"Kontak lampunya rusak," kata Wisnu kemudian. Dia sudah mengecek lampu tersebut, bahkan menukar bola lampunya, akan tetapi ketika kontaknya ditekan, benda itu sama sekali tidak menyala, bahkan setelah menggunakan lampu yang berbeda beberapa kali.Mega yang dari tadi mengamati Wisnu hanya menggangguk. Mereka cuma mengandalkan cahaya lampu dari ruang tamu yang masuk melewati pintu kamar."Lalu, bagaimana?" tanya Mega kepada Wisnu, sebenarnya ini pertanyaan yang cukup lancang.Wisnu tidak langsung menjawab, dia lebih memilih untuk keluar dari kamar."Bagaimana apanya?" kata Wisnu, kemudian mengusap keringatnya, semua itu tidak lepas dari tatapan Mega, entah kenapa, baginya suami orang itu ternyata lebih menawan daripada laki-laki tampan dan lajang."Saya tidak bisa tidur dalam keadaan gelap." Mega menunduk."Lalu apa yang harus dilakukan? apakah kamu ingin menyuruh saya memperbaiki kontak lampunya malam ini juga? sementara kamu tahu, bahwa saya sudah bersiap-siap untuk tidur.""Maaf, buk
"Kau yakin, tidak akan kembali ke perusahaan?"Ini adalah pertanyaan kesekian yang diajukan ayahnya kepadanya, dan sampai saat ini, Raras tetap saja tidak ingin berubah pikiran."Tidak, Ayah, aku sudah mengatakan ini berulang kali. Aku tak ingin bekerja di perusahaan." Raras kemudian memotong stiknya, suasana rumah sama seperti dulu, begitu sepi dan hening, padahal beberapa pelayan terlihat mondar-mandir. Tanpa bicara."Sejauh ini, Ayah sudah bersusah payah membangun perusahaan kembali, setelah mengalami kebangkrutan beberapa tahun yang lalu, dan kau lihat sendiri, Raras? saat ini Ayah sudah tua dan sakit-sakitan, Ayah tidak mungkin mempercayakan perusahaan kepada orang yang tidak ada hubungan pertalian darah dengan kita."Raras kemudian berhenti mengunyah, ia menatap wajah pasrah di depannya. Pria yang memilih hidup di rumahnya, demi mengenang mendiang istrinya, pria itu sama sekali tidak pernah menyerah dengan perusahaan yang sempat gulung tikar.Ayahnya sudah tua. Sementara dia me
"Sial," umpat Mega.Di sinilah dia sekarang, di sebuah penginapan sederhana yang tempatnya memang tidak begitu jauh dari cafe milik Wisnu. Pria itu begitu tega mengusirnya pada malam hari, memberikannya uang, dengan status pinjaman.Mega sama sekali tidak mengerti dengan pria itu, dialah satu-satunya laki-laki yang tidak pernah terpesona kepada dirinya, selama ini dia bisa menaklukkan siapapun, bahkan hanya dengan melempar senyumannya yang teramat manis."Aku jadi penasaran dengan pria itu," kata Mega sambil mengembuskan asal rokok dari bibirnya yang berwarna merah darah.Mega merebahkan dirinya di atas ranjang, rambutnya masih basah, tergerai di atas bantal, wanita cantik itu menerawang. Dia memang sudah menikmati semuanya, dulu dia menyangka, kekayaan adalah sumber kebahagiaan, sehingga dia selalu memikat pria kaya untuk peras uangnya, tetapi setelah berjalannya waktu, ketika dia menikah dengan pria paruh baya itu, dia merasakan, dirinya begitu kosong, dia tahu, bahwa cinta yang d
"Akhirnya ... kau pulang, Ras," sambut Wisnu sambil memeluk istrinya, cuma beberapa hari, tapi rasanya seperti sudah berpisah selama bertahun-tahun."Aku hanya pergi tiga hari, jangan manja," Raras terkikik. "Bagaimana keadaanmu?" kata Raras sambil meletakkan kopernya."Keadaanku? Tentu saja tidak begitu baik, aku menggenaskan tanpa ada kamu," kata Wisnu jujur. Raras hanya tertawa, dia merasa tersanjung. "Mas Wisnu kehilangan selera makan, Mbak." Tiba-tiba saja Mega hadir di antara mereka dan kehadiran Mega membuat suasana hati Wisnu memburuk."Aku tahu betul, dia tidak bisa hidup tanpa aku," sahut Raras."Kau tahu aku tidak bisa hidup tanpamu, tapi kau tetap saja pergi meninggalkanku. Apa tidak jahat namanya?" Wisnu menyodorkan air putih pada Raras."Aku sudah bilang, cuma pergi untuk waktu yang sebentar, ada suatu hal yang harus aku selesaikan dengan ayah." Wajah Raras berubah muram. Raras menggandeng Wisnu."Jadi, apa yang bisa aku makan?" Raras sengaja mengalihkan topik. Membic
"Mbak Raras hanyut!" teriakan keras didengar oleh Wisnu.Teriakan yang sukses membuat pria itu panik. Dia menuruni tangga rumahnya dan berlari menuju pantai. Di lantai bawah, dia melihat Mega yang berlari tanpa menggunakan alas kaki."Allahu Akbar," gumam Wisnu berusaha untuk tenang. Raras adalah perenang handal. Pantai dan laut adalah sahabatnya. Kenapa bisa? Apa Raras tengah mengerjainya?Wisnu berharap, Raras berpura-pura. Akan tetapi, Raras seperti kesusahan untuk menyelamatkan diri, Wisnu berlari sekuat tenaga mendekati wanita itu, tetapi Mega lebih dulu beraksi. Mega bahkan begitu sigap berenang, dia dengan tenaganya yang prima, berhasil menangkap Raras, membawa Raras ke tepian.Wisnu yang awalnya begitu panik dengan apa yang terjadi, melepaskan napas lega."Aneh, tidak mungkin Raras tidak bisa berenang," katanya di dalam hati.Wanita itu adalah pengendali lautan, tetapi melihat kondisinya seperti ini, pasti ada sesuatu yang tidak beres terjadi.Wisnu menyusul Mega, mengambil
Hidup tak pernah sempurna. Karena sejatinya manusia lahir di dunia hanya dengan satu tujuan, mereka akan diuji untuk menambah keimanan ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta'ala.Dua manusia yang saling mencintai itu, diuji dengan sebuah masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan cara sederhana.Setelah pertengkaran hebat dengan Wisnu, Raras masih duduk di tempat yang sama. Bahunya terguncang. "Apakah Mbak baik-baik saja?" sebuah seruan terdengar dari belakang punggung Raras. Raras berusaha menghapus air matanya, dia tidak ingin percakapan rahasia dengan suaminya itu bocor pada Mega."Aku hanya bertengkar kecil dengan suamiku." Raras membalikkan badan, duduk berhadapan dengan Mega.Mega menatapnya lembut. "Wajar pertengkaran terjadi dalam rumah tangga, semoga baik-baik saja."Perhatian kecil Mega membuat Raras tersenyum. Dengan Mega dia merasa tengah memiliki teman yang ada setiap saat di sisinya."Terimakasih telah menyelamatkan nyawaku. Aku berutang Budi padamu.""Tak ada isti
Di hari ke-4, sepasang suami istri itu masih belum berbaikan dan itu tidak luput dari perhatian Mega. Mega bukannya tidak tahu puncak dari permasalahan sepasang suami istri itu karena selama ini telinga dan matanya selalu awas mengamati lingkungannya. Akan tetapi Mega merasa aku kondisi kesehatannya sedikit tidak baik-baik saja.Mega hampir saja ambruk ke lantai ketika dia mengambil segelas air putih untuk dirinya yang kehausan, kalau saja Raras tidak menangkap pergelangan tangannya."Apa kau sakit? wajahmu pucat," kata Raras membantu Mega untuk duduk di atas kursi rotan yang terlihat estetik.Mega kemudian menggeleng dan tersenyum sekilas. "Aku baik-baik saja, Mbak," sahutnya."Tapi wajahmu tidak menampilkan demikian," kata Raras kemudian menjulurkan segelas air putih kepada Mega. Mega menatap wanita itu dan gelas di tangannya secara bergantian. Dia tidak memungkiri bahwa Raras adalah wanita yang memiliki hati yang lembut dan baik. Dengannya, Mega percaya, bahwa tidak semua orang di
Mega berpikir, dengan semua pengakuan itu, dia akan mendapatkan simpati dari Wisnu. Ternyata pria itu sama saja dan tidak pernah memberikan dia kesempatan untuk membuktikan bahwa dia adalah wanita yang juga memiliki ketulusan. Dia hanya ingin memiliki keluarga yang utuh yang tidak perlu dibayang-bayangi oleh tekanan, sejujurnya, dia begitu betah tinggal bersama Raras. Wanita itu begitu baik dan tulus. Bahkan Raras tidak pernah menuntut apapun kepada dirinya, walaupun Wisnu selalu bersikap ketus kepadanya, Mega merasa, Raras sama sekali tidak terpengaruh dengan sikap itu."Mas butuh sesuatu?" tanya Mega kepada Wisnu yang saat ini sedang mondar-mandir di dapur.Wisnu kemudian melempar tatapan dingin pada Mega."Apakah layak wanita yang sudah memiliki suami berkeliaran begitu saja di sini? apa kau tidak khawatir dengan suamimu yang bisa saja kebingungan mencarimu, dengan tenangnya kau bahkan sudah tinggal di sini selama beberapa minggu."Mega kemudian tersenyum."Sayangnya suamiku tidak