Share

BAB 2

Di dalam mobil, Anya masih memikirkan ucapan Felisha atas kemungkinan jika Dimas mandul. Hingga saat sampai di depan rumah dan memakirkan mobilnya, Anya disambut dengan omelan ibu mertuanya.

"Dasar menantu tak tau diuntung! Bukannya ngurusin suami di rumah, ini malah kelayapan aja!"

Anya terkejut karena suaminya tak mengatakan apapun tentang kedatangan wanita itu di rumahnya.

"Ibu, kamu disini?" Sapa Anya selembut mungkin dan ingin menyaimi tangan wanita itu. Namun tangannya segera di tepis.

Lalu masuk sambil mengoceh atas ketidakhadiran Anya saat ibu mertuanya datang.

“Bu, ada apa?” Tanya Dimas yang baru keluar dari kamarnya.

“Lihat istrimu, bukannya mengurus rumah dan suami malah keluyuran saja. Pantas kalian tak segera mendapatkan momongan” Ucap Regina, ibu mertua Anya dengan tajam.

Dimas hanya melirik ke arah Anya tanpa ingin membela istrinya, “Dia memang seperti itu, selalu seenaknya, bu. Ya sudah, ibu duduk dulu biar Anya membuatkan minum untuk ibu.” Ucap Dimas yang membimbing ibunya untuk duduk.

“Kenapa kamu masih diam di sana, Anya? Ibu datang kamu malah tak segera menyiapkan minum!” Dimas menatap tajam Anya yang masih duduk disana.

Anya merasakan dadanya sesak mendengar ucapan suaminya yang tak berpihak padanya. Namun, ia menahan diri dan  menuju dapur dengan langkah yang terasa berat. Air matanya nyaris jatuh, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat tanpa ingin terlihat lemah.

Setelah beberapa menit, Anya kembali dengan nampan berisi teh dan kue-kue kecil. Ia meletakkannya di meja di depan Regina dengan sikap sopan, meskipun hatinya terluka. "Ini minumnya, Bu," katanya pelan.

Regina menatap Anya dengan pandangan merendahkan. "Lain kali, lebih baik kamu di rumah saja. Jangan keluyuran tidak jelas, syukur-syukur kamu merawat diri agar Dimas semakin nafsu padamu dan kalian bisa segera mempunyai anak" katanya dengan suara yang tajam.

Anya hanya bisa mengangguk dan menunduk, mencoba menghindari topik ini lebih lanjut. Dimas duduk di sebelah ibunya, tanpa menunjukkan sedikitpun empati terhadap istrinya.

Setelah beberapa saat, Anya kembali ke dapur, berusaha mengalihkan pikirannya dengan membersihkan peralatan dapur. 

Saat malam tiba, Anya menyiapkan makan malam untuk suami dan ibu mertuanya.

“Cih, masakanmu masih tidak enak saja. Pantas saja anakku semakin kurus.” 

Anya mengabaikan kalimat tajam itu dan makan dengan tenang. Hingga Regina kembali bersuara.

“Ayahmu akan kembali besok, apakah kamu sudah menyiapkan apa yang ibu minta?” Tanya Regina pada Dimas dengan serius.

Dimas mengangguk sambil mengunyah makanannya, “Sudah, ibu tenang saja.”

Regina puas mendengarnya, “Jika saja ayahmu mendengar kabar bagus jika istrimu hamil, pasti kamu bisa mendapatkan proyek bagus darinya. Sayangnya istrimu tak berguna.” Ucap Regina sambil menyindir ke arah Anya.

Anya hanya diam dan terus fokus pada makanannya.

Begitu Anya berada di kamar, seluruh tekanan yang dia terima sedikit lepas. Hal itu bertepatan saat Dimas masuk ke dalam kamar mereka.

“Ibu berapa hari disini?” Tanya Anya sambil mendekati suaminya.

“Kamu tak suka ibu menginap disini?” Tanya Dimas dengan tajam.

Anya terdiam sejenak, mencoba memilih kata-kata yang tepat. “Bukan begitu, Mas. Aku hanya ingin tahu saja, supaya bisa menyiapkan segala sesuatunya dengan baik.”

Dimas mendesah, menatap istrinya dengan wajah lelah. “Ibu akan tinggal selama seminggu. Ayah juga akan datang besok, jadi pastikan semuanya beres.”

Anya mengangguk pelan. “Baik, Mas. Aku akan memastikan semuanya siap.”

Dimas kemudian pergi ke kamar mandi. Ketika pria itu keluar Anya berdiri lagi.

“Mas, hari ini masa suburku. Apakah kamu ingin bermain sebentar?” Tanya Anya dengan hati-hati, meskipun dia malu untuk meminta duluan tapi ini demi rumah tangga mereka.

“Tidak, aku lelah Anya. Kita seminggu sudah tiga kali, apa belum cukup?” Tanya Dimas dengan penolakan dingin.

Anya menghela nafasnya, “Baiklah, istirahat saja.” Anya mengalah.

Ini juga yang menjadi faktor Anya lama hamil, Dimas adalah pria dengan gairah yang lemah meskipun menggunakan obat sekalipun. Tubuhnya juga tidak buruk, bahkan dia termasuk memiliki postur tubuh ideal dan berisi di tempat yang seharusnya. Tapi dia merasa Dimas memiliki nafsu yang rendah.

Anya menatap Dimas dengan tatapan dalam hingga dia benar-benar memastikan Dimas tertidur. Jika mereka tak melakukannya malam ini, dia harus bisa mendapatkan cairan suaminya.

Dan sepuluh menit kemudian, dia menatap ke arah tabung kecil berisi cairan putih disana. Dia menutupnya dengan rapat agar tak terkena udara.

Dia langsung masuk ke kamar mandi dan menelepon Felisha disana.

“Halo, Fel. Aku sudah mendapatkannya. Bisakah kita bertemu?” Ucap Anya sambil menatap tabung kecil itu dengan wajah serius.

Dia akan mengetahui siapa yang bermasalah disini.

Lalu Anya segera menyimpan tabung kecil itu dengan baik, lalu kembali ke kamarnya.

Tapi saat dia ingin mematikan lampu kamar mereka, tiba-tiba ponsel Dimas menyala tanda ada pesan masuk.

Anya melihat siapa yang mengirim pesan malam-malam seperti ini, hingga ada nama yang tertera disana.

“Angga?” Gumam Anya.

Tapi bukan nama itu yang membuat Anya merasa aneh, tapi isi pesan tersebut yang membuatnya curiga.

‘Besok jadikan? Aku sudah memesan hotel biasa.’

Pesan itu sedikit aneh dan mencurigakan, untuk apa suaminya memesan hotel bersama seorang pria.

Tapi saat dia ingin mengecek lebih lanjut, anya tak bisa membuka kata sandi ponsel suaminya yang membuatnya menyerah.

“Besok sajalah, aku tanyakan pada mas Dimas.” Gumam Anya, dia yakin suaminya tak berani main kotor di belakangnya.

Tapi meskipun begitu, hatinya masih tidak tenang.

“Tapi apakah mas Dimas benar-benar setia?” Dia mulai sedikit ragu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
for you
kenapa ga di sumpal sayur mulut mertuanya biar ga banyak bacot
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status