Share

I'm Okay

Netra Riana membelalak. Suara itu. Ia sangat mengenal suara itu. Riana mendongak dan betul, itu dia!

“Eric?” panggilnya tanpa sadar. Eric melebarkan matanya. Ia juga tak menduga, wanita yang ia tubruk adalah Riana. Wanita yang selalu bergentayangan di benaknya

“A-ana?”

Riana segera menarik diri, menjauh dari lelaki itu lalu mengangguk. “Thanks,” ucap Riana yang kemudian berbalik dan bersiap pergi namun, tangan Eric lebih dulu mencekal lengannya

“Wait!” seru Eric

Riana diam di tempatnya. Ia menoleh dan melihat tangan Eric masih memeganginya. Wanita itu tak berucap dan tak juga bergeming. 

Dengan canggung, Eric melepas tangan dan menjilat bibirnya yang terasa kering. Ia ingin berucap namun tak tahu di mana ia harus memulai

“Maaf, saya masih ada urusan. Permisi, Tuan,” pamit Riana dan melangkah pergi namun, kembali langkahnya terhenti.

Seorang wanita ber make up tebal dengan gaun tube top merah yang menampakkan sebagian dadanya yang sintal dan kedua pahanya yang mulus, berdiri di hadapan Riana dan menghalangi jalan 

“Miss Trisha? You are here too?” sapa wanita itu

Riana tersenyum kecut. Tentu saja. Di mana ada Eric, pasti ada Xian Lie, batin Riana.

“Miss Lie,” sahut Riana sambil mengangguk sopan.

“Apa … Anda juga mau datang ke pesta pamanku?” tanya Xian Lie dengan suara yang terdengar lembut dan ramah

Paman? Riana mengerutkan alis. “Paman?” tanya Riana penasaran.

Xian Lie tersenyum. Ia memutar kepalanya lalu menunjuk pada seorang lelaki yang berdiri di dekat pintu restoran dan sedang menyambut para tamu.

“Tuan Irawan Santosa. Istrinya adalah tanteku, jadi … dia pamanku,” jelas Xian Lie.

Riana terpaku. Lidahnya tercekat. Dunianya seakan kembali berputar pada kejadian lebih dari satu dekade lalu, saat ia masih berumur 8 tahun.

Masih melekat di benaknya, bagaimana Irawan datang tanpa diundang ke rumah kontrakannya dan sang ibu di Malang lalu berbuat tak senonoh pada ibunya, sehari setelah Ryan, adiknya, dikubur.

Dengan kekuatan dan postur yang tak sebanding dengan tubuh besar Irawan, ia tetap berusaha untuk menolong sang ibu dengan memukul punggung Irawan dengan balok kayu yang ia dapat dari dapur tapi, lelaki itu bukannya kesakitan dan pergi tapi justru berbalik menyerangnya.

Tak mengacuhkan permohonan Marisa, ibunya, monster bernama Irawan itu mengangkat tubuh kurusnya, menamparnya keras lalu melemparnya sekuat tenaga ke luar rumah hingga kepalanya terbentur ke dinding sumur, menciptakan aliran darah di atas tanah tak berumput dan meninggalkan jejak merah di dinding sumur.

Ingatan itu masih sangat jelas terpatri di pikirannya, hingga tanpa sadar, kedua tangan Riana mulai terkepal kuat. Otot-otot tangannya mulai tampak. Rahangnya mengeras. Ekspresinya sangat dingin dan sirat kemarahan terpancar di mata wanita itu.

“Miss? Miss Trisha? Are you alright?”

Riana terkesiap. Ia berpaling pada Xian Lie yang menatapnya curiga. Riana tersenyum lalu menggeleng dengan bibir yang mengukir senyum ringan. “Oh, sorry ... sepertinya migran saya tadi kambuh," dalih Riana. 

"You not feeling well? Mau kuantar ke rumah sakit?" sela Eric. Suaranya terdengar khawatir

Mendengar suara Eric, Xian Lie segera mengalihkan perhatiannya ke belakang Riana. “Eric … you’ve come? I thought you won't come today,” sambut Xian Lie dengan senyum lebar

Eric tak menghiraukan Xian Lie dan berjalan mendekati Riana. "Riana?"

Riana mendesah. Ia berbalik dan sedikit mendongak karena perbedaan tinggi mereka yang sangat mencolok. 

"No, thank you. I'm okay now," jawab Riana sambil memundurkan langkahnya. 

"A-are you sure?" 

"Baby ... she said she's okay. Benar, 'kan Miss Trisha?" serobot Xian Lie dan menghampiri calon suaminya itu lalu menggandengnya mesra. Riana hanya mengangguk menanggapi.  

"Ah ... acaranya mau dimulai. Baby, ayo masuk," ajak Xian Lie dan berusaha menarik Eric menjauh dari rival cintanya itu namun tak sedikitpun Eric bergerak dari tempatnya berdiri

"Hmm ... saya tidak menyangka, artis dan model papan atas seperti Anda, ternyata punya keluarga orang Indonesia juga, Miss Lie."

Xian Lie terkekeh. “Ya, begitulah. Namanya juga jodoh, tidak ada yang bisa menduga. Walau bagaimanapun mereka berjarak, akhirnya … kembali bersama juga,” sahut Xian Lie dan menjeda ucapannya di ujung kalimat seraya mengangkat kedua alisnya dan tersenyum penuh makna

Riana mencebik dan mengangguk. Ia mengerti maksud perkataan wanita berdarah campuran Taiwan-Italia itu. Seandainya waktu bisa diulang, ia tak akan menandatangani surat nikah itu. Tidak! Bukan itu tapi, ia tak akan merayakan ulang tahunnya di club malam itu. Iya, benar!

Tapi, apa gunanya penyesalan. Toh, semuanya sudah terjadi dan itu adalah bagian dari jalan kehidupan yang harus ia jalani.

Mengenang hal itu, Riana ingin sekali tertawa. Nasib sepertinya belum selesai bermain dengannya. Suka atau tidak, ia masih harus bertemu dengan mantan suaminya.

Sebagai bukti, setelah 3 tahun lamanya tanpa pernah bertemu, kali ini, hanya dalam 2 hari, ia sudah 2 kali bertemu dengan mantan suami yang tak ingin lagi ia lihat. Bukan hanya itu, ia juga didaulat menjadi perancang gaun acara gala untuk calon istri sang mantan lalu … calon ibu baru putranya itu ternyata adalah keponakan dari tante yang membuat hidup ibunya menderita. Amazing, bukan?

Riana tersadar dari lamunan sesaatnya. Ia mendesah lalu melihat sejenak ke arah pasangan itu dan tersenyum. Riana kembali memutar langkahnya dan menuju restoran. Ia tak mau peduli dengan dua sejoli yang berada di belakangnya, yang juga mulai berjalan sambil bergandengan mesra.

Dengan penuh percaya diri, Riana masuk ke dalam restoran. Ia mengamati sekeliling restoran. Tempat itu sangat luas dan memiliki 2 lantai. Semuanya di design apik. Layaknya rumah Joglo, restoran high class itu dilengkapi pilar-pilar kayu dan lampu teplok. Terlihat indah dan asri. Riana tersenyum miring melihatnya.

Para tamu yang semuanya berasal dari kalangan atas, tampak mengagumi interior restoran yang mengadaptasi gaya tradisional khas Jawa dan modern dalam designnya itu. Sebaliknya, mata Riana terasa panas dan air mata mulai terkumpul di sudut matanya. Tak dapat menahan diri, Riana segera mencari toilet.

Hoek … hoekkk….

Wanita itu mengeluarkan isi perutnya hingga tubuhnya terasa lemas. Nafasnya terengah. ‘Kalian … benci mamaku … tapi … kalian curi designnya?!’ geram Riana di dalam hati. Tangannya mencengkeram erat dudukan toilet dan mematahkan beberapa kuku palsunya. Matanya terlihat memerah, penuh amarah dan kebencian

Dakk….

Suara pintu kamar mandi yang terbuka kasar, mengembalikan kesadaran Riana. Wanita itu segera berdiri lalu menghapus air matanya dengan tisue dan menyalakan flush.

Riana menatap dirinya di cermin dan sambil menata make-upnya, ia menyemangati diri sendiri. Wajahnya terlihat dingin dan tak bersahabat, membuat beberapa wanita yang juga ingin memakai washtafel mengurungkan niat.

“I can do it,” gumam Riana, sebelum akhirnya ia kembali ke area pesta.

***

“Pak Irawan?” sapa Riana pada seorang lelaki bertubuh tegap dan melampaui tinggi badannya itu.

Lelaki bernama Irawan, yang sedang berdiri di tengah ruangan bersama seorang tamu lain, mengalihkan tatapannya pada Riana. Seperti mendapat keberuntungan besar, Irawan menatap Riana dari atas ke bawah dengan mata berbinar.

“Oh, ya. Ehhh … Anda … siapa ya? Maaf, saya sudah tua jadi … sering lupa,” sahut Irawan. Mata lelaki itu tak lepas memandangi tubuh molek Riana.

“Selamat atas pembukaan restorannya, Pak. Saya Trisha, calon istri Dimas,” sahut Riana sopan dan memperkenalkan diri seraya mengulurkan tangannya

Tata krama dan sikap Riana yang bersahaja serta didukung dengan wajahnya yang menawan, membuat Irawan semakin terpesona. Demi tujuannya, Riana memaksakan diri tersenyum dan tetap bersikap sopan. Walau di dalam hati, ingin rasanya ia mencabik-cabik dan mencakar habis lelaki itu.

“Trisha? Bagus …. Bagus … nama yang bagus. Seperti orangnya. Hehe….”

Riana menarik tangannya dari genggaman Irawan dan mengangguk. “Terima kasih. Saya datang ke mari untuk mewakili Dimas. Dia ada operasi mendadak jadi tidak bisa datang,” ucap Riana kemudian.

“Tidak papa … saya senang kamu yang datang. Hehe…,” sahut Irawan. “Mau minum apa? Biar Om suruh pelayan ambil buat kamu, hmm?”

Ramah tamah Riana dan Irawan tak lepas dari pandangan Eric. Dari kejauhan, ia terus memperhatikan mantan istrinya itu. Ia merasa geram saat melihat cara Irawan memandang Riana dan bagaimana Riana tersenyum ke arah lelaki tua itu.  

“Baby … babe,” panggil Xian Lie sembari sedikit menggoyang tangan Eric untuk menarik perhatian lelaki itu.

Eric tak menanggapi. Ia tetap pada posisinya. Duduk di depan bar dengan mata mengawasi Riana. Xian Lie mengeraskan rahang. Darahnya terasa mendidih. Ia mengambil gelas berisi wine dan menegaknya dalam sekali teguk.

Kerasnya alkohol di dalam wine seharga 1 buah Macbook Pro terbaru itu, membuat Xian Lie sedikit meringis. Wanita itu menghela napas lalu berdiri.

“Babe, sebentar lagi kita ada wawancara. Aku siap-siap dulu,” pamit Xian Lie.

Cup

Eric memejamkan mata dan menipiskan bibir saat ia merasakan kecupan yang mendarat di pipinya tanpa permisi namun, mulutnya tetap terkunci tak memberi tanggapan hingga Xian Lie sudah tak lagi terlihat di sisinya.

Riana yang tanpa sengaja mengedarkan pandangannya, melihat kejadian itu. Tak menunggu lama, ia segera memutar kepalanya ke arah lain. 

Ouch!

Riana memegangi dadanya. Ia tak menyangka, hanya karena itu, hatinya terasa tercubit. Sakit!

'Riana ... no! Jangan ulangi kesalahanmu yang dulu!' nurani Riana memberi peringatan. Wanita itu mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. 

Ia mengambil gelas berisi soda lemon yang dibawa pelayan dan meminumnya. Rasa asam yang menyentuh indera pencecapnya, sedikit membantu Riana mengaburkan rasa yang ia pikir sudah benar-benar sirna dari hatinya.

"Trisha ... apa kamu masih tinggal dengan orangtuamu?" 

Deg

Dada Riana berdegup kencang. Hatinya yang tadi terasa tercubit kini berganti cemas dan takut. 

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sitiwaniza Siti
tambah asyik di baca
goodnovel comment avatar
Dadan Sundana
mantap sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status