Share

BAB 3

“Anya, kamu dipanggil pak Farhan.”

Lamunan Anya tentang pesan semalam buyar saat teman sekantornya, Dina, mengejutkan dengan informasi itu. 

“Pak Farhan?” Beo Anya, tak biasanya bos mereka memanggilnya ke ruangan secara pribadi.

Dina mengangguk dan pergi meninggalkan Anya yang masih dalam kebingungan.

“Bapak memanggil saya?” Ucap Anya begitu dia sampai di ruangan pak Farhan, ketua cabang perusahaan tempat Anya bekerja.

“Iya, Anya. Duduklah.” Pak Farhan tampak begitu ramah pada Anya saat ini, hal itu membuat jantung Anya semakin berdetak dengan cepat.

“Ada apa ya, pak?”

“Begini, perusahaan pusat mempromosikanmu menjadi manajer pemasaran karena kinerjamu cukup bagus.” Ucap pak Farhan yang membuat senyum Anya langsung merekah.

“Tapi kamu pindah tugas di jakarta.” Lanjut pak Farhan, dan seketika senyum Anya langsung menghilang.

Jakarta sangat jauh dari kalimantan, dan tak mungkin dia meninggalkan suaminya untuk bekerja.

“Pak, tapi saya sudah menikah.” 

Pak Farhan mengangguk mengerti, “Aku sangat tahu, tapi kalian belum mempunyai anakkan? Usiamu juga masih muda. Jika kinerjamu bagus disana, mungkin kamu akan dipromosikan lagi dan bisa kembali kesini.” Ucap pak Farhan meyakinkan Anya.

Tapi Anya hanya diam, “Pak, sepertinya saya butuh waktu.”

“Baiklah, tapi perusahaan tidak bisa menunggu lama.”

Setelah pak Farhan mengatakan hal tersebut, Anya bangkit dan pergi dari ruangan tersebut.

Entah dia menganggap ini sebagai berkah atau kesialan, jika saja mertuanya tak mendesaknya mungkin tanpa pikir panjang dia akan menerima tawaran itu. Dan menikmati pernikahan yang baru terjalin sebentar ini dengan bahagia.

Hingga notifikasi pesan masuk  membuat Anya mengalihkan pikirannya.

‘Beli kacang-kacangan nanti jika pulang kerja, ayah menyukai itu.’

Pesan itu dikirim oleh Dimas, membuat Anya mengingat jika ayah mertuanya akan datang nanti. Entah drama apa lagi yang harus dia hadapi.

Karena jujur saja dia bahkan belum pernah melihat ayah mertuanya langsung, bahkan disaat hari pernikahannya, ayah mertuanya tak hadir karena ada perjalanan bisnis yang katanya tidak bisa ditinggal.

“Apa dia sama dengan ibu mertua?” Gumamnya dengan lelah.

Terlebih mengingat pesan yang dia temui semalam, dia rasanya ingin gila sekarang.

Anya kemudian membereskan mejanya dan bersiap untuk pulang, dan saat dia sampai di rumah. Suasana rumah sudah cukup ramai.

Dia tahu jika ayah mertuanya adalah memiliki kekayaan yang cukup fantastis mengingat dia pemiliki kebun kelapa sawit terluas di negara ini, ditambah perusahaan yang beberapa tahun ini dia rintis berjalan cukup baik.

Tapi dia tak menyangka jika banyak pengawal yang berdiri di depan rumahnya untuk mengawal pria itu.

“Assalamualaikum.” Ucap Anya begitu dia masuk ke dalam rumah.

Seluruh atensi mengarah ke arah Anya saat ini, tatapan Anya sedikit terpaku pada sosok tinggi tegap yang tegah berdiri melihat ke arah foto pernikahannya.

Pria tampan yang hanya dia lihat di foto ternyata lebih gagah dari ekspektasinya, disana ayah mertuanya menatapnya dengan datar. David merupakan keturunan inggris-indonesia, namun wajah bulenya yang paling dominan di wajahnya yang tegas dan tampan.

“Waalaikumsalam.” Jawabnya dengan dingin.

Anya sedikit menelan ludahnya, aura ayah mertuanya begitu kuat yang membuat nyalinya semakin menciut.

“Kenapa masih berdiri disana? Ayo siapkan makan malam.” Suara ibu mertuanya yang garang membuat Anya tersadar dan segera masuk tanpa berani melihat ke arah ayah mertuanya  lagi.

Anya meletakkan belanjaannya di meja dapur. Mba Asih, pembantu panggilan yang hanya datang ketika ada acara tampak tersenyum pada Anya.

“Non Anya, sini biar saya yang memasukkannya ke toples.” Ucap mba Asih yang mengambil alih pekerjaan Anya.

Anya hanya mengangguk lalu rasa penasarannya membuatnya bertanya, “Mba Asih, kenal ayah sudah lama?”

Pertanyaan tersebut membuat mba Asih tersenyum, “Saya kurang tahu tentang bapak, non. Bapakkan dulu lama di inggris. Memang kenapa, non?”

Anya menggeleng dan membantu mba Asih menutup toples berisi berbagai jenis kacang di sana.

“Bapak tidak seperti ibu kok non, meskipun bapak terlihat dingin tapi dia tak banyak menuntut, jadi non Anya tenang saja jika takut bapak bertanya macam-macam.” Ucap mba Asih yang tahu kegelisahan Anya saat ini.

Anya tersenyum dan mengangguk, “Terima kasih, mba.”

Mereka berdua akhirnya menyiapkan toples berisi kacang tersebut ke meja ruang tamu, dimana David, ayah mertua Anya duduk.

Anya berusaha bersikap setenang mungkin dan meminimalisir kesalahan di depan mertuanya, dia tak ingin pertemuan pertama mereka meninggalkan kesan buruk.

Begitu selesai, Anya berniat kembali ke dapur. Tapi David menghentikan langkahnya.

“Duduk, kamu nyonya muda disini, bukan pembantu.” Ucap David dengan nada dingin.

Anya bahkan sampai menelan ludahnya dan mengangguk, “Baik, ayah.”

Hingga akhirnya Anya terjebak disana, hanya keheningan yang ada dan tatapan ayah mertuanya yang sedikit…. mengganggu ketenangan Anya saat ini.

“Bekerja dimana?” David akhirnya bersuara.

“Di perusahaan tekstil ayah, bagian pemasaran.” Jawab Anya, matanya masih belum berani menatap David secara langsung.

“Dimas yang membiarkanmu bekerja?” Tanya David dengan datar.

Sebelum Anya menjawab, tiba-tiba Regina yang baru dari dalam langsung menjawab.

“Tentu saja, mas. Sekarang jamannya wanita bekerja, agar dia tak menyusahkan putra kita.” Ucap Regina dengan tenang dan duduk di samping suaminya sambil menggandeng tangannya dengan mesra.

Anya yang melihat itu sedikit risih melihat ibu mertuanya yang terlihat begitu agresif meskipun berada di depannya. Tapi Anya bisa melihat ayah mertuanya juga tak nyaman dengan jarak istrinya itu.

“Dan kamu tahu mas? Anya bahkan belum hamil, itu membuatku malu dengan tetangga yang kemarin baru menikah tapi sudah langsung hamil.” Ucap Regina menambahi.

"Hamil bukan acara perlombaan." Bela David untuk Anya.

Tapi Regina masih tetap ingin menyudutkan Anya, "Tetap saja itu membuatku sangat malu."

Anya semakin tak nyaman duduk disana, terlebih api yang mulai di hidupkan mertuanya saat ini.

Untungnya Dimas pulang di waktu yang tepat sehingga percakapan itu berakhir sampai di sana, dan mereka memulai makan malam mereka.

Tapi ditengah-tengah makan malam yang tenang, tiba-tiba bunyi ponsel Dimas membuat mereka menatap ke arah pria itu.

“Maaf, aku angkat telepon terlebih dahulu.” Ucap Dimas segera setelah melihat siapa yang menelpon.

Anya terdiam disana, terlebih dia sempat melihat nama kontak yang tertera di ponsel suaminya itu.

Anya yan tak bisa menahan rasa penasarannya ikut pamit pergi dari ruang makan tersebut.

“Ayah, ibu, aku sudah selesai. Maaf tidak menunggu kalian selesai, karena ada pekerjaan yang harus aku kerjakan.” Alibinya yang kemudian pergi tanpa menunggu respon dari mereka.

Dia harus segera mengejar Dimas dan membuktikan kecurigaannya.

Tapi saat dia menghampirinya, dia hanya mendengar satu buah kalimat yang cukup membuatnya semakin penasaran.

“Iya, nanti aku transfer.” Ucap Dimas di seberang dengan nada sangat lembut.

Dan saat itu juga panggilan diputus oleh Dimas. Anya segera mendekati pria itu.

“Siapa mas?”

Dimas tampak terkejut dengan kehadiran Anya. Wajahnya terlihat pucat dan segera menyembunyikan ponselnya.

“Apa sih, kamu mengejutkanku. Sana minggir.” Marah Dimas yang langsung berlalu begitu saja, membuat Anya semakin curiga.

"Dia semakin berubah." Gumam Anya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
for you
perempuan klemar klemer
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status