"Kalau memang keputusan kamu sudah bulat, tentu tak ada yang bisa memaksanya." Rara tentu akhirnya hanya bisa pasrah karena Stella pun berkeras hati. "Semoga apa yang kamu impikan segera terwujud."Stella kemudian memeluk Rara dengan mata yang mulai berembun. "Doa kamu begitu berarti untukku."Meski memiliki keinginan yang begitu besar, tetapi Stella tetaplah seorang manusia biasa. Dalam hati sebenarnya dia juga begitu rapuh. Butuh sandaran yang terus bisa memberikan semangat.Ingin pergi, tetapi rasanya juga begitu berat. Karena cinta yang dia rasakan pada Raja bukanlah cinta biasa. Pencarian Stella selama ini nyatanya, berujung pada tuan muda Sanjaya itu."Yakinlah pada hatimu. Tetapi ingat, Stella. Jika tak lagi memungkinkan, Kamu harus berhenti. Tuhan lebih paham apa yang Kita butuhkan.""Nona Rara ... Selamat ya." Suara melengking itu, membuat Stella yang ingin menangis langsung berbalik arah."Jeny!" Rara langsung bisa menebak siapa wanita yang saat ini sedang berdiri di belakan
"Sepertinya ada harapan tambahan nih buat kamu, Stell." Rara menyikut lengan Stella saat Jeny baru saja pergi.Stella nampak me hembuskan nafasnya dengan lembut, sepertinya artis cantik itu begitu lega. "Yup! Sepertinya alam dan juga Tuhan terus mendukung agar aku dan juga Raja bisa bersatu. Benar kan Ra?" Ada raut kegembiraan di wajah cantik itu.Rara menganggukkan kepalanya. "Iya Sayang. Berarti kamu harus lebih semangat lagi ya. Tetapi apa kamu akan mengatakan juga pada Jeny tentang perjanjian itu?" Rasa penasaran itu menggelitik hati Rara. Stella menaruh telunjuknya di dagu, artis yang cantik itu sedang berpikir. "Tidak. Sepertinya aku nggak akan mengatakan sandiwara ini pada Jeny. Seperti kamu yang dulu menyembunyikan semuanya dari Satria." Stella Kemudian berucap sambil mengendipkan matanya. Yang kemudian dibalas Rara dengan senyum saja.Mau tak mau, sebenarnya mungkin Stella sedikit banyak terinspirasi dari perjalanan cinta antar Rara dan Arjuna. Kedua pasangan sahabat itu k
"Aduh maaf banget ya Kak. Ini tadi si Thea agak rewel, minta mimik susu terus," ucap Jeny sembari mencium pipi kanan dan kiri Stella. "Jadinya telat deh.""Nggak apa-apa ko. Baru saja aku juga nyampe sini dua menit yang lalu. Berarti kamu nggak terlambat." Stella bersuara dengan wajah yang nampak sumringah.Sebenarnya saat ini Stella sedang berbohong. Dia telah menunggu Jeny di cafe itu kurang lebih selama satu jam. Awal janji jam sepuluh pag dan sekarang sudah pukul sebelas lebih. Stella yang begitu sibuk malah membatalkan salah satu agendanya untuk bertemu dengan seorang klien baru. Demi untuk bisa berbincang dengan Jeny. Saat menghadiri pesta ulang tahun Rara kemarin, memang Jeny mengundang Stella untuk sekedar nongkrong berdua. Karena memang adiknya Raja itu begitu mengidolakan Stella.Jeny tersenyum sambil menunjukkan deretan gigi rapi dan putihnya yang begitu menawan. "Untunglah kalau begitu. Aku takut Kak Stella menunggu lama ini." Jeny kemudian mengambil tempat duduk tepat di
"Tenang saja Kak. Aku akan terus membantu Kak Stella. Karena sepertinya tak ada wanita yang begitu tulus mencintai Kak Raja selain Kak Stella."Ada rasa bahagia terlihat di wajah Stella. Ada orang yang mendukungnya adalah sesuatu anugerah. Tetapi dia juga takut jika mungkin Jeny hanya mengujinya, karena mereka juga baru saja kenal."Semoga seperti itu ya Jen. Aku hanya bisa berusaha untuk mendapatkan cinta Raja saja. Apa aku boleh tahu tentang masa lalu Raja?" Stella merasa telah bertanya pada tempatnya.Jeny mendengus kasar."Kak Raja adalah pria yang sangat pasif sejak dulu. Karena hal itu dia jadi jarang mengenal lawan jenis. Selama ini dia hanya pacaran sekali saja sih." Jeny menjelaskan tentang sedikit masa lalu sang kakak.Stella bisa mengambil kesimpulan dari cerita Jeny itu. Memang sifat dasar dan juga sedikit trauma yang akhirnya membuat Raja bersikap acuh."Tetapi meski acuh dan nampak malu malu, tetapi sebenarnya dia seorang pria yang penyayang. Selama ini aku bahkan tak pe
"Lima tahun tak bertemu, ternyata kamu makin cantik saja." Wajah pria itu nampak begitu bahagia. "Persis seperti yang aku bayangkan."Stella dan Jeny saling berpandangan, kedua wanita itu merasa tidak mengenal sang pria dengan tampilan parlente itu. Bahkan Stella yang sejak tadi disebut."Maaf, Anda siapa? Apa kita sudah pernah saling bertemu?" Stella bertanya dengan begitu sopan.Sang pria malah berkacak pinggang sambil tetap tersenyum dan menatap intens pada Stella."Ah ... Mungkin ini salah satu fans fanatiknya Kak Stella ya? Sama seperti aku." Jeny malah lebih punya pikiran yang positif. Stella membenarkan hal itu, karena terlalu kaget dia bahkan lupa profesi apa yang sedang dia geluti saat ini. Namun ketika dia ingin bersuara, malah si pria terlebih dahulu kembali berucap."Anda benar sekali Nona. Saya adalah penggemar berat fanatik di Stella. Bahkan sejak kami duduk di bangku sekolah," ucapnya sambil terus menatap Stella ."Masa sekolah? Siapa Anda?" Kali ini Stella malah langs
"Aku serius Stella. Bertahun-tahun aku bekerja demi untuk memantaskan diri ini untuk kamu. Kini aku sudah sukses dan kita dipertemukan lagi. Bukankah ini berarti jika Tuhan menakdirkan kita menjadi pasangan alias jodoh?"Stella makin dibuat kaget dengan perkataan yang diucapkan oleh Vino itu. Lima tahun lebih bukanlah waktu yang sebentar untuk mengubah setiap orang."Semua sudah berlalu Vino. Dulu memang kita pernah dekat. Tetapi tidak dengan sekarang." Stella memang tak lagi memiliki rasa cinta itu. Semua sudah hilang seiring dengan berjalannya waktu. "Apa kamu sudah lupa dengan semua itu? Kamu juga tahu kan jika aku dulu begitu sangat menyayangi kamu?" Vino nampak semakin berhasrat pada Stella. Kini pria itu malah memindahkan kursi duduknya menjadi tepat di depan Stella. "Percayalah rasa itu tak akan pernah terhapus sampai kapan pun. Bahkan semakin hari semakin bertambah saja."Stella terdiam dan malah memilih untuk diam. Artis cantik itu masih bisa mengingat dengan jelas seperti a
"Apa Thea sudah tidur?" tanya Raja pada Jeny yang baru saja datang ke teras."Sudah Kak. Baru saja." Setelah memberikan jawaban Jeny pun langsung mengambil tempat duduk yang tepat di depan sang kakak.Malam ini setelah makan malam tadi, Raja memang memilih untuk duduk di teras depan sembari mendengarkan musik. Karena memang tak ada dokumen yang terlalu penting sehingga harus dibawa pulang ke rumah.Sedangkan Jeny terlebih dahulu menidurkan Thea. Kini bayi itu sudah tidur dan ditinggalkannya bersama si baby sitter."Kamu belum mengantuk?" Raja kembali bertanya sembari masih fokus pada layar benda pipih kesayangannya itu."Belum, masih jam delapan juga kok," jawab Jeny dengan cepat. "Kak Raja tumben disini, lagi ada masalah?" tebak Jeny ganti.Memang Raja tak biasanya duduk di teras depan. Karena pria ini lebih senang berada di dalam kamar atau ruangan kerjanya demi sekedar membaca buku, hobi yang sampai saat ini tak pernah bisa dia tinggalkan.Jadi wajar jika kini Jeny bertanya dan ju
"Sarah, apa kamu sudah siap?" Bu Endang dengan lirih bertanya pada Sang anak. "Ini sudah pukul tujuh pagi loh."Sarah berlari dari dalam rumah dengan sedikit tergesa gesa, "siap Bu!" Wanita itu pun kemudian langsung mengunci pintu rumah kontrakan mungil itu. "Maaf tadi Sarah ke kamar mandi dulu."Sarah kembali berucap dengan tersenyum pada sang ibu."Ha." Bu Endang mendengus kasar, karena memang tadi dia sudah menunggu hampir lima menit di depan pintu, dan Sarah tak kunjung keluar. "Ya sudah ayo cepat mana ojeknya?"Sarah menatap pada layar benda pipih kesayangannya. "Ini tadi sudah otw kok Bu, paling juga sebentar lagi."Mereka berdua pun akhirnya kembali menunggu dengan tak sabar mobil ojek on-line yang sudah di pesan."Mau mengunjungi Nizam ya, Bu?" Salah satu tetangga kontrakan menyapa mereka berdua dengan ramah.Bu Endang tersenyum manis dan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya, Bu. Mumpung hari Selasa, saya tadi masak kesukaan Nizam, Bu," jawab Bu Endang sambil menunjukan bungku