Anya terdiam di kamar, sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
Setelah tadi dia memergoki Dimas tengah berteleponan dengan seseorang, pria itu pergi entah kemana. Sudah sampai selarut ini Dimas pergi tanpa ada kabar, hingga Anya tertidur dan berharap ketika dia bangun, Dimas sudah berada di sampingnya. Tapi, siapa sangka jika sampai pagi menjelang Dimas bahkan tak kembali. Tak ada jejak juga pria itu tertidur di sampingnya. “Kemana, Mas Dimas?” Gumam Anya. Gedoran pintu diluar kamar mengejutkannya, disana dia juga mendengar teriakan ibu mertuanya yang cukup keras. “Sudah siang begini masih tidur, pantas saja anakku malas bersamamu.” Pagi-pagi dia sudah mendengar omelan ibu mertuanya begitu ia membuka pintu kamar. Anya hanya diam, dan kemudian menguncir rambutnya yang panjang lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan. Jam masih menunjukkan lima pagi, tapi ibu mertuanya selalu saja mencari kesalahannya disini. Dengan cekatan Anya memotong sayur untuk dibuat sup dan menggoreng ayam, dia hanya memasak makanan yang cepat disajikan. Ibu mertuanya duduk sambil memakan kacang-kacangan di meja sambil menonton televisi gosip pagi. Anya menghela nafasnya, dia berharap ibu mertuanya segera kembali rumahnya dan pergi. “Masak apa?” Anya tersentak saat tiba-tiba, David berada di sampingnya. “A-ayah. Itu… Aku memasak sup dan ayam goreng. Apakah ayah ingin makanan lain?” Tanya Anya dengan gugup. David hanya melirik ke arah panci diatas kompor yang masih menyala lalu menata kembali ke arah Anya. “Dimana Asih?” Tanya David karena heran menantunya yang menyiapkan sarapan sendiri. “Itu, mba Asih memang hanya datang ketika ada acara besar. Sudah biasa kok, ayah. Apakah ayah ingin aku buatkan kopi?” Tanya Anya segera. David mengangguk dan duduk di meja makan. Anya segera menyiapkan kopi panas untuk pria itu, kata Dimas ayah mertuanya itu sangat menjaga gulanya sehingga dia sedikit menambahkan gula disana. Tapi entah mengapa Anya merasa saat dia menyiapkan kopi, David menatap ke arahnya. Anya benar-benar tertekan karena merasa seperti dia membuat kesalahan. Dia segera menghidangkan kopi itu dan kembali ke arah kompor untuk melanjutkan memasak. “Kenapa tidak pakai pembantu?” Suara David kembali terdengar, Anya berbalik dan bingung harus menjawab apa. Meskipun gajinya cukup untuk membayar pembantu, tapi Dimas dan ibu mertuanya ingin dia mengurus rumah sendiri. “Biar nyaman saja, ayah.” Jawab Anya dengan seadanya dan tak ingin menimbulkan masalah baru dan melanjutkan acara memasaknya. “Sudah matang?” Regina masuk ke ruang makan dengan tenang, disana dia melihat suaminya yang sudah duduk disana. “Mas, kamu disini rupanya.” Ucap Regina yang berubah menjadi lembut. Anya hanya diam dan menaruh masakannya di meja makan. “Dimana suamimu?” Tanya Regina saat tak melihat Dimas. “Semalam tidak pulang, bu.” Ucap Anya dengan tenang. Regina mendelik, “Pantas saja suamimu tak betah dirumah, kamu dirumah saja dekil seperti itu.” Anya hanya diam, bagaimana tidak dekil jika baru bangun harus menyiapkan sarapan untuk mereka bahkan dia belum mandi untuk persiapan kerja. Tapi menurutnya dia masih enak dipandang. “Ehem.” David menginstruksikan agar Regina tak melanjutkan ucapannya. Di tengah-tengah makan, Regina kembali bersuara yang membuat Anya tak berselera lagi. “Aku harap Dimas pulang membawa wanita lain, syukur-syukur yang sudah hamil.” “Regina.” David menekan suaranya dengan dingin, ucapan Regina sudah diluar batas. “Apa sih, mas. Pria tak masalah untuk poligami, di agama kita juga tidak melarang.” Anya menundukkan kepalanya, berusaha menahan amarahnya yang ingin keluar. Ucapan Regina sangat menyakitkan, tetapi dia berusaha tetap tenang di depan mertuanya. "Bu, maaf, aku akan bersiap-siap untuk kerja," kata Anya dengan suara pelan namun tegas, mencoba menghindari perdebatan lebih lanjut. Anya segera masuk kamar dan bersiap untuk pergi bekerja, rasanya begitu sesak disini terlebih tak ada yang membelanya. Setelah siap dengan pakaian kantornya, dia ingin melangkah keluar dari kamar. Namun, panggilan telepon masuk menghentikan langkahnya. “Halo, Fel?” Jawab Anya ketika panggilan tersambung. “Hasil lab suamimu sudah keluar, kapan kamu mengambilnya?” Tanya Felisha dari seberang sana. “Bagaimana hasilnya, Fel?” Tanya Anya tak sabaran. “Masih tersegel, kamu harus membukanya sendiri.” “Baiklah, jika nanti aku senggang aku akan mampir ke rumahmu untuk mengambilnya.” Ucap Anya lalu mematikan teleponnya. Dia sudah terlambat saat ini, dia harus bergegas pergi ke kantor. Tapi sialnya, ban mobilnya ternyata kempes. Disini perdesaan, dan tak ada angkutan umum yang lewat. “Ayo, aku antar.” Tiba-tiba suara ayah mertuanya mengejutkan Anya lagi. Entah mengapa pria itu sering mengejutkannya, tapi tawaran ayah mertuanya sangat dibutuhkan. Dia tanpa pikir panjang mengangguk. Di dalam mobil Anya hanya diam dan membaca proposal yang akan dia presentasikan nanti. Hingga akhirnya Anya sampai di kantornya, “Terima kasih, ayah. Maaf merepotkanmu.” Ucap Anya dan kemudian masuk ke dalam. “Diantar siapa, mba?” Tanya Dina yang kebetulan melihat Anya keluar dari mobil hiram dengan seorang pria matang yang tampan. “Mertua.” Jawab Aya singkat. “Mertua, mba Anya tampan sekali. Tapi kenapa wajah suami mba tidak mirip dengan ayahnya yaa. Kalau aku jadi mba Anya, aku sudah kepincut mertua sendiri. Hahaha.” Anya hanya tersenyum dengan gurauan Dina ini, tapi memang benar jika ayah mertuanya sepuluh kali lebih tampan dari suaminya. Tidak salah jika Anya berbicara seperti itu. “Oh iya mba, nanti rapatnya di restoran dekat mall yaa. Tadi pak Farhan baru saja mengabarkan secara mendadak.” Ucap Dina. “Tumben rapatnya diluar?” “Tidak tahu, katanya kolega ini lebih nyaman diluar.” Anya yang mendengarnya langsung mengangguk mengerti. Hingga pak Farhan menghampirinya dan mengajaknya berangkat ke restoran karena janji mereka jam 10 lalu dilanjutkan makan siang disana. “Kolega kita sangat penting, jadi jangan sampai kamu salah bicara, Anya. Beliau ingin investasi banyak jika kinerja kita bagus.” Ucap Farhan di mobil. “Baik pak.” Mereka keluar dari mobil dan masuk ke dalam restoran yang juga memiliki sebuah hotel yang cukup mewah di kota ini. Tapi langkah Anya berhenti saat melihat pemandangan di depannya. Dia dengan langkah cepat menghampiri dua orang yang tengah bermesraan di tempat umum dan seperti habis check out dari hotel ini. PLAK! Tamparan langsung mengenai pria itu yang tak lain adalah Dimas, yang tengah bersama dengan wanita yang Anya ketahui sebagai mantan kekasih suaminya dulu. Dimas terkejut dan menatap Anya dengan tatapan tak percaya, sementara wanita di sampingnya tampak gugup dan mencoba menjauh dari situasi yang memanas. "Anya, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Dimas dengan suara terputus-putus, berusaha mengendalikan situasi. Anya menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca, perasaan marah dan kecewa bercampur aduk di dalam dirinya. "Seharusnya aku yang bertanya, Mas. Apa yang kamu lakukan di sini dengan dia?" Anya menunjuk wanita yang berada di samping Dimas. Sebelum Dimas sempat menjawab, pak Farhan yang ikut bersama Anya segera menghampiri mereka. "Anya, apa yang terjadi? Kita punya janji penting sekarang," katanya dengan nada tegas namun prihatin. Anya yang mendengar itu langsung menatap ke arah pak Farhan, dan mengangguk. “Bapak duluan saja.” Ucap Anya dengan tegas lalu menatap ke arah Dimas. “Mas, aku butuh penjelasan. Aku harap apa yang ada di pikiranku salah,” Ucap Anya yang kemudian masuk ke dalam untuk bertemu dengan kolega, dalam keadaan apapun dia harus profesional.“Pertemuan ini ditunda, bawahannya bilang jika kolega kita mendadak ada urusan.” Ucap pak Farhan begitu Anya masuk ke ruangan yang sudah di pesan.Anya yang memang dalam pikiran kalut sedikit bersyukur dengan penundaan ini.“Apakah saya boleh cuti siang ini pak?” Tanya Anya dengan serius.Pak Farhan mengangguk mengerti, terlebih melihat apa yang terjadi tadi. “Baiklah, tenangkan pikiranmu dulu. Kamu boleh cuti setengah hari.” Ucap pak Farhan.Anya mengangguk lalu memesan taxi untuk kembali ke rumah, dia harus segera mendapatkan penjelasan dari Dimas sekarang.Begitu sampai di rumah, betapa terkejutnya dia jika Dimas masih membawa wanita itu dan lebih menyakitkannya lagi adalah ketika ibu mertuanya yang tampak menyambut selingkuhan suaminya dengan sangat baik.“Untunglah kamu pulang, buatkan minum untuk mereka.” Titah Regina tanpa ada empati dan malam mengelus perut wanita itu dengan penuh kasih.Anya mengepalkan tangannya dengan kuat, kesabarannya sudah berada di puncak.“Mas, jelaska
Anya masih mematung di depan pintu, hasil lab yang baru dia lihat saat ini membuat gejolak tersendiri dihatinya. Dan saat Anya masih berdiri mematung di depan pintu, pintu itu terbuka yang membuat Anya mendongakkan kepalanya dan melihat ke arah David. Ternyata pintu itu tidak terkunci dan mungkin David tidak sabar menunggu Anya keluar.Tangannya masih menggenggam erat ke arah kertas hasil lab tersebut. David yang menyadari perubahan wajah Anya membuat pria itu penasaran.“Ada apa?” Tanya David dengan datar, tapi Anya merasa jika nada pria itu erlihat khawatir.Tapi Anya tak menjawab hingga David melihat ke arah surat hasil lab di tangannya.Tanpa pikir panjang, David langsung merebut kertas itu dari tangan Anya. Dia langsung membacanya, tak ada ekspresi lain yang David keluarkan selain wajah dingin dan rahang mengeras.“Jadi dia mandul?” Ucap David dengan dingin dan geram.Anya tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan ayah mertuanya tersebut, disana memang sudah tertulis dengan jel
Dimas terdiam cukup lama dengan pilihan yang diberikan oleh Anya.“Aku tak bisa memilih diantara kalian, Nya. Pria tidak masalah jika memiliki istri lebih dari satu, dan jaminanmu surga, Nya.” Dimas meyakinkan Anya saat ini.Anya menatap Dimas dengan tajam, merasa amarahnya semakin memuncak. "Mas, surga bukan dijamin dengan poligami, apalagi jika itu dilakukan tanpa keadilan dan kejujuran. Kamu telah mengkhianatiku dan sekarang meminta aku untuk menerima ini semua? Tidak, Mas. Aku tidak akan hidup dalam kebohongan dan ketidaksetiaan."Dimas terlihat bingung dan terdesak. "Tapi, Anya, aku mencintaimu. Aku hanya ingin kita semua bahagia."Anya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya meskipun hatinya bergemuruh. "Kamu tidak bisa mencintai seseorang dengan cara menghancurkan hatinya, Dimas. Jika kamu benar-benar mencintaiku, kamu akan menghormati perasaan dan kehormatan kita."Regina, yang sejak tadi diam di luar kamar langsung masuk dan mulai angkat bicara dengan nada taja
“Ini apartemen ayah mertuamu?” Felisha yang baru berkunjung pada pagi harinya langsung melihat desain interior apartemen tersebut.“Iya, padahal aku sudah mempunyai rumah di kota tapi memang tidak ada yang tahu.” Ucap Anya yang berada di dapur menyiapkan minuman untuk Felisha dan kembali ke ruang tamu.“Itu bagus, setidaknya dari pihak suamimu ada yang mendukungmu, Anya.” Ucap Felisha.Anya mengangguk, “Ya, aku juga bersyukur tentang hal itu. Aku juga belum menceritakan hal ini pada pamanku.”“Aku tak bisa membayangkan bagaimana marahnya pamanmu saat mengetahui kamu diperlakukan seperti ini. Tapi kamu belum menceritakan tentang Dimas yang mandul, Nya?”Anya menggeleng, “Aku akan mengatakan dan memberikan bukti di waktu yang tepat, aku ingin Dimas merasakan bahagia terlebih dahulu sebelum dia menghancurkannya sampai pria itu menjadi gila.”Felisha mengangguk setuju, dia juga merasa sakit hati saat sahabatnya di khianati. “Untung kamu tidak ingin di poligami, Nya. Jaman sekarang pria m
Di depan layar komputer yang masih menyala, Anya kembali melamun. Dina yang sudah tahu tentang permasalahan yang dialami Anya memilih untuk tidak mengajak wanita itu bicara.Hingga telepon kantor berbunyi, Dina segera bangkit dan mengangkatnya.“Ada, pak. Baik, pak.” Ucap Dina menjawab telepon tersebut lalu mendekati Anya.“Mba Anya, pak Farhan memanggil mba Anya.”Mendengar itu Anya mengangguk dan segera bangkit seolah tahu apa yang akan dibicarakan atasannya itu.Hingga dia sampai di ruangan pak Farhan, Anya langsung mengetuk pintu dan masuk.“Apa bapak memanggil saya?”Pak Farhan mengangguk dan segera menyuruh Anya untuk duduk.“Bagaimana, apakah kamu sudah memutuskan? Kali ini aku tak mendesakmu Anya, melihat kemarin kamu cuti pasti ada masalah yang menimpamu setelah kejadian di restoran itu.” Pak Farhan mengingatkan dengan raut wajah yang tampak ikut simpati.“Terima kasih pak atas perhatiannya. Berhubung bapak sudah tahu, saya akan menerimanya pak. Tapi mungkin butuh waktu satu
Anya masih termenung di dalam kamar, memikirkan Dimas yang benar-benar akan menikahi Anggun.Meskipun ada rasa sakit hati dan dendam yang memenuhi hatinya, tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri ada rasa tak rela. Hubungan mereka bukanlah sebentar terlebih mereka pacaran lebih dari tiga tahun tapi harus kandang di pernikahan yang ke enam bulan.Dia menangis untuk terakhir kalinya di malam ini dan berjanji dia akan benar-benar menghapus perasaannya.“Aku sangat mencintaimu, Nya. Mau kah kamu menikah denganku.”Anya mengingat lamaran Dimas padanya di sebuah restoran mewah di kota kalimantan. Dulu tak ada badai di rumah tangga mereka sebelum Regina mulai mengusik mereka di pernikahan mereka yang ke tiga bulan.“Ibu mertua memang maut untuk menantunya.” Gumamnya sambil mengusap air matanya.Saat dia membuka ponselnya untuk mengalihkan rasa sesaknya, tapi begitu dia membuka sosial medianya, banyak pesan masuk disana dan mengirimkan sebuah foto dan pesan yang tertulis.Anya segera membuka p
Anya mengira setelah pulang dari butik dia akan kembali apartemen dan bebas. Ternyata apa yang dia pikirkan salah.“David, kenapa kita berhenti disini?” Tanya Anya pada David.Tapi pria itu hanya tersenyum tipis dan keluar dari mobil begitu saja. Anya pun dengan enggan mengikuti David keluar dari mobil.Anya merasa sedikit canggung saat mengikuti David masuk ke restoran mewah itu. Para pengunjung lainnya yang menggunakan setelan jas dan gaun indah membuatnya merasa kurang sesuai dengan pakaian kerjanya. Namun, David tampak tidak terpengaruh dan terus berjalan menuju meja yang sudah dipesan sebelumnya.Setelah mereka duduk, seorang pelayan datang dengan menu, namun David langsung memberi isyarat bahwa mereka tidak membutuhkannya. “Saya sudah memesan makanan sebelumnya,” kata David kepada pelayan.Anya menatap David dengan bingung. “Kenapa kita disini?”David tersenyum, kali ini senyum yang lebih hangat. “Aku pikir kamu membutuhkan sedikit hiburan setelah semua yang kamu alami. Makan ma
Hari pernikahan Dimas tiba, cuaca yang sedikit mendung menambah ketenangan di hati.Anya yang berhias dengan gaun indah berwarna marun dengan berlian yang menghiasi leher dan telinganya menambah kesan glamour.Tak ada rasa sedih ataupun senang di wajahnya yang ayu, hanya ada ketegasan dan ketidakpedulian disana.Dengan dijemput oleh orang suruhan David, Anya mulai berangkat ke acara pernikahan yang berlangsung di rumah Dimas dimana dibangun untuk hadiah pernikahannya dengan pria itu.“Non kata tuan jika nanti tidak sanggup kita bisa kembali lebih dulu.” Ucap supir itu pada Anya.David mungkin khawatir jika Anya tak sanggup melihat Dimas yang masih menjadi suaminya mengucapkan sumpah janji pernikahan dengan wanita lain.“Aku tak lemah hanya karena itu.” Ucap Anya dengan datar.Dan pria itu terdiam dan mengangguk, tidak ada obrolan lagi di sana hingga Anya sampai di halaman rumah yang sudah diubah menjadi acara pesta pernikahan.Senyum miring Anya terbit, ternyata acaranya tak lebih bes