Lily menarik napas dalam dan menghembus dengan cepat.
"Baguslah kalau kamu masih punya perasaan begitu," sahut Lily jengkel.
"Ya sudah! Kalau gitu ikutin aja kata suamimu ini," sahut Arjuna acuh, langsung berbaring kembali sambil meraih guling.
Lily mendelik, melihat Arjuna yang sudah meringkuk lagi di tempat tidur. Karena belum ada lemari tempat menyimpan pakaiannya sendiri, Lily memutuskan untuk keluar.
Ia menuju kamar Abidzar dan Hussein. Tidak terlalu berdebu, sepertinya rajin di sapu. Lemari lama Abi dan Husen juga tidak berpindah tempat. Tangan Lily langsung bergerak, membersihkan lemari dengan kemoceng yang masih bergantung di sebelahnya.
Setelah cukup bersih, ia mulai menyusun kembali pakaian kedua anaknya, bergantian. Abidzar dan Hussein sendiri, langsung bermain keluar. Mereka seperti kangen sekali dengan lingkungan rumah tersebut.
Setelah kamar Abi dan Husen sudah siap untuk di tempati, Lily merebahkan tubuhnya ke pemb
Sore harinya, Arjuna heran melihat Lily yang masih saja berada di tempat tidur. Arjuna yang baru kembali dari lari-lari sore, langsung mendekat."Tadi gayanya sok enggak mau tidur di sini. Sudah masuk, eh! Enggak mau keluar-keluar lagi. Mulai betah ya?" ledek Arjuna.Wajah Lily langsung memerah mendengar ucapan Arjuna, membuatnya makin enggan menampakkan wajah."Ly! Kamu sakit?" tanya Arjuna mendadak serius melihat Lily diam saja, dan tidak menjawab ucapannya seperti biasa."Ho-oh. Sakit!" ucap Lily akhirnya dengan suara yang dibuat selemas mungkin. Berpura-pura sakit sepertinya adalah solusi terbaik untuk dapat kesempatan berbaring dengan tenang.Arjuna tidak menjawab apa-apa lagi. Ia langsung melangkah ke dapur menemui Nessa yang baru saja selesai membuatkan kopi untuk suaminya."Nes, kalau kopi Rizal sudah selesai, tolong buatkan istriku bubur ayam ya! Yang enak! Jangan keasinan. Dia lagi enggak enak badan!" perintah Arjuna seperti
Melihat Rizal hanya diam, Nessa meninggalkannya di kamar. Ia bergegas menuju ruang tamu. Ia melihat Arjuna sedang duduk santai di sofa. Cepat-cepat Nessa berbalik menghindari Arjuna. Tapi sial, Arjuna terlanjur melihat keberadaannya."Nes, buburnya sudah matang? Tolong bawakan ke kamar, bisa ya?"Tenggorokan Nessa terasa tercekat. Semula ia ingin menolak dengan kata-kata kasar. Tapi langsung berubah pikiran, saat menyadari ini kesempatannya menemui Lily. Ini kesempatannya untuk berbicara empat mata dengan Lily. Kebetulan masih ada hal yang ingin ia katakan, yang selama ini menggangu pikirannya."Bisa Kak. Tenang aja, sebentar kuambil dulu buburnya, sekalian nyuapin juga bisa. Kak Juna santai aja di sini," ucap Nessa berpura-pura bersikap lembut.Arjuna mengangguk kecil mendengar ucapan Nessa. Nessa langsung berbalik menuju dapur, untuk memindahkan semua bubur dari panci kecil ke mangkuk yang agak besar. Dengan langkah cepat, ia menuju ke
Lily melangkah dengan cueknya. Arjuna menarik mundur empat buah kursi. Lily memaksakan diri untuk tersenyum supaya terlihat senang atas tindakan dan perhatian Arjuna. Setelah duduk, ia meraih piring untuk kedua anaknya terlebih dahulu."Abi, pakai apa?" tanya Lily."Ayam goreng bagian pahanya, Ma!" Abizar berbicara penuh semangat."Hussein juga mau ayam?"Hussein mengangguk. Lily langsung mengambil bagian yang diminta oleh kedua anaknya. Setelah itu ia meraih satu piring makan lagi, mengisinya dengan nasi lalu meletakkan di hadapannya.Tapi sesaat kemudian, buru-buru ia menggeser piringnya ke hadapan Arjuna karena merasa ada yang menginjak kakinya dari bawah meja. Itu pasti perbuatan Arjuna!"Makasih ya, Dek," ucap Arjuna membuat Lily terpaksa tersenyum meski hanya sedikit."Mau lauk sama sayur apa?" tanya Lily berusaha berbicara semesra mungkin, padahal ucapan terima kasih dari Arjuna tadi sudah cukup me
Lily menepis tangan Arjuna begitu mereka sudah menjauh dari ruang makan."Juna! Apa maksudmu tadi? Kamu pasti lagi mengigau ya?" Lily menarik Arjuna cepat-cepat menuju kamar mereka."Aku serius!""Tapi kamu kok berani ngusir Rizal di depan ibu? Bukannya ini rumah orang tuamu ya?""Emang!" sahut Arjuna singkat."Lalu? Kenapa ibu diam saja tadi?" Lily semakin tak mengerti. Biasanya Bu Erna bergerak cepat saat ada yang menindas anak dan mantu kesayangannya."Dia tidak berhak, karena bukan ibu kandungku," sahut Arjuna sambil duduk ditepi ranjang."Hah?" Lily kaget bukan kepalang. Ia ikut duduk dengan wajah antusias di samping Arjuna, berharap ada tambahan penjelasan."Ya, rumah ini didirikan di atas tanah ibu kandungku. Surat-suratnya pun atas nama ibu kandungku dulu karena ayah membangunnya saat ibu masih hidup."Penjelasan Arjuna membuat Lily tercengang sejenak."Berarti kamu dan Rizal?" tany
Arjuna yang baru keluar dari kamar mandi baru mengerti, kenapa tadi serba buru-buru. Rupanya ia ingin menguasai tempat tidur sendirian malam ini. Arjuna mencebik sambil meraih kopiah. Kemudian ia salat dengan khusuk di atas sajadah yang sudah terhampar, bekas Lily salat tadi. Selesai salat, Arjuna masih santai berzikir dan berdoa.Setelah itu, Arjuna meraih bantal, selimut, dan guling yang berceceran di lantai, kemudian mengembalikannya ke atas kasur. Lily berbalik dan menendang gulingnya pelan, hingga terjatuh lagi. Arjuna meraih guling kembali, kemudian menjatukan bersama dirinya di ranjang, bersebelahan dengan Lily yang langsung duduk, dan menyandarkan tubuhnya ke dinding."Juna ... mending kamu tidur dibawah dulu deh, malam ini. Kita gantian, besok-besok aku!" bujuk Lily yang nampak enggan berbagi tempat tidur dengan Arjuna."Ngapain? Jaman sudah enak kok dibuat-buat susah," jawab Arjuna acuh. Lily menarik napas panjang.Ia langsung turun
***"Ly! Pejam dong!" ucap Arjuna mulai merasa tangannya pegal, setengah jam waktu berjalan sejak ia mulai mengipas Lily tadi."Nonton kok sambil pejam!" jawab Lily."Yaa ... tivinya dimatikan. Kapan kamu tidurnya, kalau sambil nonton?""Kapan-kapan," jawab Lily yang sebenarnya sudah sangat berusaha menahan ngantuk. Ia bertahan demi mengerjai Arjuna saja.Arjuna pasrah, terus mengipas Lily yang juga mulai terpejam-pejam sendiri. Sampai akhirnya, mereka berdua sama-sama tak tahu, siapa yang duluan terlelap di antara mereka berdua di malam pertama mereka sebagai suami istri dadakan.***"Hih! Juna! Juna! Bangun, heh!" Lily memberontak, saat merasa ada beban berat yang menimpanya pagi-pagi, dan ternyata Arjuna tidur masih memegang kipas bertumpu di belakangnya yang masih setia dengan posisi miring.Rupanya mereka berdua semalam sama-sama tertidur nyenyak, sampai tak ada yang merubah posisi masing-masing. Hanya Arjuna yang ambruk
Dua tamparan berturut-turut Nessa hadiahkan di pipi Rizal. Ia menarik paksa suaminya masuk ke kamar kembali dan mengunci dari dalam.Di luar kamar, Bu Erna hanya bisa menelan saliva. Tak tahu harus berbuat apa. Memarahi Arjuna sangat tidak mungkin, walaupun ingin. Akhirnya ia kembali ke dapur saja untuk memasak. Terserah ada yang mau makan atau tidak. Ia berusaha mengalihkan kegugupan dan rasa malunya dengan mengolah makanan.Arjuna sendiri langsung kembali ke kamar bersama Lily. Kali ini Lily memilih berjalan di belakang Arjuna."Dulu kamu sering ngusir aku. Berarti kamu serius waktu itu ya," ucap Lily dari belakang Arjuna."Bu-kan gitu juga maksudku, Ly!" jawab Arjuna ragu-ragu."Bilang aja, iya! Gitu aja kok repot!" balas Lily ketus sambil merapikan tempat tidur yang acak-acakan."Kalau aku tahu dari dulu ini rumahmu, sejak pertama diusir aku sudah minggat, Juna! Huh!" ucap Lily tiba-tiba sebal, mengingat ucapan-ucapan Arjuna
"Sepertinya dia enggak butuh terima kasih," gumam Lily sebal.Akhirnya, Lily pergi ke kamar anaknya, untuk mencari baju dan perlengkapan lain. Apabila ke pantai, Abidzar dan Husen pasti bermain pasir dan mandi. Setelah memilih dua pasang baju ganti dan handuk, Lily melangkah kembali ke kamar, untuk menyiapkan bajunya juga. Untuk Arjuna, ia tak tahu, apakah harus membawa baju juga, atau ia hanya akan berperan sebagai sopir mereka saja hari ini."Bajuku, muat enggak di situ?" tanya Arjuna tiba-tiba keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambutnya yang basah."Bawa baju juga, to? Kirain enggak!" Lily menoleh sebentar."Mau liat aku pulang telanjang?""Ha? Hiih ... enggaklah!.Muat kok, muat." Lily mengendikkan bahu, sambil cepat-cepat membuka tas.Arjuna meraih satu baju, dan satu celana setelan santai. Tak lupa ia menyertakan satu celana dalam. Arjuna melemparnya ke dekat tas hingga celana dalamnya keluar dari sela baju dan celanan