"Akhirnya ... kau pulang, Ras," sambut Wisnu sambil memeluk istrinya, cuma beberapa hari, tapi rasanya seperti sudah berpisah selama bertahun-tahun."Aku hanya pergi tiga hari, jangan manja," Raras terkikik. "Bagaimana keadaanmu?" kata Raras sambil meletakkan kopernya."Keadaanku? Tentu saja tidak begitu baik, aku menggenaskan tanpa ada kamu," kata Wisnu jujur. Raras hanya tertawa, dia merasa tersanjung. "Mas Wisnu kehilangan selera makan, Mbak." Tiba-tiba saja Mega hadir di antara mereka dan kehadiran Mega membuat suasana hati Wisnu memburuk."Aku tahu betul, dia tidak bisa hidup tanpa aku," sahut Raras."Kau tahu aku tidak bisa hidup tanpamu, tapi kau tetap saja pergi meninggalkanku. Apa tidak jahat namanya?" Wisnu menyodorkan air putih pada Raras."Aku sudah bilang, cuma pergi untuk waktu yang sebentar, ada suatu hal yang harus aku selesaikan dengan ayah." Wajah Raras berubah muram. Raras menggandeng Wisnu."Jadi, apa yang bisa aku makan?" Raras sengaja mengalihkan topik. Membic
"Mbak Raras hanyut!" teriakan keras didengar oleh Wisnu.Teriakan yang sukses membuat pria itu panik. Dia menuruni tangga rumahnya dan berlari menuju pantai. Di lantai bawah, dia melihat Mega yang berlari tanpa menggunakan alas kaki."Allahu Akbar," gumam Wisnu berusaha untuk tenang. Raras adalah perenang handal. Pantai dan laut adalah sahabatnya. Kenapa bisa? Apa Raras tengah mengerjainya?Wisnu berharap, Raras berpura-pura. Akan tetapi, Raras seperti kesusahan untuk menyelamatkan diri, Wisnu berlari sekuat tenaga mendekati wanita itu, tetapi Mega lebih dulu beraksi. Mega bahkan begitu sigap berenang, dia dengan tenaganya yang prima, berhasil menangkap Raras, membawa Raras ke tepian.Wisnu yang awalnya begitu panik dengan apa yang terjadi, melepaskan napas lega."Aneh, tidak mungkin Raras tidak bisa berenang," katanya di dalam hati.Wanita itu adalah pengendali lautan, tetapi melihat kondisinya seperti ini, pasti ada sesuatu yang tidak beres terjadi.Wisnu menyusul Mega, mengambil
Hidup tak pernah sempurna. Karena sejatinya manusia lahir di dunia hanya dengan satu tujuan, mereka akan diuji untuk menambah keimanan ketakwaannya kepada Allah subhanahu wa ta'ala.Dua manusia yang saling mencintai itu, diuji dengan sebuah masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan cara sederhana.Setelah pertengkaran hebat dengan Wisnu, Raras masih duduk di tempat yang sama. Bahunya terguncang. "Apakah Mbak baik-baik saja?" sebuah seruan terdengar dari belakang punggung Raras. Raras berusaha menghapus air matanya, dia tidak ingin percakapan rahasia dengan suaminya itu bocor pada Mega."Aku hanya bertengkar kecil dengan suamiku." Raras membalikkan badan, duduk berhadapan dengan Mega.Mega menatapnya lembut. "Wajar pertengkaran terjadi dalam rumah tangga, semoga baik-baik saja."Perhatian kecil Mega membuat Raras tersenyum. Dengan Mega dia merasa tengah memiliki teman yang ada setiap saat di sisinya."Terimakasih telah menyelamatkan nyawaku. Aku berutang Budi padamu.""Tak ada isti
Di hari ke-4, sepasang suami istri itu masih belum berbaikan dan itu tidak luput dari perhatian Mega. Mega bukannya tidak tahu puncak dari permasalahan sepasang suami istri itu karena selama ini telinga dan matanya selalu awas mengamati lingkungannya. Akan tetapi Mega merasa aku kondisi kesehatannya sedikit tidak baik-baik saja.Mega hampir saja ambruk ke lantai ketika dia mengambil segelas air putih untuk dirinya yang kehausan, kalau saja Raras tidak menangkap pergelangan tangannya."Apa kau sakit? wajahmu pucat," kata Raras membantu Mega untuk duduk di atas kursi rotan yang terlihat estetik.Mega kemudian menggeleng dan tersenyum sekilas. "Aku baik-baik saja, Mbak," sahutnya."Tapi wajahmu tidak menampilkan demikian," kata Raras kemudian menjulurkan segelas air putih kepada Mega. Mega menatap wanita itu dan gelas di tangannya secara bergantian. Dia tidak memungkiri bahwa Raras adalah wanita yang memiliki hati yang lembut dan baik. Dengannya, Mega percaya, bahwa tidak semua orang di
Mega berpikir, dengan semua pengakuan itu, dia akan mendapatkan simpati dari Wisnu. Ternyata pria itu sama saja dan tidak pernah memberikan dia kesempatan untuk membuktikan bahwa dia adalah wanita yang juga memiliki ketulusan. Dia hanya ingin memiliki keluarga yang utuh yang tidak perlu dibayang-bayangi oleh tekanan, sejujurnya, dia begitu betah tinggal bersama Raras. Wanita itu begitu baik dan tulus. Bahkan Raras tidak pernah menuntut apapun kepada dirinya, walaupun Wisnu selalu bersikap ketus kepadanya, Mega merasa, Raras sama sekali tidak terpengaruh dengan sikap itu."Mas butuh sesuatu?" tanya Mega kepada Wisnu yang saat ini sedang mondar-mandir di dapur.Wisnu kemudian melempar tatapan dingin pada Mega."Apakah layak wanita yang sudah memiliki suami berkeliaran begitu saja di sini? apa kau tidak khawatir dengan suamimu yang bisa saja kebingungan mencarimu, dengan tenangnya kau bahkan sudah tinggal di sini selama beberapa minggu."Mega kemudian tersenyum."Sayangnya suamiku tidak
Seperti biasa, setiap minggu ke-4 di akhir pekan, Raras selalu meninggalkan pulau dan pergi ke Jakarta menemui sang ayah yang tinggal sebatang kara.Sebenarnya hati Wisnu berat melepaskan istrinya itu, akan tetapi, dengan semua rengekan Raras, membuat dia tak berdaya.Sebenarnya tidak ada masalah, karena beberapa tahun kebelakang sejak mereka tinggal di pulau pun, Raras selalu melakukan kegiatan rutin itu, pergi siap akhir bulan. Akan tetapi, sejak ada Mega di rumah ini, membuatnya merasa tidak betah. Gerak-geriknya terbatas, dengan keberadaan wanita itu, dia tidak bebas lagi. Seakan-akan mata wanita itu memperhatikannya setiap saat."Aku berharap kau dan Mega bisa tinggal dengan akur," kata Raras sambil tersenyum dan itu malah membuat Mega memamerkan senyum lebar, namun tidak dengan Wisnu."Tenang saja, Mbak, Mas Wisnu adalah orang yang baik dan dia tidak mungkin memperlakukanku dengan kasar, benarkan, Mas?" kata Mega pada Wisnu, ucapan itu seperti sindiran yang begitu memuakkan, ent
Cuaca cerah ternyata tidaklah abadi, menjelang senja, tiba-tiba awan hitam mulai menggantung di atas langit. Tak butuh lama, hanya beberapa menit pun, hujan deras turun disertai dengan badai.Mega bahkan belum mengisi perutnya sejak tadi siang. Dia merasa sedikit deg-degan ketika bertemu dengan Wisnu. Pria itu pasti melakukan rutinitasnya seperti biasa, setelah salat Magrib, Wisnu terbiasa melantunkan ayat suci Al-Quran. Suara yang membuat Mega yang tak percaya Tuhan itu merinding. Mega bertanya-tanya, buat apa Wisnu begitu taat? Karena menurut pandangannya, manusia hanya akan menolong dirinya sendiri. Tanpa ikut campur tangan siapa pun.Mega kemudian mengintip dari balik gorden kamarnya, terlihat Wisnu meletakkan pecinya dan mengambil sebuah payung hitam. Entah ke mana pria itu malam-malam begini, dengan menerobos hujan dan meninggalkan rumah.Sejak hujan turun, kafe memang sepi, hanya ada beberapa pelanggan dan itu membuat Wisnu memutuskan untuk menutupnya kafenya lebih awal.Sebu
Seumur hidup, Wisnu tidak pernah memusuhi seseorang. Dia bahkan tidak menyukai banyak interaksi dengan orang lain. Selama ini, dia fokus dengan dirinya dan keluarganya. Dia tidak memiliki banyak teman. Ketika dia tidak menyukai seseorang, yang perlu dilakukannya hanyalah menjauh.Hidup tanpa musuh sangatlah nyaman. Dia tidak pernah berkelahi dengan orang lain. Apalagi sampai mengeluarkan umpatan kasar. Akan tetapi, dengan kehadiran Mega di rumah ini, Wisnu mulai mengerti betapa mengesalkan wanita itu sehingga dia merasa sakit hati dengan kehadirannya.Dalam agamanya, sudah diajarkan, bahwa laki-laki dan wanita yang tidak mahram, tidak boleh satu rumah, tapi wanita asing itu malah menumpang berbulan-bulan.Orang tuanya, selalu mewanti-wanti hubungan dengan lawan jenis. Kehadiran Mega dengan semua kelicikan wanita itu membuat dia merasa muak, dia tak menyukai Mega dari ujung rambut sampai ke ujung kakinya.Puncaknya Malam ini, wanita murahan yang bernama Mega masuk ke kamarnya. Bahkan,