Atas perintah Johan, Anna menghadap Azalea keesokan harinya. Pembantu itu sudah bekerja sejak remaja, tampaknya seumuran Azalea sendiri. "Saya tak mengerti kenapa Anda menjadikan pembantu biasa seperti Saya sebagai asisten." Anna berkata sambil memasang raut masam yang tak ramah. "Tanpa posisi itu pun, Saya sudah sibuk dan tidak bisa menambah pekerjaan lain lagi." "Tapi menjadi asisten berbeda dari jadi pembantu, 'kan?" balas Azalea. Azalea memindai dan berusaha membaca air muka Anna untuk menilai kepribadiannya. Namun yang dilihat tetap saja Anna yang terus menggerutu. Persis semua pembantu bersikap begitu. Sambil membantu Azalea berpakaian, Anna mendengus beberapa kali. Seolah berada di kamar sang calon nyonya besar ini sangat menyiksanya. “Anggap saja seperti naik jabatan,” imbuh Azalea mencoba santai. Anna berkacak pinggang. Gestur tubuhnya menyiratkan seperti sedang mengajak bertengkar. "Anda memang tidak tahu apa-apa. Enak, ya, hidup jadi Anda, Nyonya. Saya dengar selama
“Jika mengatakan seperti itu, kau membuatku terdengar seperti orang jahat. Lea, semua ini juga supaya hidupmu jauh lebih baik, ‘kan?” Bibi Luna membela diri.Hancur sudah semua bayangan Azalea mengenai sosok lembut dari wanita yang merawatnya sejak kedua orang tuanya tiada. Lenyap pula keinginan Azalea meminta dukungan Bibi Luna supaya bisa keluar dari keluarga Laksmana.Azalea menggigit bibir bawah sampai kebas, lalu membuang muka.“Lihat pakaianmu sekarang! Tidak ada bekas tambalan, jahitan terlepas, atau bercak kotor yang tidak bisa hilang,” tambah Bibi Luna, menarik ujung midi dress merah muda yang dikenakan Azalea.Kemudian Bibi Luna mencubit pipi Azalea, melanjutkan, “Pegang wajahmu ini. Sudah berpoles bedak dan skincare mahal. Jika aku tidak menikahkanmu dengan seseorang yang kaya raya, mau jadi apa hidupmu nanti?”Azalea menepis tangan Bibi Luna dari wajahnya, berbalik memunggungi wanita paruh baya itu karena kekecewaan dan kemarahan meledak-ledak dalam dirinya.Bibi Luna meng
"Kenapa? Katanya mau lepas dari keluarga ini."Azalea menggenggam cangkir tehnya, terdiam sebentar. Itu foto yang ia ambil dari kamar yang ia duga sebagai milik Bima saat masih tinggal di mansion Laksmana.Melirik Anna penuh pengamatan. Haruskah ia memberitahu asistennya tentang malam itu?"Aku tahu ini gila dan sulit dipercaya."Azalea memulai cerita soal malam pernikahannya dari awal sampai akhir. Ada rasa menggelitik dada ketika ia menjelaskan bagaimana kecerobohan mempertemukan dirinya dengan Bima. Sampai pada ketika Bima datang ke kediaman untuk membantunya kabur.Tak ada yang bisa Anna lakukan kecuali melongo. Tercengang dengan kisah mendebarkan sekaligus menggelikan, tapi juga sedih dari sang Nyonya Muda. Ketika cerita Azalea selesai, Anna mengusap keningnya dan menggeleng."Wow... Dari sekian banyak gosip yang pernah Saya dengar, cerita Anda yang paling bikin kepala pecah, Nyonya," komentar gadis itu jenaka.Azalea terkekeh. "Ini bukan gosip. Dan selama ini yang tahu cuma kelu
"Azalea, kulihat kau sudah sehat lagi," kata Johan seraya menutup pintu.Tak menjawab, Azalea masih terbawa euphoria mengobrol dengan Bima lewat telepon. Percakapan singkat yang menghantarkan kupu-kupu dalam perut Azalea.Azalea terlarut dalam lamunan, bahkan ketika Johan menarik pinggangnya dan memeluknya erat. Seraya menyingkap rambut panjang Azalea ke samping, Johan mendaratkan kecupan-kecupan manis di leher belakangnya."Mmhhmm...." Azalea bergumam. Teringat sentuhan Bima pada malam itu.Tangan kanan Johan merambat ke balik baju Azalea, terus naik untuk meraih sepasang harta berharga di sana. Sambil menyesap halusnya kulit leher sang istri dan menciptakan beberapa bercak kemerahan di sana, Johan meraih benda kesukaannya.Azalea terlempar kembali ke kenyataan. Ia mendorong Johan menjauh sambil mengaduh kesakitan akibat ulah suaminya."Apa yang kamu lakukan?" pekik Azalea kaget, memegangi bajunya erat. Hampir saja ia membayangkan jika Bima lah yang menyentuhnya.Johan menangkap tang
"Menurut saya, ini bukan gym yang biasa didatangi para wanita kaya, Nyonya."Anna berkomentar tepat ketika dirinya dan Azalea tiba di depan sebuah bangunan lantai satu yang tampak tak menarik dibandingkan gedung-gedung pencakar langit di sekitar lingkungan wilayah itu."Aku 'kan memang bukan wanita kaya," sahut Azalea.Memilih tempat gym sebagai tempat persembunyian utama adalah ide impulsif yang mengherankan bagi Azalea sendiri. Namun perempuan itu tidak pernah masuk gym. Hanya saja ia dengar gym adalah tempat dimana seseorang bisa melakukan urusan mereka tanpa diganggu siapapun. Orang-orang cenderung berolahraga sambil fokus pada diri mereka sendiri.Selain itu, Azalea yakin bahwa tempat persembunyian paling baik justru di tengah keramaian."Maksudnya bukan begitu. Ada gym Merce di pusat kota, ada juga gym Magnum yang katanya jadi langganan idol dan artis. Kalau kesana, status kelas Anda kelihatan jelas.""Kayaknya kamu salah paham di sini, Anna," tukas Azalea seraya membuka pintu
"Pffttt... Tertarik apanya. Aku yakin aku cuma sedikit senang karena ada yang kukenal di gym ini. Dengan adanya Bima, aku pasti bisa beradaptasi."Itu adalah kalimat yang Azalea tanamkan secara berulang-ulang saat teringat pertanyaan Anna. Meskipun Anna hanya akan cengar-cengir seolah menertawakan jawaban Azalea.Esoknya, Azalea tiba di gym nyaris lebih cepat sepuluh menit dibandingkan kemarin. Ada sebuah kelegaan tatkala ia hanya melihat staff gym di lobi. Maka Azalea pun ganti baju dengan tenang, lalu pergi ke ruang olahraga untuk pemanasan seadanya.Lima menit, sepuluh menit, setengah jam berlalu. Supaya tidak kelihatan menganggur, Azalea minta tolong salah satu pengunjung gym pada treadmill yang akan ia gunakan. Kemudian Azalea melangkah santai pada kecepatan satu setengah kilometer.Seiring keringat mengucur dari pelipis, Azalea sesekali menoleh ke belakang. Tepatnya ke arah pintu. Ia terkesiap ketika ada pengunjung yang datang, segera memalingkan muka, tapi kembali diam-diam mel
Seraya menutup pintu, sambil setengah menggerutu Azalea berkata, "Hari ini nggak perlu ke gym dulu, ya, Dimas. Tolong antar aku jalan-jalan aja,"“Baik, Nyonya. Apakah Anda punya suatu tempat yang ingin dikunjungi?"Di kursi depan, Dimas si supir mengangguk. Mesin mobil menderu pelan ketika meluncur meninggalkan halaman mansion Laksmana dengan mulus. Selalu ada kepuasan menjalar dalam diri Azalea ketika melewati gerbang."Entah. Jalan saja dulu," jawab Azalea, menyenderkan punggungnya nyaman."Siap, Nyonya."Anna menyenggol lengan sang majikan, menggoda, "Yakin nggak ke gym? Kalau hari ini Tuan Bima ada di sana gimana?""Biarin aja, memangnya kenapa?" balas Azalea ketus."Kok malah tanya Saya.”Anna dapat melihat kalau Azalea sedang gelisah. Tatapan kosong sang majikan itu melayang keluar, tapi Anna yakin pikirannya kemana-mana. Sebagai asisten yang baik, Anna tidak akan melewati batasan dengan menganggu lebih lama.
"Apa menurut Anda Tuan Bima bakal datang hari ini, Nyonya?" Anna tak bosan-bosannya meledek Azalea ketika dalam perjalanan menuju gym pada weekend. Karena Johan dan pasangan Laksmana senior juga punya kegiatan mereka, maka Azalea memilih keluar mansion. Setidaknya, suasana pusat kota yang bisa Azalea pandangi sepuas hati cukup menghiburnya. "Udah kubilang kalau aku ke gym bukan buat ketemu Bima,” sahut Azalea. "Duh, mau sampai kapan denial begitu?" gerutu Anna, "Tuan Bima memang menarik dan juga baik, walau tampangnya kadang menyeramkan." Azalea melirik asistennya. "Kedengarannya malah kamu yang tertarik sama dia," "Cemburu?" "Sembarangan." Setibanya di gym dan menunggu setengah jam lamanya, skala penasaran Azalea membludak. Apalagi saat lagi-lagi ia menangkap dengar gadis-gadis gym lain juga menunggu kedatangan Bima. Kemudian Azalea pun mendatangi meja resepsionis. "Permisi." Staff resepsionis bernama Lulu itu menoleh. "Ada yang bisa aku bantu?" "Kamu kenal Bima nggak? Apa