"Tidak! Tidak! Aku tidak melakukan dengan pria lain, Aku masih ingat aku bersamamu semalam," jawab Vivian yang berusaha menyakinkan suaminya.
Dicobanya memegang tangan suaminya, tetapi segera ditepis Kian."Jangan sentuh aku, perempuan kotor! Aku akan menceraikanmu!" ketusnya."A-apa yang kamu katakan? Kita telah bersama selama tiga tahun. Kenapa kamu tidak percaya padaku?" kata Vivian terisak.Air matanya terus mengalir akibat ucapan Kian yang telah mengiris hatinya."Diamlah! Mulai hari ini, aku tidak ingin melihatmu lagi, Aku memberikan waktumu selama lima belas menit untuk kemas barangmu. Setelah itu, pergilah sejauh mungkin dari hadapanku!" bentak Kian dengan nada ketus.Semua terjadi begitu cepat di mata Vivian.Entah apa yang terjadi, seorang wanita yang dikenal Vivian sebagai mantan sang suami bahkan datang.Liza tampak tertawa gembira melihat Vivian yang menangis dibalik selimut tebal itu.“Sudah kukatakan gadis desa juga bisa jual diri demi uang, kan? Tapi, kau malah memilih ingin menikahnya,” ujar Liza yang memeluk Kian dari belakang."Ka-kalian...," ucap Vivian yang terhenti seketika menyadari kebodohannya, "kau membohongiku selama ini, Kian?" "Ck! Aku sempat putus dengan Liza. Jadi, aku hanya menggunakanmu untuk melupakannya," ketus Kian yang menyakitkan perasaan Vivian, “memangnya kau pikir, gadis desa sepertimu cocok untuk ahli waris sepertiku?”Bagaikan ditusuk belati, setiap ucapan dari pria di hadapannya itu menghancurkan Vivian."Lalu, kenapa kamu masih menikahiku?" Terbata-bata Vivian bertanya. Hal ini justru membuat Kian dan Liza tertawa."Aku menikahimu agar papaku memberikan warisannya. Tapi, situasi saat ini sangat membantuku. Kau tidur dengan pria lain saat malam pertama kita. Kalau papaku tahu, apakah mungkin dia masih mengaku kamu sebagai menantunya?" ucap pria itu sinis.“Asalkan kau tahu, semalam, Kian bersamaku,” ujar Liza dengan sengaja memamerkan kemesraannya di depan Vivian.Gadis polos itu sontak berteriak histeris. "Keluar! Aku tidak ingin melihat kalian, Keluar dari sini...!" "Vivian Alexander, yang harus keluar adalah kamu! Kamu hanya memiliki waktu lima menit untuk pergi dari sini. Tempat ini adalah hotel milikku dan kamar ini akan kujadikan kamar pengantin di saat kami menikah," ujar Kian yang mencium Liza sambil memeluknya.Vivian hanya bisa pasrah dengan apa yang dia alami. Hancur sudah pernikahan yang dia tunggu selama tiga tahun. Setelah mengemas barangnya, Vivian menyeret kopernya dan mengangkat kaki dari kamar itu. Meski terasa berat, ia melangkahkan kakinya dengan paksa. Gadis itu menangis tanpa henti sambil pergi menuju pintu utama hotel. Dirinya dapat merasakan pandangan menghina dari orang-orang yang berada di hotel itu."Vivian!" Suara berat seorang pria tua terdengar sangat keras dan penuh emosi.Vivian sontak menoleh ke arah suara itu berada dan melihat mertuanya yang berjalan ke arahnya."Pa?"Plak!Tamparan kedua mendarat di pipi Vivian saat ini."Tidak tahu malu dan tidak tahu diri, kau! Berani sekali bermalam dengan pria lain.”“Mulai hari ini, kamu tidak boleh berdekatan dengan keluarga kami!” bentak ayah Kian itu, penuh emosi."Pa, bukan seperti itu! Aku tidak tahu kejadian ini karena aku dalam kondisi tidak sadarkan diri," jelas Vivian yang terisak, “percayalah padaku.”"Percaya? Bagaimana aku bisa percaya? Bukti rekaman semalam terekam seorang pria yang masuk ke kamarmu. Apakah kamu masih menyangkal?" "Pa, biarkan aku melihat rekaman itu! Aku ingin tahu siapa dia!" pinta Vivian, “aku mabuk dan Kian meninggalkanku semalaman untuk bersama kekasihnya.”Ayah Kian itu tiba-tiba tertawa. "Kalau kau tidak tahu siapa dia, itu adalah urusanmu,” ucapnya, lalu menatap tajam Vivian, “tapi, jangan menuduh putraku yang pasti terluka karena perbuatanmu.”“Satu lagi. Jangan pernah berharap bisa mendapatkan uang dari kami,” peringatnya kejam.Vivian sontak terbelalak. Serendah itukah dia di mata mereka?Padahal, dia datang jauh-jauh ke kota hanya untuk terima lamaran keluarga Salveston–meninggalkan segala kenyamanannya di kampung halaman.“Aku sangat tidak menyangka kalian menggunakan cara kotor untuk mengusirku," ucap gadis itu pada akhirnya, "apakah Anda memang bekerja sama dengan Kian dan Liza untuk mempermainkanku?”Kane Salveston menatap Vivian sinis."Kau sendiri yang tidak tahu diri, Tapi, masih saja menyalahkan Kian. Untung saja dia tidak bermalam di kamarmu. Kalau tidak, dia akan ternoda seumur hidupnya," ketusnya. Tanpa peduli Vivian semakin sakit dan hancur, seorang pengacara datang menghampiri keduanya."Tuan Kane Salveston, pesan Anda sudah saya lakukan," ujar pengacara itu yang memberikan sebuah amplop besar kepada Kane.Pria tua itu lantas mengeluarkan isinya yang adalah berkas perceraian.Brak!"Tanda tangan surat ini dan kemudian kamu pergi dari hadapan kami!" sinis Kane sembari melempar berkas itu dengan kasar ke arah menantunya.Vivian sontak membaca isi yang tertulis di berkas yang dia pegang dengan gemetar.Meski demikian, dia hanya bisa menandatangani berkas itu walau perasaannya sangat terluka bagaikan dicabik-cabik.Setelahnya, Vivian dipaksa menyeret kopernya–melangkah keluar.Hanya saja, begitu keluar tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya. Beberapa orang keluar dari mobil itu dengan kamera dan alat perekam.Mereka adalah reporter yang telah diatur oleh Kian dan Liza!"Apakah kamu adalah istri tuan muda Salveston?" tanya salah satu reporter itu."Apa yang kalian lakukan?" Vivian sontak menutup wajahnya karena malu dan berusaha beranjak dari sana. Akan tetapi, ia justru semakin dikepung. "Kami mendapatkan informasi bahwa di malam pertama, kamu justru tidur dengan pria lain. Apakah benar?" "Kenapa kamu melakukan itu? Apa gadis desa zaman sekarang lebih suka menjual diri?""Benar. Kenapa Anda tega melakukan itu terhadap suami Anda? Bukankah sangat memalukan?"Sejumlah pertanyaan menyakitkan dilontarkan secara asal pada Vivian.Gadis itu sontak menggeleng. "Aku tidak tertarik dengan uang mereka. Jadi, jangan menuduhku sembarangan!" bentaknya begitu frustasi, "justru, aku dianiayai oleh keluarga Salveston. Kian Salveston bahkan menghabiskan waktu bersama mantannya di malam pertama kami!”Para reporter itu sontak tertawa. Salah satu reporter paling senior bahkan langsung berkata, "Mana mungkin keluarga kaya raya melakukan hal itu padamu? Anda hanyalah gadis desa biasa, sedangkan Kian adalah pria yang hebat.”Vivian begitu sakit hati mendengarnya.Apakah statusnya bisa membuatnya dianggap serendah itu? Tanpa basa-basi, Vivian lantas mendorong mereka agar bisa lolos dari kepungan mereka.Namun, ia malah didorong oleh seorang reporter wanita muda, hingga tersungkur.Bugh!"Wanita yang baru menikah tapi tidur dengan pria lain adalah aib bagi kota kami. Jangan pernah injakkan lagi kakimu di sini!" "Dasar tidak tahu malu!""Murahan!"Silih berganti mereka memaki sembari berebutan memotret Vivian yang terkapar di atas tanah."Hentikan!" teriak Vivian.Gadis itu lagi-lagi berusaha bangkit dan mendorong mereka dengan sekuat tenaganya.Begitu berhasil, ditariknya kopernya melangkah pergi.Siang ini, gadis malang itu harus pergi setelah diusir dan dipermalukan begitu luar biasa.Tangannya terkepal menahan marah. Sebuah dendam terpatri di sukmanya.Hanya saja, sekarang dia dilanda kebingungan.Orang tuanya langsung pulang ke desa setelah pesta tadi malam.Jika menyusul ke sana, apa yang harus Vivian katakan?Nama baiknya sudah rusak dan dia butuh pria misterius itu untuk membersihkan namanya. Tapi, bagaimana cara menemukannya?"Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan?” batinnya panik.Sementara itu, pria misterius yang sedang dicari Vivian kini menatap layar TV 60 inch-nya. Berita Vivian ditayangkan begitu masif. Bahkan, gadisnya itu tampak dipermalukan dan didorong oleh sejumlah reporter.Tangannya sontak mengepal, menahan marah. Sayangnya, dia belum bisa menemui gadisnya itu."Lenyapkan berita ini dan hancurkan perusahaan mereka!" perintahnya pada sang asisten yang seketika merinding.Jangankan perusahaan berita ini, bahkan bisnis perhotelan dan kuliner milik Salveston dapat dihancurkannya seperti sebuah semut!Mereka salah karena berani menyentuh Vivian Alexander…!Di tempat lain, Vivian sudah memutuskan untuk tetap di kota itu untuk mencari sang pria misterius.Hanya saja, Vivian malah diusir dan dimaki oleh setiap pemilik penginapan kecil yang dihampirinya akibat berita yang tersebar.Bahkan, dirinya dihina oleh semua orang yang melihatnya. Kini, langit sudah gelap. Vivian pun akhirnya hanya bisa duduk di terminal–tanpa tujuan. Haruskah dia menyerah sekarang?"Tanpa pria asing itu pun, aku pasti akan menjadi korban Keluarga Salveston. Cepat atau lambat,” lirihnya, menghibur diri, “Tapi, bagaimana aku bisa pulang dalam kondisi seperti ini?"Cit!Sebuah taksi tiba-tiba berhenti di depan Vivian yang tengah menunduk."Nona, sudah begitu malam. Kenapa masih duduk sendirian di sana?" tanya supir taksi itu yang seorang wanita."Bibi, Aku sedang menunggu bis," jawab Vivian, sopan."Sekarang sudah pukul 23.00. Mana ada bis yang akan singgah? Lebih baik, kau naik taksi saja!""Tidak apa, Bi. Aku akan menunggu sampai pagi dan berangkat ke desa.""Tapi
"Aku sependapat denganmu, Anggap saja dia membalas jasa kita yang telah besarkan dia," jawab Ryan."Kecilkan suaramu! Kalau sampai dia tahu kita bukan orang tua kandungnya. Dia pasti tidak akan patuh pada kita lagi." Ruby menegaskan suaminya."Benar katamu!" ucap Ryan.Vivian duduk di pojok kamar dengan lutut ditekuk dan tangan memeluk kedua lututnya. Kepalanya bersandar pada dinding yang dingin, matanya terpejam, wajahnya menampakkan kepedihan yang mendalam. Betapa hancurnya hati gadis itu saat ini. Kekecewaan yang dirasakannya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dalam hatinya, Vivian merasa terpukul oleh perlakuan kedua orang tuanya yang sama sekali tidak mempercayainya. Seolah-olah mereka menganggap anak mereka ini sebagai makhluk asing yang tidak berharga. Kepalanya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dijawab. Tangisannya terdengar lembut, memecah keheningan kamar. Hati Vivian teriris-iris oleh kebenaran pahit yang harus diterimanya. "Bahkan orang tuaku sendiri me
"Cepat lepaskan aku, Jangan sakiti aku!" teriak Liza yang mengerang kesakitan dengan tubuhnya yang diseret oleh pria itu hingga ke mobil.Mereka mengangkat tubuhnya dan memasukkan ke dalam mobil dengan paksa."Aaahh!" teriak Liza yang kesakitan. Ia berusaha melawan dan kemudian ditekan oleh salah satu pria asing itu."Lepaskan aku, Siapa kalian? Kalau kalian menyakitiku...Keluargaku akan melapor kalian ke polisi," bentak Liza.papan...Tamparan keras yang dilakukan oleh pria itu."Aaahh!""Melaporkan kami? Sedangkan dirimu saja ditahan oleh kami. Kau sudah diserahkan oleh mantanmu kepada kami," ujar pria itu yang merobek pakaian wanita itu."Hentikan, jangan sentuh aku!" teriak Liza yang berusaha melawan dan kemudian ia ditampar oleh pria itu.papan...Liza pasang surut sadarkan diri, setelah menerima sinyal tersebut."Dia sudah pingsan, Kau sungguh kejam!" kata teman mereka yang sedang mengemudi."Biarkan saja! bukannya kita diperintah tuan Alexa untuk tidak disungkan pada wanita ini
Liza yang dipaksa melayani tujuh pria itu hanya bisa menangis pasrah. Wajah wanita itu membengkak sebagai akibat dari pemukulan mereka. Tubuhnya tanpa balutan dan terletak di atas tanah."Kenapa...Kalian melakukan ini padaku?" tanya Liza yang terisak."Kian Salveston sudah bosan denganmu, Oleh karena itu dia ingin menggunakan cara ini untuk menyingkirkanmu," ketus pria itu yang sedang mengenakan celananya."Tidak mungkin...," teriak Liza yang histeris. Ia menangis tanpa henti."Liza Ocyman, Kian Salveston memiliki banyak wanita, Kamu hanya salah satu saja. Setelah dia merasakan tubuhmu...dia akan bosan dan mengincar yang lain.""Aku tidak percaya! Aku tidak percaya!" teriak Liza yang bangkit dan menahan sakit."Saat dirimu dalam bahaya, dia sama sekali tidak peduli, bukan? Pria kaya seperti dia mana mungkin peduli dengan mantan yang tidak memiliki kelebihan apa pun!""Kalian adalah ba.jin.gan...," teriak Liza."Lihatlah dirimu sekarang, hanya seorang wanita yang tertidur." ucap pria i
"Kami sedang mengajar putri sendiri. Apa perlu minta izin darimu?" tanya Ryan. "Tidak perlu izin dariku, Hanya saja bekas merah di wajah putrimu bisa dijadikan bukti sebagai tindakan kekerasan di rumah tangga. Kalian sebagai orang tua menampar dan memaksanya menikah. Ini adalah satu tindakan yang salah. Percaya atau tidak aku akan membuat kalian dihukum dan diadili di konferensi," kecam pria itu yang kemudian mengeluarkan kartu pengenalan. "Kamu siapa, berani sekali ikut campur urusan keluarga kami," bentak Ryan. Sambil menunjukkan kartu nama, ia berkata, "Baca dengan teliti, ini namaku!" Mata Ryan langsung memelotot saat membaca nama pria itu, "Jaksa Micheal Loas?" “Tuan, Anda seorang Jaksa?” tanya Vivian. "Benar! Aku adalah warga baru di sini, Apakah Nona ingin menuntut apa yang mereka lakukan padamu?" "Tidak!" jawab Vivian. “Mereka memaksamu menikah, Apakah kamu akan menuruti keinginan mereka?” tanya Jaksa itu. "Tentu saja aku menolak menikah, aku hanya ingin pergi dari si
"Terima kasih karena telah membantuku, kalau tadi Tuan tidak datang. Mungkin saja aku tidak bisa kabur," ucap Vivian sambil menunduk. Ia sedih setiap mengingat sikap orang tuanya. "Jangan sungkan! Semua itu sudah berlalu. Kamu akan mulai hidup baru setelah tinggal di kota," jawab Jaksa dengan senyum. "Dengan tersenyum, ia mengucap," Aku tidak akan mengecewakanmu." *** Di sisi lain rekaman Liza yang digilir oleh beberapa pria telah tersebar. Kejadian tersebut menjadi bahan pembicaraan bagi masyarakat. Keluarga Ocyman adalah salah satu pengusaha yang mempengaruhi bagian Amerika. Kejadian yang menimpa Putri tunggal keluarga kaya raya itu telah mencemarkan nama baik keluarga besarnya. Daniel Ocyman adalah sang ayah yang dikenal tegas dan kejam. Pria paruh baya itu sedang duduk di ruangan kantor melihat rekaman di televisi berukuran jumbo yang di depan matanya. "Tuan, Nona dia...." seorang pria muda yang adalah asistennya baru masuk ke ruangan itu. Keti
Vivian merasa sangat gugup saat berada di dapur besar kediaman itu, diapit oleh peserta lain yang juga bersemangat untuk menunjukkan kemampuan mereka. Ia menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk berkonsentrasi pada tugas yang diberikan. Kepala koki, seorang pria paruh baya dengan wajah tegas, berbicara dengan suara keras yang menggema di seluruh ruangan."Kalian semua harus ingat, setiap makanan dan minuman harus perhatikan dengan teliti. Bagi yang lulus harus memahami apa kesukaan majikan kalian dan apa yang tidak disukai oleh beliau," kata kepala koki tersebut sambil mengawasi para peserta yang sibuk menciptakan hidangan terbaik mereka.Vivian gugup dan mengigit bibirnya karena dirinya yang sama sekali tidak begitu mahir dalam menyediakan hidangan.Di sekelilingnya, para peserta lain juga tampak serius dan fokus. Beberapa di antara mereka saling berbicara, berbagi resep atau berdebat tentang cara terbaik untuk mengolah bahan tertentu. Namun, Vivian memilih untuk tetap diam dan be
Jenderal yang tinggi besar itu berdiri tegap, alisnya menyatu tanda kesal mendengar jawaban Vivian. "Lantas, untuk apa kamu minta maaf kalau tidak mengaku salah?" tanyanya dengan suara yang berat dan tegas. Gadis itu tak gentar, tatapannya tetap tajam menatap mata sang Jenderal. "Gadis ini cukup berani melawan, unik sekali," gumam Jenderal dalam hati, sedikit terkesan dengan keberanian Vivian. "Ini adalah perintah dari kepala koki, saya hanya menurut saja," jawab Vivian dengan suara yang tenang namun penuh keyakinan. Ia tak ingin disalahkan atas sesuatu yang bukan kesalahannya. Di sekeliling mereka, asisten rumah tangga, kepala koki, serta semua pelayan di sana hanya bisa diam dan cemas. Mereka menahan nafas, menunggu reaksi sang Jenderal yang terkenal keras kepala dan galak. Siapa pun yang berani melawan sang Jenderal tentu saja harus menanggung akibatnya. "Luar biasa sekali, Sepertinya kamu datang bukan untuk menjadi pekerja bagian dapur. Akan tetapi, datang untuk mengantar