Pagi hari di saat Banka dan istrinya berbincang bersama di atas ranjang.
"Sally, semenjak putraku datang kamu selalu murung. Ada apa?" tanya Banka. Menatap Sally yang duduk di sampingnya.Sally menggelengkan kepala secara perlahan. Ia belum dapat mengikhlaskan apa yang terjadi padanya. "Aku tidak apa. Hanya terkejut sedikit, ternyata anak angkatmu benar-benar seusia denganku," sambungnya. Menutupi kegelisahan.Banka membalas dengan senyuman, sembari mendekap Sally, sang istri.Tok ... tok ... tok ...."Ayah, ini aku," ucap Adez. Dari luar kamar Banka."Putraku, kemarilah," sahut Banka. Mengajak Adez untuk masuk ke dalam kamarnya. "Ada apa?" Banka bertanya kembali, setelah melihat Adez memasuki kamar.Melihat kedatangan Adez, Sally yang menyadari bahwa dirinya baru saja terbangun dari tidur, segera merapikan tampilannya. "Pagi, Adez." Sapa Sally tersenyum ramah.Adez tak menggubris sapaan ibu tirinya, bahkan lelaki itu memalingkan wajahnya dari Sally. Dengan segera, ia berkata. "Pacarku, Yuna. Dia akan datang siang nanti," cetus Adez. Membuat Sally terbatuk-batuk. "Uhuk ... uhuk ....""Kamu kenapa, Sayang?" tanya Banka. Mengusap-usap punggung Sally dengan halus.Sally tersenyum, kemudian mencoba untuk menguatkan suaranya. "A-aku tidak apa, Sayang. Tiba-tiba batuk, hehe ... maaf ya," kata Sally. Dengan wajahnya yang merah."Mama sebaiknya minum," kata Adez. Memperhatikan Sally.Mendengar ucapan yang keluar dari mantan pacar sekaligus anak tirinya, membuat Sally menjadi salah tingkah. "Ah ... hehe, iya. Baiklah." Sally mengambil segelas air putih yang berada tak jauh dari posisinya."Ok, kalau begitu kita perintahkan para pelayan menyiapkan hidangan yang istimewa. Pertemuan ini sekaligus untuk memperkenalkan mama barumu pada Yuna," tutur Banka. Dengan senyuman ikhlasnya.Adez mengangguk mengiyakan. Sementara Sally mengepal tangannya sekencang mungkin. Sally tak sanggup bertemu dengan wanita yang pernah merebut kekasihnya. Terlebih saat ini, status Sally sebagai ibu tiri, mantan pacarnya. Sally hanya dapat berharap, agar dirinya dapat bersikap seolah tak terjadi hal apapun.Waktu telah menunjukan pukul 13.00, nampak terlihat seorang wanita mengenakan dress berwarna biru tengah berlari, mendekat ke arah Banka, Sally dan Adez yang sendari tadi berdiri di depan meja makan."Sayang ...." Wanita itu berteriak, sembari berlari membuka dengan lebar kedua tangannya.Sally menggandeng lengan suaminya. Melihat apa yang baru saja terjadi membuat hatinya panas, terbakar api cemburu. Yuna datang, menghampiri Adez."Hallo .... Ayo, duduk," kata Adez. Menggenggam tangan Yuna, kemudian menuntunnya hingga terduduk di kursi makan. Yuna mengangguk mengikuti arahan pacarnya.Wajah Sally pucat. Ia benar-benar tidak mau ada di dunia, saat ini. Banka yang melihat Sally berwajah cemas, seketika bertanya. "Sayang, kenapa?"Sally menggelengkan kepalanya. "Sepertinya aku kurang sehat. Boleh langsung pergi ke kamar?" tanyanya. Berusaha lari dari situasi.Banka mengecek suhu tubuh istrinya dan benar saja, suhu tubuh Sally cukup tinggi. Sehingga Banka dengan panik meminta para pelayan untuk menangani Sally. "Ya ampun, kamu panas. Baiklah, ayo kita ke kamar saja," tutur Banka. Membopong Sally menuju kamar. "Robert, berikan pelayanan yang baik pada tamu kita. Aku akan menemani istriku," sambungnya. Memberikan perintah pada Robert untuk melayani Yuna dengan baik."Baik, Tuanku," jawab Robert.Pada akhirnya, rencana Sally berhasil. Hatinya cukup tenang ketika telah berada di atas ranjang kamarnya. "Suamiku," panggilnya.Banka mendekatkan wajahnya pada Sally yang terbaring. "Iya, Sayang. Aku di sini," ujarnya. Mengusap lembut pipi Sally."Temani aku di sini. Jangan ke mana-mana, ya," pinta Sally.Banka mengangguk. "Iya, aku akan menemanimu sampai kamu sembuh. Maaf ya ... sepertinya kamu terlalu lelah karena perjalanan bulan madu kita."Sally tersenyum, lalu berkata. "Tidak apa, Sayang. Sebentar lagi sembuh kok. Butuh waktu istirahat sebentar saja," cetus Sally. Mengusap rambut Banka.Tok ... tok ... tok ....Banka bangkit, hendak membuka pintu.Yuna dan Adez datang membawa bunga dan beberapa buah. Banka yang melihat itu pun mengizinkan untuk masuk ke dalam kamar. "Eh, ada tamu. Sini masuk," kata Banka. Mempersilakan.Mata Sally terbelalak. Jantungnya berpacu dengan cepat. "H-hai ...," ujar Sally. Menyapa kedatangan Adez dan Yuna."Hallo, calon mama mertua ... sakit ya? Sedihnya ... ini Yuna bawakan buah, biar mama cepat sembuh. Di makan ya buahnya," tutur Yuna. Meletakan buah di nakas samping ranjang.Dalam situasi seperti ini, air mata Sally hendak tumpah. Ia menyadari jika Yuna dan Adez memang sengaja datang ke kamarnya. Mereka ingin Sally melihat kedekatan mereka berdua. Mengapa Sally tahu? Karena dengan jelas ia dapat melihat wajah Yuna yang tersenyum, tanpa ada rasa terkejut sedikipun."Terima kasih ... kau sangat baik," kata Sally. Tersenyum.Banka mendekat. "Yuna. Untung saja kamu paham dengan situasinya. Terima kasih sudah datang ke kamar ya," cetus Banka."Sama-sama, Ayah. Aku jugakan ingin melihat secantik apa Mama mertua baruku," sahutnya. Menatap wajah Sally yang pucat. "Lagipula Adez juga sudah bilang kalau Mama barunya seusia dengan kami. Benarkan, Sayang," sambung Yuna. Berpura-pura.Banka tertawa. Pria itu senang dengan keakraban anak dan istri barunya. "Baiklah kalau begitu, Saya akan turun untuk menemui seseorang. Bisakah kalian menemani istriku yang cantik ini?" tanya Banka."Tidak-tidak. Kamu mau ke mana? Di sini saja," ucap Sally panik."Ada sesuatu yang harus aku lakukan, Sayang. Tidak apa bukan, ditemani Yuna dan putraku? Kaliankan seusia, jadi tenang saja. Jangan canggung, ya. Kamu bisa menganggap putraku sebagai temanmu," tutur Banka. Mendekati istrinya.Sally hanya terdiam mengikuti perkataan suaminya. Sebelum pergi Banka mengecup kening Sally terlebih dahulu. Kemudian pergi, keluar dari kamar.Suasana hening dan kondisi menjadi canggung. Sally hanya terdiam, ia bahkan tak sanggup menatap mantan sahabat yang merebut mantan pacarnya."Akhirnya kita ketemu lagi ya," ucap Yuna. Dengan wajahnya yang penuh tipu daya."Yuna, sebaiknya kita pergi saja. Biar pelayan yang menemani dia." Adez mengajak pacarnya untuk pergi.Yuna bangkit dari sofa kemudian mendekati wajahnya dengan wajah Adez. Wanita itu mencium bibir Adez di hadapan Sally yang terbaring lemas. "Aku mau di sini saja. Apa kamu tidak rindu dengan mantan pacarmu?" Ledek Yuna. Tertawa.Adez menjauhi pacarnya. Kemudian berkata. "Apa-apansi. Jangan gitu!" cetus Adez. "Sally, kami akan pergi. Semoga lekas sembuh," sambungnya. Menuntun Yuna meninggalkan kamar.Sally menangis. Air matanya mengalir dengan deras. Rasa sakit hatinya perlahan muncul kembali dengan rasa yang semakin pedih.Sally mengingat masa indah bersama Adez. Pacar pertamanya yang sangat baik hati, lembut dan selalu perhatian. Sampai suatu ketika, ia melihat sebuah foto yang menampakan sahabatnya, Yuna tengah tidur bersama Adez, kekasih hatinya. Semenjak itu, hubungan Sally pun kandas."Selamat makan semuanya," ajak Banka. Meminta seluruh orang yang ada di meja makan menyantap hidangan.Sally, Adez dan Yuna mengangguk. Kemudian menyantap santapan malam. Mereka tengah menghabiskan waktu bersama. "Sayang ... sini aku suapin." Yuna mengarahkan sendok tepat di depan mulut pacarnya, Adez.Respon baik ditunjukan oleh Adez yang langsung membuka mulutnya. Laki-laki itu hanya diam dan berusaha menyingkirkan tatapannya, jika tak sengaja membuat kontak dengan Sally."Sepinya .... Kita ini keluarga, loh. Momen seperti ini belum tentu akan terjadi lagi. Jadi pergunakan ini dengan baik, utarakan apa yang ingin diungkapkan," kata Banka. Menyantap makanannya. "Kalau begitu, obrolan ini saya buka dengan pertanyaan. Menurut Yuna, Adez cocok punya adik berapa?" tanya Banka. Menyambung perkataan. Mendengar hal itu, spontan Adez terbatuk-batuk dan hampir menyemburkan makanan di dalam mulutnya. Dengan sigap Yuna-sang kekasih, membantu Adez. "Uhuk-uhuk." Adez terbatuk cukup lama."Eh-eh
"Sayang, hati-hati ya. Semangat kerjanya, aku nunggu kamu di sini, ok?" kata Sally. Menyemangati suaminya yang hendak pergi bekerja. Kecupan di dahi diberikan Banka pada Sally. "Terima kasih, Sayangku. Aku pasti semangat dong," ucap Banka. "Aku berangkat dulu, ya. Kalau kamu butuh sesuatu, kamu boleh telepon Robert. Hari ini aku ada pertemuan bisnis, jadi maaf kalau kamu telepon aku, mungkin akan sulit teleponmu terjawab." Jelas Banka mengambil tas koper yang diberikan oleh istrinya. "Mmm ... baiklah. Hari ini sepertinya aku akan di rumah saja. Jadi, suami fokus kerja saja, ya. Aku akan baik-baik saja," cetus Sally. Menyakinkan sang suami. Banka mengangguk, lelaki itu mengecup bibir istrinya kemudian pergi masuk ke dalam mobil. Melihat suaminya yang telah berangkat kerja, Sally kembali masuk ke dalam rumah. 'Hari ini kegiatan apa yang bisa aku lakukan, ya?' tanyanya dalam hati. 'Eh?' Langkah Sally terhenti ketika melihat Adez yang tengah berbicara pada Maya. Karena merasa penasaran
"Nak, besok kami akan pergi berlibur," ucap Banka. Menatap Adez-putranya dengan tajam. Adez tak bergeming, kemudian bertanya. "Ke mana?" Belum sempat Banka menjawab pertanyaan itu, Sally datang membawa sarapan untuk suami dan anak tirinya yang telah lama menunggu di meja makan. "Sarapan ... sarapan ...." Sally berjalan mendekat, dengan wajah sumringah. Membawa dua piring nasi goreng. "Wah ... hebat sekali istriku yang rajin memasak ini," puji Banka. Tersenyum sembari mempersilakan sang istri untuk duduk di samping kursinya. "Di sini duduknya, Sayang." "Memangnya ini enak?" ejek Adez. Memainkan timun yang menjadi hiasan nasi goreng buatan Sally. "Dicoba dulu .... jangan mengejek!" Sally kesal. Menekuk wajah cantiknya. "Haha ... iya, Dez. Dicoba dulu masakan mamamu ini," cetus Banka. "Ayo kita makan bersama, Sayangku," sambungnya. Membuka mulut untuk melahap sesuap nasi goreng. Banka dan Adez secara bersamaan melahap sesuap nasi goreng buatan Sally. Seketika mereka mengeluarkan re
'Untuk apa Adez ikut berlibur di sini, ya?' tanya Sally dalam hati. "Suamiku ... tolong bawakan handukku ke sini," pintanya. Banka yang tengah asyik menonton televisi sembari berbaring di atas ranjang pun berkata. "Tidak perlu pakai handuk, Sayang. Aku juga sudah biasa melihatnya. Adegan film ini sangat asyik, aku tidak mau melewatkannya." Banka menolak. Lelaki itu lebih mempedulikan tontonannya. "Ah, kamu gitu deh! Aku minta tolong malah dicuekin. Awas ya, kamu ...." Sally mengancam. Perempuan itu berjalan keluar kamar mandi untuk mengambil handuknya. "Haha ... iya ambil saja handuknya, Sayang .... Kalau begini aku jadi bisa melihatmu tanpa busana bukan,' cetus Banka. "Dasar cabul!" celetuk Sally. Meninggalkan Banka. Melihat istrinya yang hendak pergi, Banka bertanya. "Sayang, mau ke mana?" "Ke mana saja. Asal tidak dekat-dekat si cabul ini!" Ledek Sally pergi dari kamar hotelnya. Dress putih polos dikenakan oleh Sally. Saat ini, gadis itu tidak mementingkan style dan riasan wa
“Hati-hati, Sayang,” ucap Banka. Menuntun Sally. “Iya suamiku,” Balas Sally. “Maaf ya, malam itu aku ceroboh. Makanya kakiku terkilir,” sambungnya. “Tidak, Sayang. Harusnya aku yang meminta maaf padamu. Malam itu, saat filmnya selesai aku malah tertidur,” tutur Banka. Mendudukan Sally di sofa ruang tamu. Pasangan itu telah kembali ke rumah setelah 2 hari berlibur. “Sayang, aku haus. Tolong ambilkan aku minum,” pinta Sally. Banka mengangguk. “Robert!” panggilnya berteriak. “Tidak mau diambilkan oleh Robert. Kamu saja yang ambil minum,” ucap Sally. Robert datang menghampiri. “Ya, Tuan? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Robert. “Tidak, Rob. Kamu pergi saja. Aku meminta suamiku untuk mengambil minum,” kata Sally. “Cepat ambilkan aku minum. Kamu ini malas sekali, aku ingin kamu yang ambilkan minum, Sayang ….” Rengek Sally. “Huft. Baiklah. Robert, kau bisa pergi,” cetus Banka. Bangkit dan hendak pergi ke dapur. “Tuan,” panggil Robert. “Tuan muda tidak ada di rumah, sejak Tuan dan Nyo
“Sayang, ayo temani aku rapat bisnis lagi. Rapat kali ini diselenggarakan di luar kota, jadi kita berdua bisa menghabiskan waktu bersama,” pinta Banka. Memeluk Sally yang terhempit oleh kedua kakinya di atas ranjang. Sally menggelengkan kepalanya. “Aku tidak mau,” jawabnya singkat. “Hei, kamu kenapa? Sejak pulang dari perusahaan untuk rapat bisnis, kamu terlihat seperti orang yang gelisah. Kenapa, Sayang? Katakan padaku,” kata Banka. Membelai rambut istrinya. “Aku tidak apa,” ucap Sally. “Aku hanya ingin di rumah,” sambungnya. “Kamu tidak mau menemaniku?” tanya Banka. “Bukan seperti itu, Sayang. A-aku … tidak terlalu menyukai lingkungan bisnis. Aku merasa kurang nyaman saat berada di antara orang-orang berjiwa bisnis,” tuturnya. “Aku akan pergi selama 2 hari. Apa kamu tidak merindukan aku?” tanya Banka. “Ayolah, ikut bersamaku. Aku lebih bersemangat ketika kamu berada di sampingku, Sayang.” Banka terus berusaha agar istrinya luluh. “Aku tidak mau, Sayang. Bisakah kamu mengerti p
‘Hoam ….’ Sally terbangun dari tidur. Matanya memandang sekeliling ruangan yang kini disinggahinya. ‘Loh, aku d-di kamar? Ini bukan mimpi atau alam lainkan?’ tanyanya. Bangkit dari ranjang dan berjalan pelan menuju luar kamar. “Sudah bangun, Nyonya,” cetus Robert yang berdiri di depan kamar Sally. “Ya ampun, Rob. Kamu bikin terkejut saja,” cetus Sally. “Ini saya cuma mimpi atau gimana, ya? Bukannya, saya terkunci di dalam gudang?” sambungnya. “Tidak, Nyonya, Anda tidak bermimpi. Satu jam yang lalu Anda dan Tuan Adez ditemukan terkunci di dalam gudang.” Jelas Robert dengan nada yang lembut. “Saya rasa itu kesalahan saya karena lalai menjaga, Nyonya. Jadi sendari tadi, saya berdiri di depan kamar untuk menunggu Nyonya Sally bangun tidur,” katanya. “Aduh, ternyata benar itu bukan mimpi. Kenapa saya bisa tidur senyenyak itu, ya? Oh, ya. Siapa yang menemukan saya?” tanya Sally. “Bapak Urip, Nyonya. Salah satu tukang kebun yang bekerja di rumah ini,” jawab Robert. “Sekarang, di mana Pa
“Adez … indah sekali,” cetus Sally. Takjub dengan apa yang dilihatnya. “Sejak kapan kamu punya alat ini?” sambungnya bertanya. Adez tersenyum. “Sudah lama. Aku sangat suka mengamati langit dengan teropong, rasanya semua lelah dan stres hilang, setelah melihat betapa indahnya langit malam,” jawabnya. “Kalau seperti ini, aku tidak rugi menemanimu di atap,” celetuk Sally. Terus mengamati rembulan dengan teropong milik Adez. “Haha … akukan sudah bilang. Kamu pasti akan menyukainya, aku saja candu. Candu dengan keindahan kuasa Tuhan,” ucap Adez. Sally dan Adez menghabiskan malam di atas atap. Sesuai dengan janji Sally yang akan menemani anak tirinya menghabiskan malam bersama. “Sally,” panggil Adez. “Ya?” Jawab Sally, sembari memperhatikan bintang-bintang menggunakan teropong. “Apa kamu masih mencintaiku?” tanya Adez. Seketika membuat Sally terdiam. “Kenapa kamu menanyakan hal itu?” tanya Sally. Adez tersenyum. “Tidak, aku ingin tahu saja,” jawabnya. “Tidak,” kata Sally. “Aku sedan