Di dalam mobil, Anya masih memikirkan ucapan Felisha atas kemungkinan jika Dimas mandul. Hingga saat sampai di depan rumah dan memakirkan mobilnya, Anya disambut dengan omelan ibu mertuanya.
"Dasar menantu tak tau diuntung! Bukannya ngurusin suami di rumah, ini malah kelayapan aja!"
Anya terkejut karena suaminya tak mengatakan apapun tentang kedatangan wanita itu di rumahnya.
"Ibu, kamu disini?" Sapa Anya selembut mungkin dan ingin menyaimi tangan wanita itu. Namun tangannya segera di tepis.
Lalu masuk sambil mengoceh atas ketidakhadiran Anya saat ibu mertuanya datang.
“Bu, ada apa?” Tanya Dimas yang baru keluar dari kamarnya.
“Lihat istrimu, bukannya mengurus rumah dan suami malah keluyuran saja. Pantas kalian tak segera mendapatkan momongan” Ucap Regina, ibu mertua Anya dengan tajam.
Dimas hanya melirik ke arah Anya tanpa ingin membela istrinya, “Dia memang seperti itu, selalu seenaknya, bu. Ya sudah, ibu duduk dulu biar Anya membuatkan minum untuk ibu.” Ucap Dimas yang membimbing ibunya untuk duduk.
“Kenapa kamu masih diam di sana, Anya? Ibu datang kamu malah tak segera menyiapkan minum!” Dimas menatap tajam Anya yang masih duduk disana.
Anya merasakan dadanya sesak mendengar ucapan suaminya yang tak berpihak padanya. Namun, ia menahan diri dan menuju dapur dengan langkah yang terasa berat. Air matanya nyaris jatuh, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat tanpa ingin terlihat lemah.
Setelah beberapa menit, Anya kembali dengan nampan berisi teh dan kue-kue kecil. Ia meletakkannya di meja di depan Regina dengan sikap sopan, meskipun hatinya terluka. "Ini minumnya, Bu," katanya pelan.
Regina menatap Anya dengan pandangan merendahkan. "Lain kali, lebih baik kamu di rumah saja. Jangan keluyuran tidak jelas, syukur-syukur kamu merawat diri agar Dimas semakin nafsu padamu dan kalian bisa segera mempunyai anak" katanya dengan suara yang tajam.
Anya hanya bisa mengangguk dan menunduk, mencoba menghindari topik ini lebih lanjut. Dimas duduk di sebelah ibunya, tanpa menunjukkan sedikitpun empati terhadap istrinya.
Setelah beberapa saat, Anya kembali ke dapur, berusaha mengalihkan pikirannya dengan membersihkan peralatan dapur.
Saat malam tiba, Anya menyiapkan makan malam untuk suami dan ibu mertuanya.
“Cih, masakanmu masih tidak enak saja. Pantas saja anakku semakin kurus.”
Anya mengabaikan kalimat tajam itu dan makan dengan tenang. Hingga Regina kembali bersuara.
“Ayahmu akan kembali besok, apakah kamu sudah menyiapkan apa yang ibu minta?” Tanya Regina pada Dimas dengan serius.
Dimas mengangguk sambil mengunyah makanannya, “Sudah, ibu tenang saja.”
Regina puas mendengarnya, “Jika saja ayahmu mendengar kabar bagus jika istrimu hamil, pasti kamu bisa mendapatkan proyek bagus darinya. Sayangnya istrimu tak berguna.” Ucap Regina sambil menyindir ke arah Anya.
Anya hanya diam dan terus fokus pada makanannya.
Begitu Anya berada di kamar, seluruh tekanan yang dia terima sedikit lepas. Hal itu bertepatan saat Dimas masuk ke dalam kamar mereka.
“Ibu berapa hari disini?” Tanya Anya sambil mendekati suaminya.
“Kamu tak suka ibu menginap disini?” Tanya Dimas dengan tajam.
Anya terdiam sejenak, mencoba memilih kata-kata yang tepat. “Bukan begitu, Mas. Aku hanya ingin tahu saja, supaya bisa menyiapkan segala sesuatunya dengan baik.”
Dimas mendesah, menatap istrinya dengan wajah lelah. “Ibu akan tinggal selama seminggu. Ayah juga akan datang besok, jadi pastikan semuanya beres.”
Anya mengangguk pelan. “Baik, Mas. Aku akan memastikan semuanya siap.”
Dimas kemudian pergi ke kamar mandi. Ketika pria itu keluar Anya berdiri lagi.
“Mas, hari ini masa suburku. Apakah kamu ingin bermain sebentar?” Tanya Anya dengan hati-hati, meskipun dia malu untuk meminta duluan tapi ini demi rumah tangga mereka.
“Tidak, aku lelah Anya. Kita seminggu sudah tiga kali, apa belum cukup?” Tanya Dimas dengan penolakan dingin.
Anya menghela nafasnya, “Baiklah, istirahat saja.” Anya mengalah.
Ini juga yang menjadi faktor Anya lama hamil, Dimas adalah pria dengan gairah yang lemah meskipun menggunakan obat sekalipun. Tubuhnya juga tidak buruk, bahkan dia termasuk memiliki postur tubuh ideal dan berisi di tempat yang seharusnya. Tapi dia merasa Dimas memiliki nafsu yang rendah.
Anya menatap Dimas dengan tatapan dalam hingga dia benar-benar memastikan Dimas tertidur. Jika mereka tak melakukannya malam ini, dia harus bisa mendapatkan cairan suaminya.
Dan sepuluh menit kemudian, dia menatap ke arah tabung kecil berisi cairan putih disana. Dia menutupnya dengan rapat agar tak terkena udara.
Dia langsung masuk ke kamar mandi dan menelepon Felisha disana.
“Halo, Fel. Aku sudah mendapatkannya. Bisakah kita bertemu?” Ucap Anya sambil menatap tabung kecil itu dengan wajah serius.
Dia akan mengetahui siapa yang bermasalah disini.
Lalu Anya segera menyimpan tabung kecil itu dengan baik, lalu kembali ke kamarnya.
Tapi saat dia ingin mematikan lampu kamar mereka, tiba-tiba ponsel Dimas menyala tanda ada pesan masuk.
Anya melihat siapa yang mengirim pesan malam-malam seperti ini, hingga ada nama yang tertera disana.
“Angga?” Gumam Anya.
Tapi bukan nama itu yang membuat Anya merasa aneh, tapi isi pesan tersebut yang membuatnya curiga.
‘Besok jadikan? Aku sudah memesan hotel biasa.’
Pesan itu sedikit aneh dan mencurigakan, untuk apa suaminya memesan hotel bersama seorang pria.
Tapi saat dia ingin mengecek lebih lanjut, anya tak bisa membuka kata sandi ponsel suaminya yang membuatnya menyerah.
“Besok sajalah, aku tanyakan pada mas Dimas.” Gumam Anya, dia yakin suaminya tak berani main kotor di belakangnya.
Tapi meskipun begitu, hatinya masih tidak tenang.
“Tapi apakah mas Dimas benar-benar setia?” Dia mulai sedikit ragu.
“Anya, kamu dipanggil pak Farhan.”Lamunan Anya tentang pesan semalam buyar saat teman sekantornya, Dina, mengejutkan dengan informasi itu. “Pak Farhan?” Beo Anya, tak biasanya bos mereka memanggilnya ke ruangan secara pribadi.Dina mengangguk dan pergi meninggalkan Anya yang masih dalam kebingungan.“Bapak memanggil saya?” Ucap Anya begitu dia sampai di ruangan pak Farhan, ketua cabang perusahaan tempat Anya bekerja.“Iya, Anya. Duduklah.” Pak Farhan tampak begitu ramah pada Anya saat ini, hal itu membuat jantung Anya semakin berdetak dengan cepat.“Ada apa ya, pak?”“Begini, perusahaan pusat mempromosikanmu menjadi manajer pemasaran karena kinerjamu cukup bagus.” Ucap pak Farhan yang membuat senyum Anya langsung merekah.“Tapi kamu pindah tugas di jakarta.” Lanjut pak Farhan, dan seketika senyum Anya langsung menghilang.Jakarta sangat jauh dari kalimantan, dan tak mungkin dia meninggalkan suaminya untuk bekerja.“Pak, tapi saya sudah menikah.” Pak Farhan mengangguk mengerti, “Aku
Anya terdiam di kamar, sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Setelah tadi dia memergoki Dimas tengah berteleponan dengan seseorang, pria itu pergi entah kemana. Sudah sampai selarut ini Dimas pergi tanpa ada kabar, hingga Anya tertidur dan berharap ketika dia bangun, Dimas sudah berada di sampingnya. Tapi, siapa sangka jika sampai pagi menjelang Dimas bahkan tak kembali. Tak ada jejak juga pria itu tertidur di sampingnya. “Kemana, Mas Dimas?” Gumam Anya. Gedoran pintu diluar kamar mengejutkannya, disana dia juga mendengar teriakan ibu mertuanya yang cukup keras. “Sudah siang begini masih tidur, pantas saja anakku malas bersamamu.” Pagi-pagi dia sudah mendengar omelan ibu mertuanya begitu ia membuka pintu kamar. Anya hanya diam, dan kemudian menguncir rambutnya yang panjang lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan. Jam masih menunjukkan lima pagi, tapi ibu mertuanya selalu saja mencari kesalahannya disini. Dengan cekatan Anya memotong sayur untuk
“Pertemuan ini ditunda, bawahannya bilang jika kolega kita mendadak ada urusan.” Ucap pak Farhan begitu Anya masuk ke ruangan yang sudah di pesan.Anya yang memang dalam pikiran kalut sedikit bersyukur dengan penundaan ini.“Apakah saya boleh cuti siang ini pak?” Tanya Anya dengan serius.Pak Farhan mengangguk mengerti, terlebih melihat apa yang terjadi tadi. “Baiklah, tenangkan pikiranmu dulu. Kamu boleh cuti setengah hari.” Ucap pak Farhan.Anya mengangguk lalu memesan taxi untuk kembali ke rumah, dia harus segera mendapatkan penjelasan dari Dimas sekarang.Begitu sampai di rumah, betapa terkejutnya dia jika Dimas masih membawa wanita itu dan lebih menyakitkannya lagi adalah ketika ibu mertuanya yang tampak menyambut selingkuhan suaminya dengan sangat baik.“Untunglah kamu pulang, buatkan minum untuk mereka.” Titah Regina tanpa ada empati dan malam mengelus perut wanita itu dengan penuh kasih.Anya mengepalkan tangannya dengan kuat, kesabarannya sudah berada di puncak.“Mas, jelaska
Anya masih mematung di depan pintu, hasil lab yang baru dia lihat saat ini membuat gejolak tersendiri dihatinya. Dan saat Anya masih berdiri mematung di depan pintu, pintu itu terbuka yang membuat Anya mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah David. Ternyata pintu itu tidak terkunci dan mungkin David tidak sabar menunggu Anya keluar.Tangannya masih menggenggam erat ke arah kertas hasil lab tersebut. David yang menyadari perubahan wajah Anya membuat pria itu penasaran.“Ada apa?” Tanya David dengan datar, tapi Anya merasa jika nada pria itu erlihat khawatir.Tapi Anya tak menjawab hingga David melihat ke arah surat hasil lab di tangannya.Tanpa pikir panjang, David langsung merebut kertas itu dari tangan Anya. Dia langsung membacanya, tak ada ekspresi lain yang David keluarkan selain wajah dingin dan rahang mengeras.“Jadi dia mandul?” Ucap David dengan dingin dan geram.Anya tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan ayah mertuanya tersebut, disana memang sudah tertulis dengan jel
Dimas terdiam cukup lama dengan pilihan yang diberikan oleh Anya.“Aku tak bisa memilih diantara kalian, Nya. Pria tidak masalah jika memiliki istri lebih dari satu, dan jaminanmu surga, Nya.” Dimas meyakinkan Anya saat ini.Anya menatap Dimas dengan tajam, merasa amarahnya semakin memuncak. "Mas, surga bukan dijamin dengan poligami, apalagi jika itu dilakukan tanpa keadilan dan kejujuran. Kamu telah mengkhianatiku dan sekarang meminta aku untuk menerima ini semua? Tidak, Mas. Aku tidak akan hidup dalam kebohongan dan ketidaksetiaan."Dimas terlihat bingung dan terdesak. "Tapi, Anya, aku mencintaimu. Aku hanya ingin kita semua bahagia."Anya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya meskipun hatinya bergemuruh. "Kamu tidak bisa mencintai seseorang dengan cara menghancurkan hatinya, Dimas. Jika kamu benar-benar mencintaiku, kamu akan menghormati perasaan dan kehormatan kita."Regina, yang sejak tadi diam di luar kamar langsung masuk dan mulai angkat bicara dengan nada taja
“Ini apartemen ayah mertuamu?” Felisha yang baru berkunjung pada pagi harinya langsung melihat desain interior apartemen tersebut.“Iya, padahal aku sudah mempunyai rumah di kota tapi memang tidak ada yang tahu.” Ucap Anya yang berada di dapur menyiapkan minuman untuk Felisha dan kembali ke ruang tamu.“Itu bagus, setidaknya dari pihak suamimu ada yang mendukungmu, Anya.” Ucap Felisha.Anya mengangguk, “Ya, aku juga bersyukur tentang hal itu. Aku juga belum menceritakan hal ini pada pamanku.”“Aku tak bisa membayangkan bagaimana marahnya pamanmu saat mengetahui kamu diperlakukan seperti ini. Tapi kamu belum menceritakan tentang Dimas yang mandul, Nya?”Anya menggeleng, “Aku akan mengatakan dan memberikan bukti di waktu yang tepat, aku ingin Dimas merasakan bahagia terlebih dahulu sebelum dia menghancurkannya sampai pria itu menjadi gila.”Felisha mengangguk setuju, dia juga merasa sakit hati saat sahabatnya di khianati. “Untung kamu tidak ingin di poligami, Nya. Jaman sekarang pria m
Di depan layar komputer yang masih menyala, Anya kembali melamun. Dina yang sudah tahu tentang permasalahan yang dialami Anya memilih untuk tidak mengajak wanita itu bicara.Hingga telepon kantor berbunyi, Dina segera bangkit dan mengangkatnya.“Ada, pak. Baik, pak.” Ucap Dina menjawab telepon tersebut lalu mendekati Anya.“Mba Anya, pak Farhan memanggil mba Anya.”Mendengar itu Anya mengangguk dan segera bangkit seolah tahu apa yang akan dibicarakan atasannya itu.Hingga dia sampai di ruangan pak Farhan, Anya langsung mengetuk pintu dan masuk.“Apa bapak memanggil saya?”Pak Farhan mengangguk dan segera menyuruh Anya untuk duduk.“Bagaimana, apakah kamu sudah memutuskan? Kali ini aku tak mendesakmu Anya, melihat kemarin kamu cuti pasti ada masalah yang menimpamu setelah kejadian di restoran itu.” Pak Farhan mengingatkan dengan raut wajah yang tampak ikut simpati.“Terima kasih pak atas perhatiannya. Berhubung bapak sudah tahu, saya akan menerimanya pak. Tapi mungkin butuh waktu satu
Anya masih termenung di dalam kamar, memikirkan Dimas yang benar-benar akan menikahi Anggun.Meskipun ada rasa sakit hati dan dendam yang memenuhi hatinya, tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri ada rasa tak rela. Hubungan mereka bukanlah sebentar terlebih mereka pacaran lebih dari tiga tahun tapi harus kandang di pernikahan yang ke enam bulan.Dia menangis untuk terakhir kalinya di malam ini dan berjanji dia akan benar-benar menghapus perasaannya.“Aku sangat mencintaimu, Nya. Mau kah kamu menikah denganku.”Anya mengingat lamaran Dimas padanya di sebuah restoran mewah di kota kalimantan. Dulu tak ada badai di rumah tangga mereka sebelum Regina mulai mengusik mereka di pernikahan mereka yang ke tiga bulan.“Ibu mertua memang maut untuk menantunya.” Gumamnya sambil mengusap air matanya.Saat dia membuka ponselnya untuk mengalihkan rasa sesaknya, tapi begitu dia membuka sosial medianya, banyak pesan masuk disana dan mengirimkan sebuah foto dan pesan yang tertulis.Anya segera membuka p