka dengan lebar.“Mas!” Teriak Anya dengan keras yang membuat David yang masih di luar kamar terkejut dan langsung masuk.“Ada apa?” Tanya David dengan khawatir karena takut jika terjadi apa-apa.Anya langsung menuju ke lemarinya yang terbuka, laci yang biasanya dia menyimpan perhiasan tidak ada.“Mas, perhiasanku hilang. Itu adalah mas kawin ku. Gimana mas?” Tanya Anya dengan panik, selain perhiasan itu mahal, itu adalah mas kawinnya yang di
“Ini perhiasanmu, aku berhasil mendapatkannya kembali.” Ucap David dengan lembut.Anya yang menerima itu langsung membuka kotak perhiasan itu, senyumnya merekah akhirnya dia bisa melihat kembali mas kawinnya.“Di mana mas? Apakah pencurinya sudah ditemukan?” Tanya ANya segera.David hanya tersenyum tak menjawab lebih, “Aku juga membelikanmu brankas untuk menyimpannya lebih aman.Anya yang mendengar itu mengangguk, “Terima kasih, Mas.”David mengangguk, “Aku masih ada urusan diluar, apakah tak masalah aku pegi lagi?” Tanya David.Anya mengangguk dan mengerti kesibukan David saat ini. “Pergilah, tapi kamu pulang sebelum malam kan?”David mengangguk, "Iya, sayang. Aku akan pulang sebelum malam. Jangan khawatir, aku akan memastikan semua urusan selesai secepat mungkin."Anya tersenyum, "Baiklah, hati-hati di jalan, Mas."David mencium kening Anya dengan lembut sebelum meninggalkan rumah. Di dalam mobilnya, dia merasa lega karena setidaknya perhiasan Anya sudah kembali. “Tuan, mobil sudah
“Kamu tidak seperti itu kan, Nggun?”Deg!Jantung Anggun terasa seperti berlari maraton sekarang.“M-mas, kamu menuduhku tidur dengan pria lain selain kamu? Kamu kan ingat kamu yang memecah perawanku dulu.” Ucap Anggun dengan pura-pura bersedih karena keraguan Dimas terhadap anak yang dia kandung sekarang.Dimas menghela napas panjang, mencoba meredakan ketegangan yang tiba-tiba muncul di antara mereka. "Bukan begitu maksudku, Nggun," ucapnya dengan suara yang lebih lembut. "Aku hanya khawatir, itu saja. Semua yang terjadi akhir-akhir ini membuatku merasa bingung dan cemas."Anggun mengusap perutnya yang membesar dengan lembut, menunduk seakan ingin menghindari tatapan Dimas. "Aku mengerti, Mas. Tapi percayalah, anak ini adalah anak kita. Aku tidak pernah mengkhianatimu."Dimas mengangguk, mencoba menenangkan dirinya. "Maafkan aku, Nggun. Aku hanya terlalu banyak pikiran."Anggun tersenyum samar, masih dengan ekspresi pura-pura sedih. "Aku paham, Mas. Aku hanya ingin kita fokus pada k
Anya duduk di kursi ruang tamu yang nyaman, matanya menatap kosong ke arah televisi yang menyala tanpa suara. Enam bulan pernikahan yang seharusnya menjadi momen-momen bahagia, kini terasa seperti beban tersendiri yang membuat dadanya sesak. Ia menghela napas panjang, mencoba melepaskan beban yang menghantuinya.Di sudut ruangan, , Dimas suaminya, tampak sibuk dengan ponselnya. Dulu, Dimas selalu menyempatkan waktu untuk mengobrol dan bercanda dengannya setiap malam. Tapi sekarang, perhatian Dimas lebih sering tertuju pada layar ponselnya daripada padanya. Anya merasakan ada sesuatu yang berubah, namun ia berusaha mengabaikan perasaannya itu.“Mas Dimas.” Anya akhirnya memecah kesunyian, suaranya bergetar sedikit. “Kamu ada waktu sebentar? Aku ingin bicara.”Dimas mengangkat pandangannya dari ponsel, sedikit terganggu. “Apa, Anya? Aku sedang sibuk, banyak kerjaan yang harus diselesaikan.”“Aku tahu, tapi ini penting. Kita perlu bicara tentang... tentang kita.”Dimas menghela napas ber
Di dalam mobil, Anya masih memikirkan ucapan Felisha atas kemungkinan jika Dimas mandul. Hingga saat sampai di depan rumah dan memakirkan mobilnya, Anya disambut dengan omelan ibu mertuanya."Dasar menantu tak tau diuntung! Bukannya ngurusin suami di rumah, ini malah kelayapan aja!"Anya terkejut karena suaminya tak mengatakan apapun tentang kedatangan wanita itu di rumahnya."Ibu, kamu disini?" Sapa Anya selembut mungkin dan ingin menyaimi tangan wanita itu. Namun tangannya segera di tepis.Lalu masuk sambil mengoceh atas ketidakhadiran Anya saat ibu mertuanya datang.“Bu, ada apa?” Tanya Dimas yang baru keluar dari kamarnya.“Lihat istrimu, bukannya mengurus rumah dan suami malah keluyuran saja. Pantas kalian tak segera mendapatkan momongan” Ucap Regina, ibu mertua Anya dengan tajam.Dimas hanya melirik ke arah Anya tanpa ingin membela istrinya, “Dia memang seperti itu, selalu seenaknya, bu. Ya sudah, ibu duduk dulu biar Anya membuatkan minum untuk ibu.” Ucap Dimas yang membimbing i