Tekad Adrian sudah bulat, dia benar-benar meninggalkan Sindy. Semua hal yang sudah dipesan untuk acara pernikahannya, kini Adrian batalkan. Tak hanya itu Adrian pun menghubungi Titan dan meminta maaf pada pria tua itu. Dan, tentu saja Adrian mendapat hujatan dan makian dari ayah Sindy.“Masalah dengan Sindy selesai. Dan sekarang aku tinggal fokus dengan pekerjaanku!” gumam Adrian.Saat Adrian sedang fokus dengan dokumen yang sudah menumpuk di mejanya. Tiba-tiba saja pintu ruangannya di ketuk dua kali.“Masuk!” perintah Adrian.Tak lama kemudian Vivian pun masuk dengan sebuah dokumen—baru—di tangannya.“Pak, kita mendapatkan surat balasan dari pihak PH dan management Mbak Sindy,” kata Vivian memberikan dokumen tersebut pada Adrian.Adrian menerima dan langsung membacanya.“Apa-apaan orang gila ini!” pekik Adrian yang terkejut dengan surat balasan dari pihak Sindy.Vivian yang sudah membaca surat tersebut gelagapan. Dia juga tidak menyangka kalau pihak Sindy meminta ganti rugi sebanyak
Shooting film Sindy berlangsung dengan baik, bahkan sampai akhir. Kini mereka sedang melaksanakan tahap produksi. Tuntutan 20 miliyar pun tentu dihapuskan. Victory terselamatkan dan bahkan kini mendapatkan perhatian yang baik dari masyarakat. Masalah Adrian dan ibu angkatnya selesai. Betapa bahagianya Eva ketika mengetahui anak angkatnya itu membatalkan pernikahan dengan Sindy. Bahkan, sekarang Adrian memilih untuk kembali ke rumah. Dia meninggalkan apartemennya dan diam di rumah bersama dengan ibu dan keponakan angkatnya. “Jadi, kamu sudah memutuskan akan mensekolahkan Deven di mana, Nada?” tanya Eva di sela-sela sarapan pagi bersama dengan keluarganya. “Masih bingung, Ma. Aku suka yang ini, tapi Devennya menolak.” Nada mendelik pada anaknya, yang duduk di samping Adrian. Tahun ini Deven hendak masuk ke sekolah dasar. Tidak terasa bukan? Bahkan tahun ini, sudah menginjak tahun kedua Nada tinggal kembali di negaranya. Memang waktu itu berjalan begitu cepat. Dan, seiring dengan be
Nada berusaha mengemudikan mobil secepat yang dia bisa. Jalanan memang tidak terlalu padat, hanya saja ramai lacar. Sepanjang perjalanan Nada merasa khawatir yang teramat dalam. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada anaknya? “Ah, tenang, Nada!” Tangan Nada gemetar memegang kemudi. Bahkan dia merasa kegerahan, walau AC dalam mobilnya sudah mencapai batas maksimal. Ditengah pikirannya yang kalut, Nada berusaha memberikan sugesti positif pada dirinya. Hingga sampailah Nada di mall BI. Ratna memberitahu posisinya yang berada di restoran bergaya Italia, di lantai LG mall tersebut. Sesampainya di sana, Nada mengedarkan pandangannya dan melihat Ratna yang melambaikan tangan. “Nada!” seru Ratna.Dengan cepat Nada menghampiri Ratna yang menampilkan wajah khawatir. “Gimana, Mbak? Sudah ketemu?” tanya Nada yang wajahnya tidak kalah gelisah dari Ratna. Sialnya, Ratna malah menggeleng dan menekuk wajahnya. Mendapat jawaban seperti itu membuat Nada mendesah kasar dan mengacak rambutnya. “Tapi
Setelah mengevaluasi semua keluhan dan kendala yang sedang terjadi di perusahaan. Adrian memanggil setiap jajaran petinggi dari kedua anak perusahaannya. Kemudian Adrian menginstruksikan untuk adanya reshuffle di beberapa lini. Terkhusus untuk management di hotel VKK dan juga Victory Airlines.Nyatanya sikap Adrian yang seperti itu mendapatkan penentangan, terutama dari Calvin, ketua dewan komisaris.“Kenapa kamu tidak mendiskusikan terlebih dahulu dengan saya, Adrian?” Nada bicara Calvin masih terdengar tenang. Pria itu baru saja menyeruput kopi hitam miliknya.Saat ini Adrian sedang berada di rumah Calvin. Setelah berita perombakan itu tersebar, pria tua itu meminta penjelasan pada Adrian.“Saya rasa ini masalah sudah mendesak. Lagi pula ini masih hak dan wewenang saya, Pak.” Ada tekad yang kuat dari ucapan yang baru saja keluar dari mulut Adrian.Calvin menarik sudut bibirnya sebelah, tatapannya menyipit pada Adrian.“Tapi kamu merombak seluruh manajemen di cabang hotel Victory kot
“Penjualan kamar hotel benar-benar meningkat drastis. Apalagi menjelang pemutaran film yang tinggal sebulan lagi,” ucap kepala bagian marketing perusahaan; Tamara, pada saat rapat eksekutif berlangsung. Adrian sedang membaca grafik penjualan kamar hotel yang meningkat beberapa bulan terakhir. Hampir seluruh cabang hotel Victory di berbagai daerah, mengalami peningkatan jumlah penjualan. “Bahkan sampai satu bulan ke depan hampir seluruh kamar sudah full booked. Sekali pun VKK yang kemarin sempat mendapati beberapa ulasan negatif,” imbuhnya lagi. Mata Adrian masih menatap pada layar yang menampilkan grafik yang meningkat dari pada sebelumnya. Telunjuk kanannya sedang mengetuk-ketuk pada meja. Adrian nampaknya sedang memikirkan sesuatu. “Pengaruh wanita itu lumayan kuat,” batin Adrian, yang sedang memikirkan Sindy. Adrian tidak menampik, bahwa program kerja sama antara Victory dengan pihak film yang dibintagi oleh Sindy berjalan sangat baik. Padahal filmnya saja belum tayang, tapi b
Dengan emosi yang memuncak, Adrian mengunjungi kantor berita tempat Kiki bekerja. Pasalnya laki-laki itu tidak mengangkat panggilannya, sehingga membuat Adrian mengambil keputusan seperti itu.“Saya mau bertemu dengan Kiki Syaputra! Di mana dia?” bentak Adrian pada resepsionis dari kantor berita tempat Kiki bekerja.Sang resepsionis nampak terkejut dengan kedatangan Adrian, yang tiba-tiba membentaknya.“Ma-maaf, Pak, bisa jelaskan Anda siapa dan dari mana?” tanya sang resepsionis.Adrian mendengus, dia membuang muka dan mendelik kesal.“Wah, ternyata ada petinggi perusahaan yang repot-repot datang ke mari,” celetuk seorang pria, yang Adrian kenal suaranya.Sedetik kemudian Adrian menoleh ke sumber suara. Benar saja, dia mendapati Kiki yang sedang tersenyum menyeringai ke arahnya.“Sialan!” Adrian berjalan dengan cepat mendekat ke arah Kiki.“Woah! Keep calm, Bos!” Kiki mengangkat kedua tangannya, hendak menenangankan Adrian yang sepertinya hendak menerkamnya, “kita bisa bicarakan baik
“Katakan kalau berita itu salah, Nada!” sentak Eva lagi. Wajah wanita tua itu benar-benar merah sekarang. Napasnya pun tersengal-sengal menahan amarah, yang terus bergejolak di dalam dirinya. Nada tak bisa berkata apa pun. Mulutnya seolah terkunci. Dia hanya bisa mematung, menatap sang nenek dengan tatapan nanar.“Nada!” berang Eva yang tak kunjung mendapatkan jawaban dari sang cucu. Seketika Nada langsung ambruk, dia bersimpuh di hadapan sang nenek.“Maafkan aku, Nek,” lirihnya. Air mata kini sudah tidak dapat terbendung lagi.Tubuh Eva gemetar, melihat sang cucu yang tak berdaya. Seolah tindakannya ini adalah sebuah jawaban dari pertanyaan yang baru saja diajukan Eva. “Nenek maafkan aku.” Lagi, yang keluar dari mulut Nada hanyalah sebuah permintaan maaf.“Jadi, kamu memang pernah melakukan hubungan terlarang dengan paman angkatmu, Nada?!” sentak Eva yang membutuhkan penjelasan. Nada hanya semakin menunduk, menyembunyikan wajahnya yang sudah banjir dengan air mata. “Jawab, Gris
Adrian langsung menoleh ke belakang, menatap pada Nada. Wanita itu sudah kembali menangis. Kedua tangannya kini meremas pakaiannya sendiri. Nada benar-benar kacau sekarang.“Apa? Mati?” Adrian melangkah mendekat ke arah Nada, “kamu kalau berbicara jangan sembarangan, Nada! Tidak ada yang boleh mati sekarang!” geram Adrian.“Aku lelah, Om. Aku lelah dengan hidupku, yang seolah semesta tidak pernah memihakku sama sekali. Sejak aku remaja sampai sekarang, dunia seolah terus menghukumku!” raung Nada.Emosi Nada benar-benar tidak stabil sekarang. Mentalnya kembali terguncang.“Kata siapa, Nada? Itu hanya prasangkamu saja. Dunia sama sekali tidak jahat padamu!”Nada langsung menaikkan pandangannya, lalu menatap Adrian dengan tatapan penuh amarah.“Prasangkaku? Sudah jelas dunia memang jahat padaku, Om! Aku tidak pernah diberikan waktu untuk bisa bahagia. Padahal aku sudah berusaha melupakan apa yang terjadi di antara kita delapan tahun lalu. Aku mencoba untuk melupakan dan tidak mengingat s