—Tuhan itu Maha Adil. Tuhan itu Maha Penyayang—***Setelah melalui serangkaian panjang acara ijab qobul yang dilanjutkan dengan resepsi, kini waktunya untuk semua orang beristirahat. Pernikahan yang digelar cukup sederhana itu dilangsungkan di rumah orang tua Almira. "Aaqil sama Aleena bobok sama suster dulu, ya, malam ini." Mama Rini berkata pada kedua cucunya. Perempuan paruh baya itu juga menganggap Aleena seperti cucunya sendiri. "Kenapa bobok sama Suster, Eyang?" Aleena berceloteh sambil mengunyah. "Iya, Eyang. Kenapa bobok sama suster? Aaqil sama Aleena mau bobok sama Ibu." Aaqil menimpali, melirik sang ibu yang duduk di seberang sofa. "Gak apa-apa 'kan, Bu?" Bocah laki-laki itu lalu berlari menghampiri Almira dan langsung duduk di pangkuan. Almira tentu kebingungan untuk menjawabnya. "Hmm ... Ibu ..." Maniknya melirik Erland yang kebetulan ada di samping papanya. Erland paham dengan situasi sekarang dan langsung tanggap menimpali. "Aaqil sama Aleena kalau mau bobok sama Ib
"Happy anniversary, Mas ...," ucap Almira seraya memeluk punggung suaminya dari belakang.Sandi yang tengah memasang dasi lantas mengulum senyum. Kemudian dia membalik badan lalu berucap, "Happy anniversary juga, Al." Mengecup puncak kepala sang istri yang dinikahinya sejak tiga tahun yang lalu.Almira tersipu diperlakukan demikian mesranya oleh Sandi. Sangat jarang sekali suaminya ini bersikap hangat. "Mas enggak lagi demam 'kan?" tanyanya sembari menempelkan punggung tangan ke kening Sandi yang sekarang ini mengerutkan alisnya."Kok, nanyanya malah gitu?" Sandi memindai wajah Almira yang terkekeh.Almira merasa lucu dengan tingkah Sandi yang menurutnya tidak seperti biasa. "Habisnya Mas kayak bukan Mas Sandi yang aku kenal. Yang datar dan lempeng. Heheeee..." cicitnya disusul dengan gelakan tawa.Sandi yang merasa disindir sontak tercenung.Sebenarnya dia hanya sedang berusaha merubah sikap. Selama ini Sandi jarang bersikap romantis kepada Almira. Jangankan bersikap romantis, memerh
"Hai ..."Almira langsung memeluk temannya yang merupakan pemilik butik tersebut begitu masuk ke dalam. "Apa kabar?" tanyanya kemudian.Temannya yang seorang wanita jadi-jadian itu terkekeh sambil menjawil hidung mancung Almira. "Kabar gue baik, Cyin. Hih ... tambah cakep deh, lu. Aduuhh ... jadi pengen punya hidung kayak punya lu ini. Gue udah empat kali operasi masih begini-begini aja bentuknya. Kezel deh!" cerocos teman Almira yang bernama Khanza. Dia memencet hidungnya sendiri berkali-kali dengan terus menggerutu.Khanza atau bernama asli Kenzo itu adalah sahabat Almira sewaktu sekolah modelling di Paris. Selama ini dia yang merancang baju-baju fashion show untuk Almira, atau bila perempuan itu sedang ada pemotretan.Almira cuma tertawa sambil menggelengkan kepala. Khanza sejak dulu sudah ketagihan dengan yang namanya operasi plastik. Dia bahkan sudah mempermak seluruh bagian tubuhnya."Makanya kalau oplas itu jangan di Dokter abal-abal. Entar kalau jadinya aneh baru tahu rasa lu!
Sandi dan Almira sedang dalam perjalanan menuju Hotel Shangrila. Suasana di dalam mobil sedikit agak canggung tidak seperti biasanya. Sesekali Sandi melirik sekilas Almira yang malam ini terlihat sangat cantik. Gaun pesta yang dikenakan istrinya itu begitu pas dan cocok di tubuhnya yang semampai.Andai saja Sandi bisa secara gamblang memuji kecantikan Almira. Sayangnya dia tidak mau memberikan harapan palsu kepada perempuan baik itu. Cukup Sandi memujinya dalam hati.Berbeda dengan Sandi yang gengsi memuji Almira. Perempuan yang berprofesi sebagai model itu justru terang-terangan memuji ketampanan suaminya. Meski alasan di balik pujian itu hanyalah ingin mengenyahkan kecanggungan di antara mereka.Dipuji sedemikian rupa, membuat Sandi mengulas senyum seraya berkata, "Baru sadar kalau aku ini tampan." Sandi berucap narsis yang mengundang gelak tawa Almira."Hish! Baru dipuji gitu aja, Mas udah kepedean. Ngeselin! Tahu gitu tadi aku enggak usah muji aja." Almira pura-pura kesal. Padahal
Hampir tengah malam pesta anniversary yang digelar secara besar-besaran itu pun akhirnya usai. Satu persatu para tamu undangan pergi meninggalkan ballroom Hotel Shangrila, terkecuali pihak keluarga inti dari kedua pasangan tersebut.Almira sengaja mempersiapkan kamar untuk orang terdekatnya dan sanak saudara yang datang jauh-jauh dari luar kota. Termaksud dari pihak keluarga bude Kinanti dan kedua anaknya. Jarang-jarang mereka bisa menghabiskan waktu bersama dalam kurun waktu yang lama. Oleh karena itu, Almira ingin meminta mereka semua supaya mau menginap semalam saja di Hotel.Permintaan Almira tentu tidak dapat ditolak. Apalagi permintaan tersebut diminta dengan sangat tulus. Keluarga besar dari dua belah pihak menempati kamar yang telah dipersiapkan khusus. Tak terkecuali Danu dan istrinya Sandra. Untuk pasangan pengantin baru itu, Almira menyiapkan kamar khusus yaitu honey moon suite room.Sementara dia sendiri menempati kamar VVIP dengan fasilitas yang mewah dan lengkap. Semua i
Tengah malam, Sandi yang tidak bisa tidur memutuskan untuk bangkit dari ranjang dan keluar kamar. Memikirkan tentang Almira membuat lelaki itu terus merasa bersalah lantaran hingga detik ini dia masih belum menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Bahkan, di detik dia hampir melakukannya, bayangan masa lalu tiba-tiba muncul dan membuatnya mengurungkan niat tersebut.Bukannya Sandi tidak tahu dan tidak ingin tahu dengan kekecewaan Almira pada saat dia memilih mundur untuk tidak melanjutkannya. Sandi bisa melihat dengan jelas sorot mata Almira yang memancarkan banyak sekali luka."Maafin aku, Al. Maaf ..." Sandi meraup kasar wajahnya dengan perasaan bersalah yang kian bertambah. Dia menekan tombol lift, kemudian masuk saat pintunya terbuka.Di dalam lift Sandi terus saja melamun hingga pintu itu kembali terbuka dia pun langsung keluar dari sana. Dia berjalan menuju bar yang kebetulan tersedia di Hotel tersebut. Begitu masuk, Sandi memilih duduk di depan bartender yang sedang sibuk
Beberapa saat kemudian, Sandi telah berada di kamar lagi setelah mengantar Sandra sampai ke pintu kamarnya. Entah kebetulan atau apa, kamar mereka hanya berjarak beberapa meter saja. Sandi merasa tidak tega membiarkan Sandra kembali ke kamar dalam keadaan kacau seperti tadi. Maka dari itu Sandi memutuskan untuk mengantarnya, tetapi hanya sampai di depan pintu."Hfuuh ...." Sandi masuk ke kamar mandi, lantas menuju wastafel untuk mencuci tangan dan membasuh wajahnya. Setelah itu, dia menatap pantulan dirinya di cermin. Bayangan Sandra saat menangis terus berkelebat di ingatan. "Kenapa kamu melakukan ini, Sandra? Kenapa?" Dia bergumam sendiri, bertanya-tanya perihal perkataan mantan kekasihnya tadi.Memang, Sandi tak ada niat sedikit pun untuk bertanya lebih kepada perempuan itu. Dia membiarkan Sandra menangis di pelukannya sewaktu di lift hanya karena merasa iba bukan karena alasan lain.'Benarkah cuma karena iba? Atau aku merasa senang mendengar ucapan Sandra yang ternyata dia tersiks
Detik demi detik berlalu, namun kedua insan itu nampaknya masih enggan melepas pagutan yang baru pertama kali mereka lakukan. Rasanya sungguh mendebarkan dan membuat adrenalin Sandi sebagai seorang pria terpacu. Lembutnya bibir Almira membuat lelaki itu hilang akal dan...mungkin akan hilang kendali.Selama bersama dengan Sandra dulu, dia sama sekali belum pernah melakukan hal sejauh itu. Hanya sebatas menyentuh pipi, kepala, kadang mengecup kening. Sandi bukanlah tipe pria yang suka melewati batas, meski dirinya begitu tergila-gila pada Sandra kala itu.Jika bukan Sandi yang ada di posisi saat ini, mungkin Almira sejak dulu sudah digagahi tanpa memedulikan perasaan perempuan itu. Tiga tahun bersama bukanlah waktu yang sebentar bagi sepasang suami istri. Almira cantik, bahkan bisa dibilang kecantikannya jauh di atas Sandra. Bukannya Sandi tidak tergoda atau pun tidak tertarik kepada istri modelnya. Hanya saja setiap kali keinginan itu datang, bayangan wajah Sandra selalu tiba-tiba hadi