Lydia berkata sambil melangkah ke meja kerjanya dan duduk di sana. Dia meletakkan dokumen dan membuka laptop. Sugiono yang diabaikan menjadi semakin emosi. Dia mendengus dan berkata,“Lydia, saya terlalu meremehkanmu. Ternyata kamu hebat juga, pantas saja kamu berinisiatif minta cerai, ternyata buat cari sasaran baru? Begitu cerai kamu langsung pergi dan berubah. Sekarang justru sudah jadi wakil direktur Agustine Group. Sepertinya Nixon cukup mementingkanmu.”Lydia tertawa sambil menatap kedua orang di hadapannya. Monika terlihat takut dan tidak berani banyak bicara, sedangkan Sugiono memang datang dengan maksud tertentu.“Bukannya kalian yang memaksaku untuk cerai? Pak Sugiono, setiap minggu Bapak selalu memanggilku dan memintaku tahu diri. Aku nggak pantas masuk dalam keluarga kalian yang begitu agung. Sekarang setelah cerai, seharusnya kalian bahagia. Kenapa justru datang mencariku?”Dia tidak lupa ketika Sugiono memintanya untuk ke rumah keluarga Tansen setiap minggunya bukan untuk
Lydia mengaku karena dia tidak mungkin menahan barang kesayangan orang lain tanpa ada penyebab. Dia benci dengan keluarga Tansen dan tidak ingin mereka hidup tenang. Oleh karena itu Lydia sengaja membeli Pipa Tembakau Giok agar mereka tidak bisa tidur dengan tenang.“Nona Monika, aku bukan orang yang baik hati dan rendah hati. Kalau orang lain baik, aku akan membalasnya jauh lebih baik. Seharusnya kalian nggak lupa bagaimana sikap kalian dan aku nggak mungkin pura-pura lupa, kan?”Seluruh tubuh Monika gemetar karena marah. Ucapan yang hendak dia katakan tertahan di kerongkongannya begitu saja. Monika ingin marah tetapi sikapnya mendapat delikan mata dari Sugiono. Setelah itu dia menarik napas dalam-dalam dan merendahkan suaranya dan dengan memelas berkata,“Kak Lydia, dulu aku yang salah karena usiaku masih belia. Aku nggak ngerti dan semoga Kakak bisa memaafkanku. Aku minta maaf dengan setulus-tulusnya. Asalkan Kakak bisa memaafkan aku, aku rela melakukan apa pun,”“Semoga Kakak bisa
“Kemampuan Nixon sangat luar biasa dan mirip dengan Anda yang dulu. Sayang sekali kalau karena perempuan seperti itu justru menghambatnya.”“Hanya satu perempuan saja, apa yang bisa menghambat?” ujar Rizal sambil tertawa dingin.Sugiono menatap Lydia penuh arti dan berkata, “Perempuan ini nggak sederhana dan baru saja cerai langsung mendapatkan Nixon. Dia sekarang menjadi wakil direktur di Agustine Group. Seharusnya perusahaan yang memberikan instruksi, apakah Anda nggak mau turun tangan?”Rizal hanya tertawa dan dengan santai menghadapi ucapan lelaki tua itu.“Sebaiknya Pak Sugiono urus urusan Bapak sendiri saja. Saya percaya dengan pandangannya Nixon. Wah! Umpannya sudah digigit! Teleponnya saya matikan.”Setelah telepon terputus, wajah Sugiono semakin keruh dan dia mengumpat dalam hati. Lelaki itu melayangkan delikan tajam pada Lydia dan tidak terima.“Kamu beruntung sekali! Jangan pikir kamu lolos begitu saja. Kamu pikir semudah itu masuk dalam keluarga Agustine? Rizal jauh lebih h
Sepertinya dia tidak pernah mendapatkan telepon dari Lydia. Tony diam sesaat dan berkata, “Dulu saya pernah kasih tahu, tapi Bapak bilang hal kecil seperti itu jangan dibahas lagi. Selain itu Bapak juga bilang di hadapan saya dan Bu Lydia kalau masalah di Clear Villa selain tentang Bu Olivia, bisa langsung ke saya saja. Makanya Bu Lydia nggak langsung telepon Bapak.”Suaranya semakin lama semakin kecil. Sepertinya dia bisa merasakan emosi Dylan yang semakin meningkat. Lelaki itu memijat keningnya karena teringat akan kejadian tersebut. Kala itu isi pikirannya penuh dengan sosok Olivia yang sedang kehilangan banyak darah dan tengah dilakukan pertolongan pertama. Dia mengabaikan mata yang awalnya penuh harap hingga sekarang berubah dingin.Dylan hanya memberikannya sebuah status pernikahan dan mulai bisa mengambil hati dan darah perempuan itu sesuka hati. Mendadak hatinya sakit dan rasanya dia kesulitan bernapas. Dylan akhirnya mengerti kenapa sikap Lydia yang penuh hati-hati hingga beru
Lydia melirik Shinta yang merasa aneh dan terlihat dia juga tidak tahu ada orang lain. Keduanya berpandangan sejenak sebelum masuk. Dia tersenyum pada Kevin dan berkata, “Makan malam kali ini bukan jebakan, kan?”Kevin mengibaskan tangannya sambil melihat ke arah Dylan dan Lydia.“Aku juga hanya bantuin orang. Maafkan kelancanganku, tapi aku bilang dulu kalau aku akan berusaha netral. Aku nggak akan ikut campur urusan kalian berdua. Untuk menunjukkan permintaan maafku, setelah kalian selesai bicara, aku akan pergi survey ruang analisis yang baru dibangun. Aku percaya Bu Lydia pasti akan tertarik.”Dia memang tertarik, tetapi sungguh tidak enak sekali rasanya dibohongi orang. Lydia memasang raut datar dan melihat ke arah Dylan dengan kening berkerut sambil berkata, “Pak, kalau mau bahas masalah pipa tembakau, kita nggak perlu lanjutkan lagi.”“Lydia, hari ini Kakek mencarimu dan ngomong banyak omongan jelek. Aku harap kamu jangan simpan di hati,” ujar Dylan sambil menatapnya.Dia tahu b
Dylan merasa dadanya sesak. Matanya menggelap seketika. Dia tidak tahu kalau Lydia begitu pintar memainkan biola dan tidak tahu begitu jago merokok.“Dulu aku takut kamu nggak suka makanya nggak pernah menunjukkannya di hadapanmu. Otomatis kamu nggak pernah melihatnya.”Setiap kali selesai donor darah, tubuhnya sangat lemah dan Dylan menemani Olivia. Hanya rokok yang menemani Lydia. Hari-harinya yang begitu sulit membuat perempuan itu berteman baik dengan nikotin.Lydia menarik ujung bibirnya dan tatapannya terlihat sedikit sedih ketika mengingat kejadian itu. Akan tetapi hanya berlangsung satu detik saja dan kembali normal. Dia menatap Dylan yang menunduk sambil tersenyum penuh arti.“Mau dengar syaratku?”Tanpa menunggunya menjawab, Lydia langsung berkata, “Seberapa banyak darah yang aku donor untuk Olivia, minta dia kembalikan juga sebanyak itu. Kalau dalam satu kali nggak bisa dikembalikan hingga lunas, bisa dua atau tiga kali. Pokoknya dalam satu tahun harus lunas.”“Apa?!” Dylan
Kevin mengangkat alisnya dan berkata, “Bagaimanapun aku yang lancang. Kalau bersedia, Ibu boleh ikut aku. Nggak semua orang bisa melihat tim analisis pengembangan teknologi inti.”Tanpa berpikir panjang Lydia langsung menyetujuinya. Dia perlu tahu teknologi penelitian terbaru dari Julist Group sehingga dia dapat dengan cepat memahami situasi pasar. Dengan begitu maka Lydia akan memiliki lebih banyak peluang dalam sektor kecerdasan buatan.Mereka bertiga berangkat bersama. Kevin berkata pada Shinta, “Bu Shinta nggak boleh ikut. Di sana merupakan rahasia tertinggi perusahaan. Tenang saja, aku akan mengantar Bu Lydia kembali dengan aman.”Shinta menatap Lydia dengan ragu. Sedangkan Lydia mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Kevin sehingga dia mengangguk pada asistennya itu dan berkata, “Kamu kembali dulu, saya baik-baik saja.”“Baik, Bu.” Mereka berdua berangkat dengan mobil Kevin. Keduanya duduk di kursi penumpang bagian belakang dengan bagian jendela yang ditutupi secara penuh. Lyd
Lydia terdiam dan kemudian dengan riang menunduk dan menggendong harimau itu.“Harimau Kecil? Kamu lagi?”Harimau itu melompat di bahunya dan dengan lucu berkata, “Aku nggak kecil, aku ini harimau besar yang garang!”Lydia terbahak dan dia menoleh ke arah Kevin sambil bertanya, “Dia ingat denganku?”“Ingatannya memang sangat bagus. Dia nggak sama dengan harimau yang sungguhan. Kecilkan suaramu, jangan sampai dia dengar,” ujar Kevin sambil berbisik.“Aku sudah dengar! Nggak suka kamu lagi! cih!” kata harimau itu sambil membuang muka marah.Kevin mengusap hidungnya bingung. Pemuda dengan rambut gelombang itu mendekat dan berkata, “Kamu cewek cantik yang dia maksud?”Pemuda itu mengenakan kacamata hitam dan terlihat orang cerdas. Usianya yang baru 20 tahun membuatnya terlihat sangat dewasa.“Pengkhianat ini sombong sama kami katanya dia melihat perempuan yang cantik. Seleranya selalu tinggi sampai kami ingin lihat sendiri. Tiba-tiba kamu sudah datang saja.” Lydia tersenyum dan mengelus k