Suasana persidangan tertutup yang hanya dihadiri oleh sejumlah petinggi. Para reporter berkumpul di luar menunggu hasil tersebut.Hakim negara duduk tegak di balik meja pengadilan, mengawasi ruangan yang dipenuhi oleh para pejabat tinggi yang datang untuk menyaksikan persidangan tersebut. "Jenderal Charlie, hasil laporan medis mengatakan bahwa Anda adalah seorang penderita CIPA. Kenapa selama ini Anda menyembunyikan dari semua orang?" tanya Hakim negara dengan tegas. "Anda harusnya sudah tahu sejak awal, bahwa seorang prajurit harus memiliki tubuh yang sehat agar tidak menganggu aktivitas prajurit lainnya. Seperti di medan perang. Akan tetapi, Anda memilih diam. Apa penjelasan Anda?" Jenderal Charlie menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya sebelum menjawab pertanyaan Hakim negara. "Yang Mulia, saya memang menyembunyikan kondisi saya karena saya tidak ingin diperlakukan berbeda oleh rekan-rekan saya di militer. Selain itu saya yakin bahwa saya akan menjadi anggot
Hakim terlihat serius membaca berkas yang diberikan oleh Micheal. Di tangannya, foto-foto mengerikan kecelakaan Hanz terpampang jelas. Setiap foto menunjukkan betapa parahnya kecelakaan itu dan bagaimana nasib malang yang menimpa Hanz. Hakim tak mampu menahan emosi saat melihat kondisi Hanz yang sangat mengenaskan dalam foto itu. Selain hakim, Micheal juga memberikan foto tersebut kepada para petinggi yang hadir di ruangan itu. Mereka saling berpandangan, satu sama lain terlihat terkejut dan sedih dengan apa yang mereka lihat. Micheal kemudian mulai berbicara, "Tanggal 18 Februari lalu, korban Hanz Savaldo mengalami kecelakaan tragis yang merenggut nyawanya. Pelakunya yang tidak bertanggung jawab langsung kabur setelah memastikan korban sudah tidak berdaya dan sekarat. Beberapa hari yang lalu, pihak kepolisian berhasil menemukan pelakunya. Segala bukti sudah kami tahan," ucap Micheal dengan nada tegas dan penuh emosi. Semua orang yang hadir di ruangan itu terdiam, mencerna informas
Kemarahan meluap di wajah Ronald, urat-urat di dahinya menegang dan matanya menyala. Ia tidak bisa menahan emosinya lagi, bangkit berdiri dari kursinya, dan berteriak dengan suara lantang, "Jaksa Loas! Apakah kamu disuap? Berani sekali kau menuduhku! Semua ini tidak benar sama sekali!" Serentak, seluruh ruangan pengadilan terdiam. Jaksa penuntut hukum, Micheal, tak gentar. Ia menatap Ronald dengan tatapan tajam dan berkata dengan mantap, "Apa yang dikatakan oleh saya adalah benar. Saat itu, demi membungkam rahasia ini, Anda meminta anggota-anggotamu membunuh semua pelayan dan anggota kediaman mantan perdana menteri. Karena mereka adalah saksi mata." Hakim dan para petinggi yang hadir dalam ruangan pengadilan terlihat kecewa dengan sikap Ronald yang semakin meradang. Wajah mereka penuh kebencian dan ketidakpercayaan terhadap pria yang dulu dianggap sebagai sosok terhormat. Mereka menatap Ronald dengan pandangan yang mencerminkan rasa kecewa yang mendalam. Di tengah heningnya ruangan
Begitu pintu ruangan persidangan terbuka, seluruh mata tertuju pada seorang pria tua dan lemah yang datang dengan kursi roda. Ia didorong oleh Vivian dan dokter Cale. Wajah pria itu pucat, dengan garis-garis yang jelas tergambar di wajahnya, menunjukkan perjuangan yang panjang dalam hidupnya. Semua petinggi, termasuk Ronald yang mengenal sosok pria tersebut, langsung bangkit dan terbelalak kaget. Seorang perdana menteri yang hilang tanpa jejak selama 35 tahun kini muncul di hadapan mereka dalam kondisi yang jauh dari kesan seorang pemimpin. Charlie, juga ikut bangkit dan hampir tidak percaya melihat sosok di depannya. Ayahnya, yang selama ini dikabarkan koma, kini telah sadar dan hadir di tengah persidangan penting ini. Suasana ruangan seketika menjadi hening. Ia sama sekali belum mengetahui tentang kesadaran ayahnya itu.Ronald merasa ajal sudah tiba, ketika melihat sosok yang tak pernah ia duga akan muncul di ruang persidangan. Mike, pria yang selama ini dia kurung. tiba-tiba mun
" Pa, dari sejak kecil aku berusaha untuk berlatih lebih keras, Agar aku bisa berhasil menjadi seorang Militer yang melindungi negara kita. Dan aku berhasil. Pa, aku tidak pernah menyesalinya. Walau kondisiku akan semakin memburuk. Akan tetapi, Aku tidak ingin hanya menjadi seorang pesakit. Aku tidak ingin dikalahkan oleh CIPA. Oleh sebab itu aku sangat yakin dengan setiap langkah yang aku lalui," Ujar Charlie."Papa mengerti maksudmu, Bryan, Kamu menjadi anak kebanggaan keluarga kita. Mamamu pasti bahagia di alam sana. Walau hidupku gagal melindungi-mu dan mama-mu. Tapi, kamu harus melindungi keluargamu dengan baik. Vivian adalah gadis yang baik. Cintai dan hargai dia dengan tulus. Jangan sakiti perasaan seorang wanita. Karena dia akan menjadi pedamping hidupmu selamanya!" kata Mike.Bryan tersenyum dan mengangguk," Tenang saja! Vivian adalah istriku. Aku akan melindunginya dengan baik."Pukul 23.00Bryan dan Vivian duduk berdampingan di sofa yang empuk di kamar mereka. Dalam kehenin
Para petinggi berkumpul di ruangan yang megah, dindingnya dipenuhi dengan bendera dan lambang negara. Setelah tiga tersangka berhasil ditahan, Mereka semua kembali ke gedung pemerintah.Keputusan mengenai jabatan Charlie Parkitson menjadi topik utama pembahasan mereka. Suasana ruangan terasa berat, penuh tekanan dan ketegangan. "Setelah kami berunding mengenai jabatan Jenderal Charlie...," ucap salah seorang petinggi, terhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Maksud kami adalah Jenderal Bryan Anderson. Kami telah memutuskan berharap Anda tetap menjabat sebagai Jenderal kebanggaan negara kita," ucap petinggi itu dengan tegas dan penuh keyakinan. Suasana di ruangan semakin hening, semua mata tertuju pada Bryan yang masih belum memberikan jawaban. Bryan menarik napas dalam-dalam, menatap para petinggi satu per satu sebelum akhirnya mengeluarkan suara yang menjadi penentu nasibnya dan negara.Bryan mengingat kembali permintaan istrinya yang berharap dirinya berhenti dengan urusan negara. "J
Emily tersinggung dengan perkataan Jaksa itu," Kenapa kamu bicara seperti itu padaku? Seolah-olah aku mengodanya. Kita sudah saling kenal, Micheal. Aku adalah seorang dokter lulusan dari Kanada. Apa mungkin aku akan melakukan hal serendah itu?" ujar Emily.Micheal tersenyum sinis saat berkata, "Apa yang kamu katakan berbeda dengan pikiranmu. Emily, Bryan, dan Vivian adalah pasangan yang tidak terpisahkan. Jadi, tolong jaga jarakmu dengan dia!" ucapnya dengan tegas. Tangannya dikepal erat, mencoba menenangkan diri. Setelah itu, Micheal melangkah menghampiri mobilnya, berusaha menyembunyikan rasa marah yang tengah meluap. Alexa, yang berdiri di samping mobil, merasakan suasana yang tidak menyenangkan. Ia menatap Emily dengan sedikit kesal dan di satu sisi ia masih berduka karena baru mengantar kepergian temannya. "Aku akan kembali ke kantor, bagaimana denganmu?" tanya Micheal pada Alexa."Aku akan pulang ke rumah," jawab Alexa dengan suara serak. Micheal mengangguk, raut wajahnya ma
Kota itu gempar dengan hukuman mati yang telah dilaksanakan oleh petugas. Ronald Parkitson, pria yang selama ini membohongi mereka semua. Reporter pun sibuk meliput jalannya hukuman mati yang berjalan dengan lancar. Di tengah kerumunan, teriakan nama Mike Anderson, mantan Perdana Menteri 35 tahun yang lalu, terdengar nyaring. Para warga bersorak, mengagungkan jasa-jasa Mike yang telah menjadi korban dari kebusukan Ronald. Mike, yang dulu pernah memimpin mereka dengan tulus, kini harus merasakan pahitnya menjadi korban dari orang yang tak berperikemanusiaan. Berbagai ungkapan pujian dan simpati mengalir dari warga kepada media mengenai kondisi Mike. Wajah-wajah yang datang menunjukkan rasa lega dan kepuasan atas keadilan yang sudah ditegakkan. "Mike adalah pemimpin yang baik, dia tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini!" seru seorang ibu-ibu yang berdiri di antara kerumunan. "Kami berharap semoga Mike segera pulih dan bisa kembali ke kehidupan normal," tambah pria paruh baya